07. bersama

6K 550 492
                                    

Setelah susah payah akhirnya Azkia berhasil membawa Garvin kembali ke rumah. Sewaktu di perjalanan Garvin tak hentinya menggerutu tak jelas dan sesekali memuntahkan isi perutnya.

Azkia membaringkan tubuh Garvin dengan perlahan. Rasanya tulang perempuan itu ingin remuk saja karena beban yang dia bawa cukup berat. Mata perempuan itu menatap lekat wajah Garvin yang ia akui sangat tampan. Tanpa sadar ia mengungkapkan dalam hati kalau ia sangat beruntung mendapatkan laki-laki tampan ini. Namun dengan buru-buru Azkia membuang jauh-jauh pikirannya tadi dan berusaha untuk sadar akan kenyataan yang ada.

**

Matahari pagi telah muncul. Sinar fajar masuk melalui celah-celah kamar milik Garvin dan Azkia.

Azkia menggeliat kecil saat ia mulai sadar dari tidurnya. Pagi ini adalah jadwal piket kelas dan ia harus datang lebih awal ke sekolah. Namun, ia tersadar akan beban berat di perutnya. Seketika ia menundukkan kepalanya dan melihat kearah sebuah tangan kekar yang memeluk pinggang kecilnya. Ia mengalihkan pandangannya ke samping dan terlihat wajah damai Garvin yang masih tertidur. Sedikit dengkuran halus terdengar menandakan kalau laki-laki itu masih hanyut dalam tidurnya.

Bukan untuk di sia-siakan, justru Azkia mengambil kesempatan ini untuk mengamati setiap titik wajah Garvin. Rahang yang keras, rambut yang berantakan, bibir yang tak tebal maupun tipis, serta hidung yang mancung membuat Azkia seakan-akan melihat pangeran kerajaan yang di kirimkan kepadanya.

Secara tiba-tiba saja Garvin menggeliat kecil yang membuat Azkia seketika panik. Perlahan mata laki-laki itu terbuka sempurna hingga mereka pun saling berpandangan satu sama lain.

"Why?" tanya Garvin dengan suara seraknya.

Melihat perempuan yang berada di sampingnya itu hanya terdiam saja membuat timbul niat licik di benaknya. Perlahan senyuman kecil terbit di bibirnya. Tangan Garvin terangkat dan menempatkan di belakang leher Azkia dan sedikit menariknya ke depan hingga membuat jarak wajah mereka sangat dekat.

"K-Kak ..." gugup Azkia saat dapat merasakan hembusan napas Garvin di wajahnya. Kini jantungnya sudah berdetak dengan kencang.

Garvin rasa niat liciknya berhasil dan membuat perempuan itu ketakutan. Seketika Garvin memiringkan kepalanya ke samping seraya kembali memajukan wajahnya.

Tak ingin menyia-nyiakan kesempatan ini, akhirnya Garvin ....

"KIA!"

Brak!
Brak!

Seseorang menggedor pintu dari luar hingga rencana Garvin seketika hancur. Dapat di tebak bahwasanya yang menggedor pintu itu adalah Tiffany.

**

Saat ini Garvin sedang memanaskan motornya di depan rumah. Kini di antara Azkia dan Garvin sangat canggung sekali saat mengingat kejadian pagi tadi.

Sesekali Azkia berdecak sebal kala melihat Garvin yang terlalu fokus pada ponselnya. Tidakkah dia tahu bahwasanya saat ini ia sedang takut terlambat.

Drert..
Drert..

Terdengar ponsel Garvin berdering menandakan adanya orang yang sedang meneleponnya. Azkia sedikit jinjit karena ingin melihat siapa yang menelpon. Namun, dengan sekejap ia sadar, apa urusannya.

"....."

"Gua masih di rumah," jawab Garvin.

"....."

"Hm."

"....."

Azkia bersedekap dada menahan kekesalannya. Ok! Ia memutuskan untuk pergi sendiri saja. Akan tetapi baru saja satu langkah di depan Garvin secara tiba-tiba menarik tas perempuan itu hingga membuat tubuh tubuh mungil itu hampir terhuyung kebelakang. Seketika Azkia pun langsung menatap tajam laki-laki menyebalkan itu.

