"Bahkan takdir pun selalu punya cara untuk memisahkan kita."
-Azkia.Saat ini Garvin dan Audi sedang berada di lingkungan sekolah yang jarang di lewati oleh orang-orang.
Sejak pagi tadi Garvin selalu memperhatikan sikap Audi yang sangat berbeda dari biasanya, mulai dari kejadian saat Azkia yang memarahi perempuan itu. Lebih banyak berdiam dan sedikit menjauhi laki-laki itu.
Garvin melihat bibir perempuan itu yang tampak pucat. Ini yang ia khawatirkan, mental Audi yang sedikit terganggu sejak orang-orang yang disayang perempuan itu perlahan satu persatu meninggalkannya sendiri.
Dengan perlahan Garvin menarik tubuh Audi saat melihat mata perempuan itu yang tampak berkaca-kaca. Ia menggeram pelan, jika kejadian kemarin tidak terjadi maka keadaan Audi saat ini pasti masih baik-baik saja. Entah beberapa umpatan ia lontarkan dalam hati saat mengingat bagaimana Azkia yang mengucapkan kata 'enyah' untuk Audi. Tangannya kembali terkepal, dadanya terasa panas saat ini. Saat ini dapat di simpulkan bahwasanya Garvin adalah laki-laki yang sangat mudah terpancing emosi.
Garvin melepaskan pelukan itu dengan lembut lalu sedikit menarik ujung bibirnya membentuk senyuman kecil. Ia mengusap air mata Audi yang mengalir membasahi pipinya. Perempuan sama sekali tidak menolak sentuhan tangan Garvin di pipinya, kalau boleh jujur ia juga menikmatinya.
"Lo jangan masukin ke hati apa yang di bilang sama dia," ucap Garvin.
Kata dia yang di maksud oleh Garvin adalah Azkia. Mengucapkan nama itu sama saja akan membuat emosinya semakin bertambah.
"Maaf karena hadir ke kehidupan kalian," ucap Audi lirih.
Garvin mencoba untuk menetralkan emosinya, "lo gak perlu minta maaf, Audi." tekannya.
"Benar apa yang di katakan Azkia," gumamnya sedih, "semuanya berawal dari kedatanganku." lanjutnya.
"Stop Audi!" geram Garvin yang sudah muak, "lo balik ke kelas!" perintah Garvin dengan amarahnya yang berusaha ia tahan saat ini. Ia melangkahkan kakinya meninggalkan Audi di sana dan pergi entah kemana.
Semesta mempunyai segudang rahasia yang tidak dapat di tebak sekalipun. Semuanya akan berubah seiring berjalannya sang waktu. Cinta? Cinta tidak pernah salah, hanya saja kamulah yang menitipkan hatimu pada orang yang salah hingga pada akhirnya terjerat ke dalam dunia yang kelam, penuh dengan tangisan. Bagaikan perumpamaan sebuah sayap sang burung. Tugasku sebagai Tuannya adalah merawat sayapnya bukan ikut terbang bersamanya.
Terlalu terbawa suasana dan timbullah rasa nyaman hingga akhirnya mengingat bahwasanya hubungan yang dapat terjalin hanyalah sebuah pertemanan saja. Kini akhirnya menyadari ternyata di dalam diri ini terdapat jiwa seni yang terpendam, seni menyakiti diri sendiri secara perlahan.
Terlihat sosok Garvin sedang berjalan dengan langkah lebar menuju ke suatu tempat. Sesampainya, ia membuka paksa pintu kelas yang ia dapat adalah kesunyian, tidak ada satupun manusia berada di sana. Napasnya mulai naik turun saat ini.
"Maaf, Kak," terdengar sebuah suara yang menembus pendengaran laki-laki itu. Ia membalikkan badannya dan melihat seorang gadis sedang berdiri di sana.
"Murid yang ada di kelas ini semuanya ada di ruang ekskul renang kak," ucap Gadis itu.
Tanpa mengucapkan sepatah kata pun ia langsung melangkahkan kakinya menuju ruang yang di ucapkan oleh gadis tadi.
**
Azkia dan Teresia sedang duduk di sebuah kursi. Di depan mereka terdapat kolam renang tempat beberapa siswa untuk berlatih, akan tetapi di ruangan itu kini hanya terdapat mereka berdua di karenakan pembelajaran renang sudah berakhir lima belas menit yang lalu.
KAMU SEDANG MEMBACA
AZKIA [END]
Teen Fiction"ℬ𝒂𝒉𝒌𝒂𝒏 𝒕𝒂𝒌𝒅𝒊𝒓 𝒑𝒖𝒏 𝒔𝒆𝒍𝒂𝒍𝒖 𝒑𝒖𝒏𝒚𝒂 𝒄𝒂𝒓𝒂 𝒖𝒏𝒕𝒖𝒌 𝒎𝒆𝒎𝒊𝒔𝒂𝒉𝒌𝒂𝒏 𝒌𝒊𝒕𝒂." -𝓐𝔃𝓴𝓲𝓪. Hujan itu indah, hujan itu tenang, hujan itu awal dari kisah kita dan juga akhirnya. Begitulah cara alam menyambut dan memisahk...