Orang bilang, penyekat antara bodoh dan cinta hanya serupa benang tipis. Bentangan panjang yang nyaris tidak tampak. Sesuatu yang bisa membuat sinkronisasi dari otak dan hati bersimpangan tapi tidak sejalan. Sebutan itu terasa mengerikan sekaligus membuat penasaran. Meninggalkan tumpukan pertanyaan yang berakhir mengambang tanpa jawaban. Lalu kemudian menciptakan teka-teki yang tak berkesudahan.
Mungkin, itu perumpaan yang cocok untuk Bella. Ia ingin menyerah, tapi tidak tau alasan kuat apa yang mengharuskannya mengalah. Tapi, jika kemudian ia termenung dan kembali menelaah, Bella menyadari bahwa ia memiliki begitu banyak alasan untuk merealisasikannya. Namun sekali lagi, sekuat apapun dorongan untuk mundur itu hadir, Bella tidak ingin rasa mengganggu itu mengusik tekadnya. Jika saja itu tidak menyangkut Elard, ia mungkin sudah memilih untuk berdiri pada pegangan yang lain. Dan kembali meneruskan hidup tanpa perlu selingan drama semesta yang tersaji. Sayangnya, semua peraturan itu bukan dirinya yang buat. Karena ketika ia di beri pertanyaan sekalipun, kenapa orang itu harus Elard? Bella tidak tau. Ia selalu menemukan jalan buntu ketika harus menjawab hal tersebut.
Seperti saat ini, ketika dirinya dengan konyol mengikuti saran apa yang ia cari di internet untuk di terapkan secara nyata. Memberikan sedikit kejutan pada Elard dengan penyamputan yang tak biasa. Karena menurut apa yang ia baca, seorang pria akan senang jika di sambut dengan kesiapan dirinya untuk memberikan kesenangan setelah sang pria seharian penat bekerja.
Oh bagaimana Bella harus menjelaskan perasaan tak nyaman ini? Berpuluh kali dirinya ingin kembali ke kamar dan kemudian berganti pakaian yang lebih layak. Baju yang ia pakai saat ini rasanya terlalu memperlihatkan kulit putih polosnya serta menonjolkan tempat-tempat yang Bella akui, terasa lebih panas sekarang. Menghantarkan sengatan tak nyaman di sekitar area tertentu miliknya.
Maka, ketika bunyi kombinasi sandi pintu apartemen terdengar, tekad Bella yang awalnya memuncak tiba-tiba surut seketika. Ia dilanda kepanikan. Ingin bersembunyi, tapi terasa mustahil sebab ayunan pintu yang perlahan terbuka lebar menyebabkan dirinya tidak bisa memilih jalan lain, selain berdiri dengan cemas sambil memilin ujung gaun tidur tipis yang ia pakai. Bella bahkan yakin wajahnya merona dengan cara yang memalukan.
"E--- El." Sambil memanggil dengan pandangan tertunduk, Bella upayakan nada suaranya keluar meski terdengar gugup. Akibatnya, Bella tidak menyadari bahwa Elard tidak datang sendiri. Melainkan membawa orang lain yang kini memandang Bella dengan penuh penyesalan dan rasa tak nyaman.
Menyadari bahwa tidak ada respon dari sang pemilik nama, Bella mulai mengangkat kepalanya hati-hati, hanya untuk kemudian mendapati keterkejutan yang memiaskan wajahnya dengan segera. Ia memandang Elard dengan nelangsa serta tatapan sedih yang tidak bisa ia sembunyikan. Nafasnya tercekat dengan cara yang menyakitkan, dan Bella seolah kehilangan seluruh kosa katanya.
"Hy.... Bel---la." Sapaan lembut itu, serta tatapan tak nyaman itu--- tak dapat Bella artikan dengan tepat. Matanya tidak mungkin salah lihat atas presensi sesosok wanita yang kini berdiri canggung di sebelah Elard. Wanita yang masih segar dalam ingatan Bella.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Pain
RomantizmMerupakan suatu kegilaan besar saat Bella memilih untuk menyerahkan seluruh kehidupan nya di bawah naungan sosok yang ia yakini sebagai pegangan untuk dirinya bisa bertahan hidup----- Richolas Elard Zheroun. Dirinya tidak memiliki pilihan lain saat...