Kini Pasutri muda itu sudah berada di kediaman Almajaya. Satu jam yang lalu mereka baru saja kembali dari sekolah.
Sebelum kembali ke kediamannya, Garvin mendapatkan kabar bahwa Pandu dan Tiffany pergi ke Singapura untuk menghadiri acara peresmian perusahaan teman dari Pandu. Kini hanya Garvin dan Azkia serta para pelayan dan penjaga yang berada di kediaman itu. Suasana rasanya sangat sepi dan sunyi sekali.
**
Hari ini adalah jadwal di mana Garvin mengganti perbannya. Setengah jam yang lalu Azkia menghubungi Dokter yang biasa menangani setiap keluarga Almajaya untuk datang ke kediaman mereka.
Tak butuh banyak waktu lagi, akhirnya Dokter yang di panggil Dokter Hagai itu pun datang dengan tas nya yang berisi peralatan yang membantunya merawat pasien.
"Selamat sore," sapa Hagai pada Azkia. Mereka hanya terpaut tujuh tahun di atas Azkia.
"Sore, Dok," Azkia ikut mengapa.
Garvin yang menjadi penonton dari adegan sapa-menyapa itu pun berdecak kesal lalu memutar matanya malas.
Kini mereka sedang berada di kamar Garvin dan Azkia.
Dokter Hagai dengan telaten membersihkan dan memasangkan perban di lengan Garvin.
Setelah menunggu beberapa menit akhirnya Hagai selesai memasangkan perban itu di lengan Garvin.
"Akhirnya selesai," kata Dokter itu sambil tersenyum manis. Ia lalu membereskan barang-barangnya yang berserak di atas nakas dan memasukkannya ke dalam tasnya.
"Ini sungguh perkembangan yang baik. Lengan anda sudah jauh lebih baik sekarang," ucap Hagai.
'Gagu amat,' alibi Garvin tak suka dengan keberadaan Dokter itu.
"Kalau begitu saya balik terlebih dahulu, semoga lekas sembuh," pamit Dokter itu lalu beranjak dari bangkunya hendak keluar dari kamar itu.
Azkia ikut berdiri dan mulai melangkahkan kakinya namun terhenti dengan Garvin yang menarik pergelangan tangannya.
"Lo mau kemana?" tanya Garvin.
"Mau nganterin Dokter Hagai sampai pintu," jawab Azkia.
"Dia punya kaki, lo jangan caper ke dia," datar laki-laki itu lalu sedikit bergeser ke bagian tengah ranjang, "temani gua tidur." pintanya.
"Tapi, Kia ...."
"Lo ngebantah gua?"
"Ck, iya ... Iya," finis perempuan itu yang malas berdebat dengan Garvin.
Azkia pun ikut merebahkan badannya di samping Garvin dengan mata yang masih terbuka karena saat ini Azkia tidak merasakan kantuk.
Baru saja lima menit lamanya Azkia dapat merasakan deru napas Garvin yang sudah teratur menandakan bahwa laki-laki itu sudah terlelap dalam tidurnya.
Hanya termenung yang dapat di lakukan Azkia saat ini dan suara deruman AC yang terdengar mengisi ruangan itu.
Azkia pun bangkit dari ranjang dan mengambil tas sekolahnya tetapi ia langsung kembali ke samping Garvin karena takut jika laki-laki itu bangun dan tidak melihatnya di sampingnya. Pasti dia akan kembali marah lagi.
Azkia duduk di samping Garvin dan mengeluarkan kotak pensilnya yang berisi cat air dan satu buku gambar. Ia menggoreskan cat itu ke kertas itu untuk menggambar sesuatu.
Azkia bukanlah penggambar handal seperti apa yang kalian bayangkan. Dia hanya bisa menggambar manusia lidi, rumah, bunga, dan gunung saja. Bahkan anak TK saja mahir dalam menggambar itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
AZKIA [END]
Teen Fiction"ℬ𝒂𝒉𝒌𝒂𝒏 𝒕𝒂𝒌𝒅𝒊𝒓 𝒑𝒖𝒏 𝒔𝒆𝒍𝒂𝒍𝒖 𝒑𝒖𝒏𝒚𝒂 𝒄𝒂𝒓𝒂 𝒖𝒏𝒕𝒖𝒌 𝒎𝒆𝒎𝒊𝒔𝒂𝒉𝒌𝒂𝒏 𝒌𝒊𝒕𝒂." -𝓐𝔃𝓴𝓲𝓪. Hujan itu indah, hujan itu tenang, hujan itu awal dari kisah kita dan juga akhirnya. Begitulah cara alam menyambut dan memisahk...