Akhir tak bahagia

16K 1.2K 323
                                    

Damar terisak sendu saat tidurnya terganggu karena mimpi ditemui seseorang, Reza.

Dalam mimpi itu Reza tersenyum manis kepadanya, Reza terlihat bahagia disana.

"Mar, jangan sedih terus. Harus kiyowo," tutur Reza didalam mimpi itu.

Damar tak bisa membendung air matanya lagi, kehilangan sahabat satu hal yang membuatnya hancur dan inilah kehancurannya.

Dengan tangan yang sedikit lemas, Damar mengambil hpnya dan membuka chat-chat dengan Reza.

Chat random dan gak ada penting-pentingnya. Apalagi jika membaca chat-chat dalam grup mereka yang berenam.

"Gua gak bisa buat gak sedih, Za. Perginya lo sangat mendadak buat gua, dan gua gak siap," lirih Damar menyendu tak perduli dengan jam yang masih menunjukul pukul tiga dini hari.

"Dan lo gak pamit sama gua.."

Damar membuka galeri dan membuka album bernama 'segengan' yang berisi foto-foto dengan sahabat-sahabatnya.

"Ini pertandingan terakhir kita?" tanya Damar.

Damar tak kuat terus melihat kebersamaan-kebersamaan itu, dengan acuh Damar melempar ponsel itu dan memeluk guling dengan eratnya, menumpahkan kesedihan yang selalu datang disaat-saat seperti ini.

Tak lama ponsel itu berbunyi beberapa kali, membuat Damar lelah mendengar suara telpon masuk itu. Damar mengambilnya kembali dan mengusap tombol hijau.

"[Ha..lo?]" tanya Damar dengan suara puraunya.

"[Mar, bisa kasih gua satu kesempatan buat memperdulikan Reza tepat seperti kalian memperdulikan Reza secara terang-terangan?]" Itu suara Chaka. Damar memejamkan matanya, Damar tau Chaka merasa bersalah dengan sikap acuhnya kepada Reza, tapi bukannya Chaka sudah menjadi sahabat Reza yang terbaik juga?

"[Chakk..]"

"[Gua nyesel, kenapa disaat dia masih ada gua acuh kenapa gua gak pernah nanya dia kenapa, Eza pasti ngerasa kalau gua gak sayang sama dia, gua ngerasa sahabat yang buruk,]" lirih Chaka menyendu.

"[Eza pernah bilang, kalau dia seneng diperduliin dari jauh. Dan lo, berhasil perduli walau gak pernah nunjukin itu..]"

"[Gua kehilangan banget, Mar.]" Damar mengangguk walau Chaka tak mungkin melihatnya.

"[Gua kangen banget sama Eza, Chak. Kenapa gua cuma bisa nangis? Ayo samperin yo ke kos nya, Eza pasti seneng ya?]"

"[Kalau gua bisa dari tadi gua udah disana, Mar.]"

"[Chak, apa gua lebay banget ya kalau tiap malam gua nangis cuma kangen sama dia?]" tanya Damar.

"[Gua pengen tidur dan saat gua bangun gua mau kalau ini cuma mimpi. Tapi seberapa lama gua tidur, kenyataanya masih sama, Eza udah gak ada..]"

"[Chak, janji ya setelah ini kita harus sama-sama. Harus saling jaga, gak mau kan kalau kita harus kehilangan lagi?]"

"[Ya..]"

Tak lama sambungan mereka terputus, Damar menandang sayu nama Chakaliam dilayar hpnya. Ia berjanji akan selalu ada untuk semua sahabatnya, tak ingin kembali kehilangan.

Karena pondasi persahabatan mereka, telah gugur satu.

Tak jauh berbeda dengan keadaan Damar, Chaka memandang langit malam tanpa bintang. Duduk bersila dikursi yang berada dibalkon dengan gitar yang berada dipangkuannya.

Masih merasa kehilangan, sedalam itu Chaka merasa kehilangan Reza.

Reza itu paling sabar diantara semuanya, tak pernah marah dan selalu membawa aura positif kepadanya.

Alvrenza Shaqeel || ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang