"Bagaimana rasanya?" Adalah kalimat pertama yang tercetus dari bibir Bella sesaat setelah Elard berlalu dari sana dengan wajah kuyu penuh kekalahan. Oydis ingin bertanya apa yang terjadi, tapi ia mencoba menahan rasa penasarannya demi menjaga mental Bella yang kini tercerai-berai berantakan. Seolah ia benar-benar sedang di landa suatu keputusasaan, hingga yang tersisa hanyalah jalinan waktu yang menjadi penyambung hidupnya.
Wajah itu masih terlihat sama. Pucat dengan rinai tatapan kosong yang menyirat kepedihan. Oydis bahkan tidak berani membayangkan jika hal seperti itu menimpa dirinya. Dimana dalam satu waktu, Bella harus mengalami tiga kehilangan sekaligus tanpa benar-benar memiliki andil untuk mencegahnya.
"Bagaimana rasanya begitu dicintai? Atau bagaimana rasanya bentuk penerimaan itu sendiri? Dan--- bagaimana caranya agar tidak terlalu menaruh banyak harap pada orang lain? Karena kini aku mulai lelah hidup dalam belas kasih orang lain. Aku kecewa pada diriku sendiri yang begitu lemah. Aku juga kecewa karena lagi-lagi harus menjadi sosok yang di tinggalkan. Aku menginginkan pondasi kokoh untuk diriku sendiri Oydis."
"Bella---"
"Aku merasa tersesat dan kehilangan pijakan. Sebab sedari kecil, aku tidak pernah benar-benar di ajarkan tentang bagaimana bentuk cinta itu sendiri, atau bahkan di inginkan seperti anak-anak yang lain. Jadi menurutku, jika kehadiran ku tidak di harapkan, maka aku harus mencari pegangan pada orang lain agar tidak tersingkir hingga di lupakan keberadaannya. Setidaknya, itu dulu yang selalu coba aku tanamkan dalam otakku. Tapi Oydis---"
Menoleh dengan derai air mata yang kembali mengalir pada mata bengkak Bella, ia paksakan segenap senyum di tengah ambang kewarasannya.
"Bella---"
"Aku lupa kalau aku harus menghentikan hal itu. Aku bahkan juga lupa belajar untuk setidaknya tidak terlalu berharap pada manusia. Seharusnya aku tidak begitu bukan?..... Seharusnya aku tidak hidup di bawah naungan belas kasih orang lain bukan? Jadi bagaimana seharusnya aku hidup Oydis? Sebab kini aku merasa putus asa....."
Dengan tangis yang tiba-tiba mengencang, Oydis berderak mendekati Bella dan memeluk tubuhnya dengan erat. Karena setelah itu, guncangan tangis yang keras melanda mereka berdua.
"Oh Bella..."
Nafas mereka sama-sama memburu. Saling mengejar tangis demi menumpaskan segala bentuk sesak yang bercokol di setiap dada. Terutama pada Bella yang kini merasa telah kehilangan arah tujuan hidupnya. Ia benar-benar terombang-ambing sekarang. Jadi, berpegangan erat pada tubuh Oydis seolah hal yang harus ia lakukan agar tidak luruh pada jurang hitam ketakutan.
Mengurai pelukan meski terasa enggan, Oydis memegang masing-masing bahu Bella dengan lembut. Mengupayakan fokus perempuan itu agar tertuju padanya. Dan rungunya mampu menangkap jelas maksud kalimat panjang yang ingin di sampaikannya kini.
"Dengarkan aku Bella..... Tidak ada yang salah dengan semua itu. Semua orang tentu akan mencari alasannya sendiri jika merasa terbuang. Mereka akan berlomba-lomba mencari suatu pegangan yang kuat agar tetap bisa meneruskan hidup. Dan itu juga bukan salah mu jika tidak ada yang mengajarkan tentang bagaimana seharusnya hidup berjalan. Jadi, kau tidak sepenuhnya salah Bella. Meski menaruh harap pada manusia tidak pernah di benarkan."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Pain
RomanceMerupakan suatu kegilaan besar saat Bella memilih untuk menyerahkan seluruh kehidupan nya di bawah naungan sosok yang ia yakini sebagai pegangan untuk dirinya bisa bertahan hidup----- Richolas Elard Zheroun. Dirinya tidak memiliki pilihan lain saat...