Garvin terlihat tidak memperdulikan tatapan itu dan memilih untuk memakai helmnya karena tidak ingin membuang banyak waktu lagi. Tanpa ingin basa-basi lagi, akhirnya yang sangat di tunggu Azkia selang beberapa menit yang lalu untuk segera berangkat kini terwujudkan.

Setalah beberapa menit kemudian akhirnya motor Garvin berhenti di parkiran sekolah dan jangan lupakan pandangan seluruh siswa/siswi yang berada di sekitar parkiran itu menatap kagum dan banyak juga tatapan sinis yang tertuju untuk Azkia.

"Genit amat tuh cewe,"

"Punya nyali berapa tuh cewe deketin crush gue?"

"PANAS! PANAS!"

"Potek ati Adek, bang,"

"Matahari udah terbit, masih aja halu. BANGUN OI!!"

Azkia tak bisa mengelak dengan menyakinkan dirinya bahwa cibiran itu bukan tertuju padanya. Seluruh mata menatapnya tak suka dan sampai-sampai ada yang meludah. Segitu menjijikkan kah dia.

Azkia langsung berlari kecil menuju kelasnya dengan kepala yang ia tundukkan. Dengan segera ia pun melaksanakan piket kelas dengan rajin dan cepat karena waktu yang sudah mencekik.

Disisi lain, Garvin sedang bolos lagi dengan pergi ke markas tongkrongan mereka bersama ketiga sahabatnya, Reygan, Ardi dan Ragil.

"Dengar-dengar, lo punya pacar baru, yah?" cerocos Ardi tiba-tiba tanpa aba-aba.

Seketika kening Garvin mengerut kala mendengar ucapan Ardi yang terlihat sebagai tuduhan untuknya.

"Lo juga tahu apa yang gua maksud," ujar Ardi sambil meneguk air mineralnya.

"Kia?" Garvin memastikan yang Ardi bahas sekarang.

"Oh, namanya, Kia?" tanya Ardi.

"Bukan," jawab Garvin datar.

"Lah, terus tad ..."

"... Azkia." potong Garvin.

"Yaudah, kan sama, Jamal. Kia ... Azkia ...." Ardi mengulang.

"Ok, gimana kalau gua manggilnya Baby aja? My baby sweetie," ucap Ardi dengan nada manja.

Seketika hawa di sekitar situ menjadi dingin. Sorot mata Garvin menatap Ardi dengan tajam hingga membuat laki-laki itu menelan salivanya dengan susah payah karena sangking takutnya

Tringgggg ....

Bel istirahat berbunyi.

Seluruh siswa berbondong-bondong pergi ke kantin. Namun, lain halnya dengan Azkia. Perempuan itu sudah terbiasa duduk di mejanya sendiri karena ia tidak mempunyai seorang teman. Ia juga tidak tahu mengapa semua orang menjauhinya. Apa salahnya.

Azkia memilih untuk mencari kesibukan supaya bisa melupakan bahwasanya perutnya yang terus berbunyi menahan lapar. Selang beberapa menit, Azkia sesekali tertawa saat menonton video yang membangkitkan humornya dari ponselnya.

Dengan pendengarannya yang sangat jeli. Azkia mendengar suara langkah seseorang yang mendekat padanya. Ia mulai ketakutan, ia takut jika itu adalah dua perempuan yang selalu mengganggunya.

Mata perempuan itu melihat ada tangan seseorang yang melekatkan satu bungkus roti dan air mineral di depannya.

Dengan hati-hati ia mengangkat wajahnya untuk melihat siapa orang itu. Hingga akhirnya penglihatannya menangkap sosok Garvin yang berdiri di depannya

"Jangan manja!" kalimat itu keluar dari bibir Garvin.

Pandangan Azkia turun ke sebuah roti dan air mineral tersebut dan kembali mengangkat wajahnya menatap Garvin heran.

"Buat apa?" tanya Azkia dengan lugunya.

Mendengar pertanyaan perempuan itu membuat Garvin berdecak malas. Ini yang paling ia benci. Bisakah ia untuk langsung menerimanya tanpa menanyakan alasan atau apapun di baliknya. Itu hanya bisa memancing kecanggungan saja.

"Buat lo sedekahin!" jawab Garvin asal karena sangking kesalnya.

AZKIA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang