Bellla mengerang dengan pelan kala sinar matahari mengganggu tidurnya. Tubuhnya menggeliat dengan malas, sebelum bangkit berdiri dan menyadari bahwa ia kembali tertidur di kamar yang bukan miliknya. Sejenak, ia larikan matanya pada arah keberadaan tangan sebelah kirinya dan mendapati bahwa luka akibat infus yang ia tarik secara serampangan telah terbalut plester bermotif kelinci dengan corak Pink. Menggemaskan.
"Ah... kau sudah bangun? Padahal aku berencana untuk membangunkanmu dengan seember air jika kau masih terlelap."
Lalu Oydis muncul setelahnya dengan senampan toast yang masih menguar hangat. Menghantarkan gejolak lapar pada perutnya, yang baru Bella sadari belum terisi apapun sejak kemarin.
"Oh... kau hampir meneteskan air liur mu Bella."
Mau tak mau Bella terkekeh pelan, sebelum ia langkahkan kakinya menuju Oydis.
"Kau tak perlu sampai mengantarkan makanan ini ke kamar ku. Aku bisa memasak sendiri jika lapar."
"Dan membiarkan Andreas mengomeliku karena tidak melayani mu dengan baik? Oh, aku tentu tidak ingin melewatkan satu malam tanpa berada dalam dekapannya." Oydis menjawab dengan bibir memanyun lucu.
Tidak ada yang lebih mujarab dari proses penyembuhan, selain fakta bahwa penerimaan adalah bentuk yang selalu Bella dambakan. Tak ada bentuk protes atau pertanyaan menuntut yang memojokkannya. Mereka tetap bersikap biasa saja, seolah apa yang terjadi kemarin tidak perlu di ungkit kembali jika itu hanya akan menguak luka yang belum sembuh total.
Nyatanya, seseorang hanya perlu bersikap seperti itu. Bukan karena mereka tidak menaruh simpati. Tapi lebih karena mereka sadar, ada beberapa hal yang tidak perlu di bahas hanya untuk menuntaskan rasa keingintahuan semata.
"Terimakasih."
"Untuk makanannya? Ah... jangan seperti itu, aku tau masakanku selalu enak." Sambil mengibas rambut dengan bangga, Oydis selipkan nada canda agar ketegangan di sekitar mereka menyingkir dengan cepat.
"Kau tau apa maksudku."
Lalu, gigitan terakhir dari toast yang di makan Bella menjadi penutup percakapan mereka yang sebenarnya belum mengarah kemana-mana. Namun baik Bella maupun Oydis telah memutuskan bahwa perbincangan mereka sudah sampai pada titik akhir. Sisanya, biarkan mereka yang mengambil kesimpulannya sendiri.
Bella masih ingin kembali berbaring di ranjang setelah mendapat izin dari Oydis. Tapi gedoran pintu yang terdengar begitu memekakan telinga serta suara yang berasal dari luarnya menyentak Bella hingga tangannya gemetar tanpa sadar. Oh ia tahu bahwa tak butuh waktu lama bagi orang itu menemukan dirinya. Tapi Bella tidak memperkirakan bahwa akan secepat ini.
"Kau tidak perlu keluar jika tidak ingin."
Itu yang Bella inginkan.
"Dan membiarkan Elard mengamuk di depan apartemen mu? Tidak Oydis, aku tau bagaimana sifatnya. Dan menghindarinya jelas bukan pilihan yang tepat."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Pain
RomansMerupakan suatu kegilaan besar saat Bella memilih untuk menyerahkan seluruh kehidupan nya di bawah naungan sosok yang ia yakini sebagai pegangan untuk dirinya bisa bertahan hidup----- Richolas Elard Zheroun. Dirinya tidak memiliki pilihan lain saat...