Malam ini Garvin dan Azkia belum juga tidur untuk menjemput mimpi mereka. Kedua mata mereka terfokus pada langit-langit kamar bernuansa biru muda itu.
"Kia," panggil Garvin tanpa menatap sang lawan bicara.
Mendengar namanya di panggil, Azkia pun langsung mengalihkan pandangannya ke samping tepat ke arah Garvin.
"Iya, Kak?" jawab Azkia lembut.
"Apa yang lo pengin dari pernikahan ini?" tanya laki-laki itu lalu menatap wajah perempuan berwajah lugu yang ada di sampingnya.
Azkia tampak berpikir saat ini, sangat terlihat dari raut wajahnya.
"Kia ... Kia hanya mau satu, yaitu minta coklat yang banyak dari Kakak," jawab Azkia random.
"Ck! lo aneh!" sinis Garvin.
"Kalau Kakak apa?" tanyanya.
"BUAT ANAK BANYAK-BANYAK!" kesal Garvin lalu menarik selimutnya sampai menutupi seluruh tubuhnya.
Azkia langsung bungkam mendengar suara Garvin yang meninggi tadi.
"Buat anak 'kan sulit. Dulu, kata Mama harus pakai tepung yang banyak biar jadi," gumam Azkia yang dapat di dengar telinga Garvin yang tajam.
"Bobo, Kia."
Mendengar itu Azkia langsung menarik selimutnya sebatas dada lalu memejamkan kedua matanya.
"Ngapain, sih, gua harus ketemu sama bocil penurut ini?!" gerutunya di dalam hati saat merasakan Azkia yang langsung menarik selimut tadi. Iya yakin bahwa Azkia pasti langsung tidur.
Entah mengapa ia ingin sekali Azkia menjadi perempuan pembantah untuk sesaat.
**
Pagi ini Azkia sudah rapi memakai seragamnya dan sebentar lagi akan berangkat menuju sekolah.
Namun, saat ini ia seperti orang linglung di dalam kamar. Ia sibuk mencari sesuatu di laci meja belajarnya. Ia masih ingat jika dia menyimpannya di sana.
"Kemana larinya coklat, Kia?" gumamnya risau.
Ya, dia sedang mencari keberadaan coklat yang ia simpan semalam.
Tok ... Tok ... Tok.
"Non, Kia," panggil Bi Ina dari luar kamar.
Mendengar ada yang mengetuk pintu dan memanggil namanya, Azkia pun langsung membukakan pintu kamarnya.
"Den Garvin udah nunggu di bawah, Non," ucap Bi Ina.
"Iya, Bi. Kia bakalan turun sebentar lagi,"
"Kalau gitu Bibi ke bawah dulu, yah, Non," pamit Bi Ina yang langsung di angguki oleh Azkia dengan sopan.
Sementara di sisi lain, Garvin sedang membakar sebungkus coklat yang ia dapat dari laci meja belajar yang berada di kamarnya. Ia sebenarnya tahu bahwasanya coklat ini adalah milik Azkia. Tapi, entah mengapa mulai saat ini ia seperti memiliki rasa dendam yang mendalam untuk coklat.
"Kakak bakar coklat, Kia?" cicit seseorang dari balik tubuh Garvin.
Garvin pun membalikkan badannya dan melihat seorang perempuan dengan tubuh mungil sedang memandang kobaran api yang menghanguskan coklatnya itu.
"Mulai sekarang enggak ada coklat-coklat'an." dingin Garvin.
"Masih untung kalau lo itu cantik, body lo cakep. Lah, ini udah jelek di tambah nanti lo ompong, yang ada gua ilfil liat lo," ketus Garvin lalu pergi meninggalkan Azkia dan menyalakan motornya.
KAMU SEDANG MEMBACA
AZKIA [END]
Teen Fiction"ℬ𝒂𝒉𝒌𝒂𝒏 𝒕𝒂𝒌𝒅𝒊𝒓 𝒑𝒖𝒏 𝒔𝒆𝒍𝒂𝒍𝒖 𝒑𝒖𝒏𝒚𝒂 𝒄𝒂𝒓𝒂 𝒖𝒏𝒕𝒖𝒌 𝒎𝒆𝒎𝒊𝒔𝒂𝒉𝒌𝒂𝒏 𝒌𝒊𝒕𝒂." -𝓐𝔃𝓴𝓲𝓪. Hujan itu indah, hujan itu tenang, hujan itu awal dari kisah kita dan juga akhirnya. Begitulah cara alam menyambut dan memisahk...