chapter 57

9.7K 1K 245
                                    

57. Detik kehancuran

***

Rafisqi menyandarkan bahunya lelah, memijit pangkal hidungnya dengan pelan. Cape, itulah yang dirasakan Rafisqi.

"Saya harus bagaimana Tuhan..." lirih Rafisqi.

"Mas Rafis.." Kedua mata Rafisqi terbuka dan melihat ada Salsha yang kini sudah duduk disampingnya dengan wajah letih.

"Reza kenapa lagi?" Rafisqi menggelengkan kepalanya pelan.

"Reza udah tau?"

"Saya harus memberitahu keadaan Reynand kepada Reza, bukan?" Salsha terdiam.

"Reza mengamuk, nggak menerima jika saya harus menandatangani surat persetujuan itu," lirih Rafisqi. Ini sulit baginya, bukan karena tak menyayangi keduanya hanya saja ini pilihan yang sulit.

Apa harus Rafisqi menentang takdir membiarkan Reynand tetap ada didunia, atau melepaskan dan membuat anak bungsunya hancur sehancur-hancurnya karena kepergian kakaknya?

"Saya sudah pasrah, Mas," lirih Salsha kedua matanya mengenang, matanya sudah memanas dan merah tanda bahwa ada kesedihan dari apa yang dikatankannya.

"Pasrah?" Rafisqi tertawa gentir.

"Pasrah dengan keadaan Reynand lalu membiarkan Reza hancur? Salsha, anak bungsu kita udah rapuh, bagaimana bisa kamu pasrah?"

"Jika bukan pasrah apa yang bisa kita lakukan, Mas? Tetap menyiksa Reynand didalam sana?" tanya Salsha tak kalah tegas..

"Aku tau seberharga apa Reynand dimata Reza, mereka adik Kakak yang kuat, mereka saling menyayangi hanya saja caranya salah. Tapi, jika sudah seperti ini, kita harus apa?" sambung Salsha.

Rafisqi terdiam, sudah Rafisqi bilang bahwa ini sulit. "Aku juga gak mau kehilangan Reynand, aku gak mau Mas. Ibu mana yang anaknya pergi lebih dulu dari pada Ibunya, gak ada Mas!" Salsha membiarkan air matanya mengalir membasahi kedua pipinya.

"Tapi memaksa Reynand untuk tetap disini udah gak bisa, Mas," lirih Salsha.

"Ini sulit, Salsha. Kita bisa ikhlas, tapi Reza belum tentu bisa. Dilihat dari perjuangannya dia selama ini, saya cuma mau berujung indah buat Reza, Salsha. Kasian anak kita, sudah kelelahan, meminta bahagia, tetapi kenapa alurnya harus seperti ini. Jika kita membiarkan Reynand pergi, mau dari mana kita beri bahagia buat Reza. Setelah kita melukainya, kita gak ada cara lain buat Reza bahagia.." jelas Rafisqi, Salsha mengangguk.

"Aku paham, Mas. Sangat paham, aku memang melukainya dan itu tanpa aky sadari. Aku emang ibu terburuk didunia ini, andai Reza gak lahir dari rahim aku mungkin Reza menjadi anak yang bahagia," lirih Salsha.

"Kelahiran tidak bisa disalahkan. Karena nyatanya, kita yang salah sebagai orang tua."

"Dokter sudah angkat tangan, Mas. Dokter itu sudah bilang sama Mas Ardi, buat mempercepat mengambil keputusan kamu," lirih Salsha terisak-isak mengingat penuturan Dokter.

"Kasian, Reynand. Disana sudah sangat tersiksa, tapi aku juga tidak mau melukai anak kita yang lain disini.." Rafisqi menahan air matanya, mengapa masalah datang secara bersamaan kepadanya?

Apa harus ia mengambil keputusan pertama dan membuat Reza hancur?

"Kita lihat Reza.." Salsha mengangguk dan membuntuti Rafisqi masuk keruangan Reza.

Disana, Reza terbaring dengan tatapan kosong. Ntah apa yang ada dipikiran anak berusia 17 tahun yang beberapa bulan lagi genap menjadi 18 tahun.

"Reza.." panggil Rafisqi dengan pelan, ia tak mau membuat Reza kaget lagi.

Alvrenza Shaqeel || ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang