chapter 9

8.2K 925 59
                                    

9. Keperdulian orang sekitar

***

Bel istirahat telah berbunyi, Naren, Ravin, Damar dan Ardan telah memasuki area kantin lebih dahulu, meninggalkan Chaka dan Reza yang sedang rapat ketua kelas dan wakil ketua kelas.

"Eh sia beneran jadian sama si Nindi?" tanya Naren pada Damar.

Damar mengangguk. "Udah lama anjir, emang dasarnya aja gak ada yang tau," acuh Damar sambil memainkan hpnya.

"Bener?"

"Heeh. Awalnya gua sama dia udah sepakat buat gak ngumbarin hubungan, tapi lama-lama gak kuat juga," jelas Damar.

Dibalik sikap Damar yang gampang akrab dengan cewek dan sering menotice cewek, Damar telah mempunyai kekasih yang ternyata satu angkatan dengan mereka.

"Jadi selama ini kita salah paham sama lo, Mar. Gua kira lo playboy cap tai kuda," celetuk Naren dengan muka bayinya.

"Lo emang salah nilai gua, gua gak segampangan itu buat ganti-ganti cewek."

"Kan aing tuh gak tau," melas Naren.

"Udah berapa lama lo sama Nindi?" tanya Ravin yang sedikit penasaran dengan kisah cinta salah-satu sahabatnya yang dipandang mudah mendekati cewek itu.

"Jalan 5," singkatnya.

"Kalau bukan gua gak sengaja baca room chat lo, kita gak akan tau ya, Mar?" Damar berdehem.

"Kok bisa anjir sembunyi-sembunyi," heran Ardan.

"Ya bisa lah anjir, pake trik yang bener dong." Damar merasa bangga bisa menyembunyikan status pacaranya dengan kekasihnya itu.

"Tapi Nindi lumayan cantik sih, pas awal masuk SMA aja gua kagum, tapi dulu," ucap Naren dengan jujur tentang rasa kagumnya pada Nindi yang dinobatkan pacar seorang Damar Anggara tersebut itu.

Tak lama Chaka dan Rezapun datang. Chaka memang ketua kelas dan Reza wakilnya, walaupun sikap Chaka yang selengean tapi Chaka dipercayai menjadi ketua kelas.

"Ada rapat apaan?" tanya Ardan kepo.

"Ultah sekolah, selanjutnya ntar dibahas dikelas aja," ucap Chaka dengan cepat. Chaka sudah kelaparan dan ingin segera makan.

"Ulang tahun sekolah?" Reza mengangguk.

"Asam lambung gua naik terus, njir," ringis Reza yang harus menahan sakitnya dari tadi akhirnya bersuara.

"Sejak kapan? Beuhh pantesan lo dari tadi lo diem bae," cerocos Chaka menepuk bahu Reza.

"Aishh..."

"Pesen makan, Za. Bubur aja ya, kayaknya masih ada deh," jelas Damar yang sekarang berdiri.

"Gak pake kecap, bawang-

"Gak usah pake apa-apalah, sorry repotin." Reza memotong perkataan Damar dan langsung diangguki Damar.

"Sans.." Damar pun pergi untuk memesan semangkuk bubur untuk Reza, juga dengan air hangatnya.

Reza menyambar beberapa helai tissu dan mengelap keringatnya yang bercucuran.

"Nih.." Damar menyimpan mangkuk bubur itu dihadapan Reza.

"Thanks ya!" Damar mengangguk dan kembali duduk disamping Naren.

"Suka ke dada ya sakitnya, Za?" Reza mengangguk pelan.

"Keulu hati. Masih bisa gua tahan." Reza menyakinkan, agar sahabat-sahabatnya itu tidak khawatir.

"Lo banyak pikiran apa gimana?" tanya Ravin yang tadi menyimak. Reza menggelengkan kepalanya.

Alvrenza Shaqeel || ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang