Jam pembelajaran telah berakhir beberapa menit yang lalu. Saat ini, Azkia sedang berdiri di depan Garvin yang sedang memakai helm miliknya.
Sebenarnya Azkia selang tadi sudah berusaha memberikan kode kepada Garvin bahwasanya ia sedang kesal dengannya dengan menunjukkan wajahnya yang mengerut. Namun, pandangannya terhadap Garvin bahwa dia memang laki-laki yang tidak peka seratus persen adanya. Sungguh sangat menjengkelkan sekali.
Garvin memutar tubuhnya dan melihat Azkia yang menatap ke arah lain dengan raut wajah yang mengerut. Dia mengambil helm yang sudah ia bawa untuk di pakai oleh Azkia dan memasangkannya di kepala perempuan itu.
"Yok!" ajak Garvin sambil menaiki motornya lalu ia menyalakan mesinnya.
Azkia semakin kesal dan menghentakkan kakinya ke tanah. Ia menatap tajam wajah Garvin.
Garvin yang mendapatkan tatapan itu pun langsung mengerutkan keningnya bingung.
"Lo keserupan?" tanya Garvin dengan raut wajah bingung. Sedangkan Azkia, ia terus menatap tajam laki-laki yang berada di depannya itu.
"Lo kenapa? Gua ada salah?" tanya Garvin dengan nada rendah.
Garvin melihat wajah Azkia yang tampak bulat saat memakai helm yang ia pasangkan tadi di tambah wajah perempuan itu yang tampak bersungut-sungut membuatnya sama seperti anak kecil yang meminta di belikan mainan pada ibunya.
Garvin tersenyum kecil lalu menurunkan kaca helm yang di pakai oleh Azkia dan menempelkan bibirnya di kacanya. Setelahnya ia menepuk dua kali helm itu dengan pelan.
"Istri gua ngambek karna apa, sih?" tanya Garvin sambil menunjukkan senyumannya yang bisa memikat banyak gadis.
Sedangkan di balik kaca helm itu, Azkia sepertinya gagal marah dan kesal karena sudah tergantikan dengan ke lemahan jantungnya saat menghadapi rayuan dan kelembutan Garvin yang walaupun hanya sementara.
Pipi Azkia bersemu merah muda. Perempuan itu rasanya ingin berlari ke tempat yang sunyi dan berteriak kencang di sana.
"Atau lo ngambek karna gua gak kasih izin duduk bareng sama Ragil?" tuding Garvin yang terlalu jauh.
"Gak!" jawab Azkia ketus.
"Terus apa, sayang?" tanya Garvin dengan lembut.
"Asekkk!"
"Gass tross!"
Di balik pagar itu keluarlah sosok Ragil dan Ardi dari sana. Mereka memang sengaja menguping pembicaraan Garvin dengan Azkia, namun tidak semuanya.
"Adekk ... Cinta tak selamanya indah, dek," ucap Ragil yang meniru kalimat yang sedang trend di dunia pertiktokan.
"Gas pol, Vin, sampai pelaminan," bisik Ardi di telinga Garvin.
Sedangkan Garvin, kini hati dan kupingnya sudah terasa panas dengan kedatangan dan perkataan Ardi dan Ragil. Rasanya ia ingin mencampakkan mereka ke sungai Amazon saat ini juga.
"Bangsat!" umpat Garvin pelan.
"Tutor punya pacar dong, Vin," ucap Ardi pada Garvin sambil menaik-naikkan alisnya. Semuanya apa yang mereka lakukan cukup membuat emosi Garvin terus memuncak.
Ardi dan Ragil sama-sama tertawa sampai mulut mereka terngaga besar. Jikalau ada lalat yang ingin berpetualang ke tempat yang ekstrim, mungkin ia sudah masuk ke dalam sana.
Tawa Ardi tiba-tiba terhenti saat melihat keberadaan seorang wanita yang tampak sudah menginjak usia 40 tahun sedang berjalan ke arah tempatnya berada.
"Ardi! Anak Mama!" teriak wanita tadi. Dia adalah Aniarmita, Ibu dari Ardi.
KAMU SEDANG MEMBACA
AZKIA [END]
Teen Fiction"ℬ𝒂𝒉𝒌𝒂𝒏 𝒕𝒂𝒌𝒅𝒊𝒓 𝒑𝒖𝒏 𝒔𝒆𝒍𝒂𝒍𝒖 𝒑𝒖𝒏𝒚𝒂 𝒄𝒂𝒓𝒂 𝒖𝒏𝒕𝒖𝒌 𝒎𝒆𝒎𝒊𝒔𝒂𝒉𝒌𝒂𝒏 𝒌𝒊𝒕𝒂." -𝓐𝔃𝓴𝓲𝓪. Hujan itu indah, hujan itu tenang, hujan itu awal dari kisah kita dan juga akhirnya. Begitulah cara alam menyambut dan memisahk...