chapter 30

7.7K 904 101
                                    

30. Look at my struggle

***

Bungkam, itu lah yang Reza lakukan saat ini. Tak ada pembicaraan tak kala mobil yang Reynand kendarakan berjalan. Sebenarnya, banyak yang mau Reza tanyakan kepada Reynand saat ini namun rasanya sangat malas untuk memulai pembicaraan.

"Ekhem.." Reza menoleh sekilas mendengar itu. Reza yakin, sebenarnya Reynand juga ingin berbicara dengannya. Tapi yang namanya juga Reynand, tetap gengsi nomor satu.

"Jadi, kenapa lo mau anterin gua pulang?" tanya Reza tanpa menoleh, netranya tetap menatap kosong jalanan kota Bandung dimalam hari.

"Ingin.."

"Ingin kata lo?" tanya Reza tak percaya dengan jawaban yang Reynand katakan, sesingkat itu?

"Lalu? Harus apa yang gua jawab? Karena gua sayang sama lo gitu? Karena gua perduli sama lo, karena gua khawatir sama lo?" kekeh Reynand meremehkan. Reza memalingkan wajahnya menghadap jendela, tanpa Reynand sadari Reza tersenyum gentir.

Reza tak mengharapkan jawaban seperti itu..

"Jangan karena ini lo geer lagi, Rez."

"Geer kata lo? Geer di bagian mananya? Bukannya gua udah nolak buat pul-

Suara handphone dari suara handphone Reynand membuat Reza perkataan Reza terpotong.

"[Iya, hallo, De.. kenapa?]" sapa Reynand.

Reza mengepalkan kedua tangannya mendengar suara lembut yang Reynand keluarkan hanya karena mengangkat telpon yang diyakini dari Abrial.

"[Iya, dijalan ini gua langsung pulang. Mau dibawain apa emang?]"

Lagi-lagi Reza hanya tersenyum gentir, ingin rasanya menertawaan diri sendiri, meneriaki nama sendiri karena telah bodoh mengharapkan seseorang yang kini sudah tak mengkui keberadaanya.

"[Ouh, okey. Gua nganterin anak didik gua dulu, nanti gua bawain martabak kesukaan lo. Mau apa lagi?]"

Anak didik? Oke, Reza berusaha sabar. Karena sabar dan sadar diri harus Reza rasakan, bukan?

"[Gak lama, boba? Gak ada boba ditengah malam kayak gini, jangan ngelindur...]" kekeh Reynand.

"[Gua tutup, ya.]" Reynand pun kembali menyimpan handphonennya dan sedikit melirik kearah Reza yang terdiam.

"Turunin gua!" pinta Reza dengan suara rendah.

"Hah? Turunin?" tanya Reynand karena tak mendengar jelas perkataan Reza.

"Iya.." Reynand menggelengkan kepalanya.

"Nggak, belum sampe.." balasnya seadanya.

"Emang lo perduli apa sama gua? Kalo lo gak perduli sama gua dan gak mau gua geer sama perlakuan lo sama gua, stop melakukan hal kayak gini!" jelas Reza.

"Lo aja yang baperan," celetuk Reynand.

"Gua yang baperan, lo yang gak punya hati!" tukas Reza tak mau kalah.

"Turunin gua.." pinta Reza sekali lagi.

"Lo diperhatiin bisa diam gak sih?" kesal Reynand.

"Gua gak butuh. Karena lo cuma mempermainkan perasaan gua, dan gua gak ngerti jalan pikiran lo."

Reza menatap intens wajah Reynand. Ini Reynand kakaknya sudah ada didepannya, namun kenapa Reza seakan-akan cape dan ingin mengakhiri semuanya.

"Gua cape.." lirih Reza.

"Lo cape gua juga cape!" Reza tertawa sumbang, merasa paling tersakiti namun Reynand juga merasa seperti itu. Kenapa semuanya nampak menyebalkan?

"Anak didik ya?" kekeh Reza.

Alvrenza Shaqeel || ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang