Dua bulan yang lalu, ketika kembarannya membawa seorang pria untuk pertama kali ke dalam rumah mereka, Mellani berfikir ia sedang tertidur hingga menyangka bahwa ia terjebak dalam mimpi. Kerjap matanya yang tampak terkejut serta memanas di waktu yang bersamaan nyatanya tidak mengubah fakta bahwa pasangan yang ada di hadapannya ini jelas-jelas tampak bahagia. Memeluk mesra satu sama lain dengan pangutan bibir seolah tidak ada hari esok. Mengabaikan keberadaan Mellani yang kini tengah memandangi mereka dengan sorot kebingungan. Sedang nafasnya seolah terenggut dengan paksa dari paru-parunya.
"Oh astaga! Kau mengejutkanku Mellani." Berseru dengan panik, Mery segera melepas rangkulan Roy pada pinggangnya. Ia tergagap dengan malu sebab telah terpergok sedang berciuman dengan seorang pria dewasa di hadapan adik kembaranya sendiri.
"Kau---"
"Em... perkenalkan, dia kekasihku dan namanya Roy. Kuharap kau mau menerimanya Mellani." Mery berbicara dengan kuluman bibir malu, ia nampaknya tak sadar wajah Mellani memucat dan tubuhnya berubah menjadi kaku.
"Ap---apa?"
"Maafkan aku... seharusnya aku memberitahumu terlebih dahulu. Tapi aku tak punya pilihan lain karena kau terus melarangku untuk berpacaran. Jadi aku memutuskan untuk menyembunyikan hubunganku dengan Roy. Tapi kurasa itu tidak di perlukan lagi sekarang sebab kita memutuskan untuk beranjak pada tahap yang lebih serius. Kau mengerti maksud ku bukan?" Mery kembali menimpali dengan binar bahagia di wajahnya, dan pipi memerahnya tak bisa di sembunyikan oleh perempuan itu.
Seolah pernyataan tadi belum sepenuhnya merasuk pada diri Mellani. Kali ini, kalimat yang di lontarkan oleh Mery bukan hanya menembus kekebalan hatinya, tapi juga menghancurkannya dengan cara yang paling menyakitkan yang pernah Mellani rasakan. Sedang lelaki yang kini tengah berdiri di samping sang kakak seolah tak terpengaruh oleh tatapan terluka yang Mellani hujami pada Roy. Lelaki itu mengabaikan dengan acuh. Dan Mellani tak memiliki kesempatan lain bahkan hanya untuk sekedar menarik nafas dengan benar. Ia tenggelam pada pusara menyakitkan, sedang pasangan di depannya ini seolah tidak menyadari bahwa Mellani merasa hancur.
"Hey... katakan sesuatu, jangan hanya diam saja. Aku tau aku salah, tapi kita sudah dewasa bukan untuk memilih dan menentukan pilihan kita sendiri?" Nada suara Mery terdengar sedikit memaksa. Ia sudah menjalani kehidupannya selama ini di bawah larangan-larangan sang adik. Dan sekarang, ia rasa perlu untuk bersikap berani dengan kehidupannya sendiri.
Jadi, alih-alih mengatakan bahwa ia mesara terluka dan ingin memprotes keputusan Mery, Mellani lebih memilih untuk mengulas senyum terpaksa dengan suara lirih yang nyaris tenggelam, "Te---tentu. Maaf kalau selama ini kau merasa tak bebas Mery. Tapi aku berharap kau selalu bahagia dengan keputusan mu."
Benar bukan? Seharusnya Mellani turut bahagia atas apa yang dialami kakaknya. Sudah sepantasnya ia menjadi manusia yang paling bergembira karena sebentar lagi sang kakak akan menemukan belahan jiwanya. Benar... Mellani rasa ia tidak memiliki andil lebih selain turut menyertakan ucapan syukur untuk sang Kakak. Jadi, rasanya tak adil jika dirinya memotong tali kebahagian itu. Sebab, Mery tak pernah tau bahwa sebelum lelaki itu memutuskan untuk menjalin kasih dengannya. Roy... adalah satu-satunya lelaki yang telah berhasil merebut hatinya dan memberikannya alasan untuk percaya pada suatu hubungan. Roy adalah lelaki pertama yang membuat ia merasa terlengkapi. Dan Roy jugalah lelaki pertama yang Mellani anggap sebagai tempat yang paling ia butuhkan untuk beristirahat setelah penat dengan keadaan dunia. Sebelum kemudian semuanya berantakan dan Mellani memilih untuk meninggalkan pria itu dengan sisa rasa yang masih memenuhi keseluruhan dirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Pain
RomanceMerupakan suatu kegilaan besar saat Bella memilih untuk menyerahkan seluruh kehidupan nya di bawah naungan sosok yang ia yakini sebagai pegangan untuk dirinya bisa bertahan hidup----- Richolas Elard Zheroun. Dirinya tidak memiliki pilihan lain saat...