Isabella melarang keras Bella untuk kembali bekerja. Katanya, Bella tidak membutuhkan hal itu jika sudah bersama Elard. Lelaki itu sudah lebih dari cukup untuk menghidupi dirinya. Tapi tidak dengan Bella, pemikiran itu terasa konyol. Karena meski sudah berulang kali berusaha menepis rasa takut akan di tinggalkan. Bella tidak bisa menampik bahwa Elard bisa kapan saja berubah pikiran dan meninggalkan dirinya. Ia telah menyerahkan seluruh kepingan terakhir dari dirinya pada Elard serta menggantungkan pengharapan yang besar padanya. Jadi tak pantas rasanya, jika ia dengan begitu tidak tahu malunya juga hidup seperti benalu pada Elard. Sudah cukup selama ini Elard merasa kerepotan dengan alasan tidak masuk akalnya untuk bisa tetap bersamanya. Dan Bella tentu tahu dimana batasan yang perlu ia tetapkan.
Dua hari yang lalu, Bella masih merasa begitu optimis dan yakin akan gagasan Isabella yang menyatakan bahwa Elard tidak akan pernah meninggalkannya. Tapi kali ini, Bella rasa Isabella telah salah. Karena dalam dua hari dirinya sakit, Elard tidak pernah sekalipun muncul di apartemen lelaki itu. Oleh karena itu, Bella kembali membuat kesimpulannya sendiri. Bahwa sekali lagi ia akan menjadi pihak yang di tinggalkan. Namun bedanya, kali ini Bella tidak lagi menemukan tujuan. Ia merasa terombang-ambing dalam keputusasaan. Selain menunggu kapan batas waktunya telah habis.
Menyeret langkah kaki dengan gontai, Bella upayakan senyum yang ia jadikan topeng sejak tadi pagi tidak lepas dari wajahnya. Selain karena tidak ingin membuat orang lain khawatir, Bella juga tidak ingin kerja di hari pertamanya--- setelah cuti panjang yang ia ambil, terkesan tidak menyenangkannya.
"Hy! Welcome back Bella!" Seruan nyaring Nyonya Moca menyambut kedatangan Bella. Ia sempat berhenti sejenak di ambang pintu, sebelum memutuskan untuk menghampiri Nyonya Moca dan memeluknya dengan erat.
Setidaknya, sambutan Nyonya Moca sedikit membuat suasana hatinya lebih baik. Penerimaan lain yang kadang memang bisa menjadi obat di tengah perasaan sesak yang menderanya.
"Oh wow... aku tidak tau kalau kau serindu itu padaku sampai rasanya badanku remuk karena terlalu kuat kau peluk." Meski begitu, Nyonya Moca tetap membalas pelukannya dengan tak kalah erat. Menghantarkan kehangatan yang memang di butuhkannya sekarang.
"Aku tidak bisa berbohong bahwa kau adalah satu dari sekian banyak orang yang paling ingin ku temui setelah cuti panjang."
Melepas pelukan dengan sedikit paksa, Nyonya Moca kemudian kembali bertanya dengan antusias. "Jadi bagaimana? Apa liburan dengan kekasihmu itu berjalan dengan lancar? Ayo... ceritakan padaku! Oh... ceritakan hal apa saja yang sudah kau lakukan dengannya?!"
"Liburan?" Bella bertanya dengan heran. Kebingungan dengan cepat menyerbu dirinya, sebelum sebuah pemahaman terlintas dalam kepalanya dengan cepat.
"Hm... bukankah kau mengambil cuti karena ingin pergi liburan? Aku bahkan masih ingat wajah memohon kekasihmu itu ketika ingin meminta izin padaku. Padahal, aku sudah berulang kali berkata kalau kau tidak bisa mengambil cuti sepanjang itu. Karena ya... kau tau sendiri kalau Cafe ini ramai berkat dirimu. Tapi dia memaksa hingga akhirnya aku menyerah karena tidak ingin berdebat. Melihat dari caranya, aku yakin dia sangat mencintaimu."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Pain
RomanceMerupakan suatu kegilaan besar saat Bella memilih untuk menyerahkan seluruh kehidupan nya di bawah naungan sosok yang ia yakini sebagai pegangan untuk dirinya bisa bertahan hidup----- Richolas Elard Zheroun. Dirinya tidak memiliki pilihan lain saat...