chapter 20

8.7K 933 45
                                    

20. Kelemahan Reza

***

Hari senin adalah hari yang sangat menyebalkan menurut beberapa murid yang enggan dan malas untuk mengikuti upacara. Begitu juga dengan Ardan dan kawan-kawan.

"Aelahh males upacara," keluh Naren sambil memainkan topi nya. Damarpun mengangguk sambil membenarkan letak dasinya yang belum terlihat rapi.

"Udah jangan bacot! Dibelakang kita ada Pak Rey," bisik Ravin.

Posisi mereka itu, Naren dan Chaka, dibelakang mereka ada Damar dan Ravin dan paling belakang ada Reza dan Ardan.

"Aelah.." ketus Chaka.

"Upacara akan segera dimulai, kepada setiap kelas untuk segera membariskan barisannya," instruktur dari orang yang menjadi petugas upacara.

"Lah dia buta? Orang udah pada baris," gerutu Chaka.

"Heeh tuh, banyak bacot emang. Keburu pegel ini," gerutu Nareb juga.

"Bacot.. Naren lo pindah sini sama Eza, lo ngomong mulu perasaan," ucap Ravin.

Naren menengok kebelakang, dan menggelengkan kepalanya.

"Gak mau, ada Pak Rey." Ravin hanya menghela nafas.

"Yaudah makanya lo jangan ngomong terus, lo juga Chak." Chaka yang tidak menerima namanya disebut-sebut menoleh.

"Naon? Aing deui aing deui," kesalnya.

"Kan emang sia sumbernya." Chaka menatap sebal Ravin dan kembali memutar badannya untuk menghadap depan.

Ardan hanya menggelengkan kepalanya, sahabat-sahabatnya itu memang tidak pernah bisa diam. Dimana-mana berisik, apalagi Naren dan Chaka, belum ditambah Damar.

"Ahhhh Ardan pindah depan gua sini, panas," rengek Naren tak kuat dengan cuaca yang menyengat.

"Lo jangan goyang-goyang terus, guru dibelakang merhatiin Narendra!" ucap Ravin menatap tajam Naren yang sedang menoleh kepadanya.

"Dah lah anying aing pundung," ketus Naren menghentakan kakinya dan kembali menghadap depan.

"Dasar bocil gitu aja pundung, kan maneh yang bilang mau disini sama gua, yaudah resiko kepanasan," gerutu Chaka.

Jadi barisan mereka tuh barisan tiga paling belakang, yang terakhir ya Ardan sama Reza.

"Bacot!"

"Chaka Naren bisa diam?" Mereka reflek berdiri dengan tegap ketika mendengar suara Reynand.

"Nah kicep kan," bisik Damar.

"Upacara akan dimulai, dan jika kalian terus mengobrol kalian saya pindahkan kebarisan orang yang kesiangan," tukas Reynand. Setelah berucap Reynandpun kembali kebelakang tak jauh dari posisi Reza dan Ardan.

"So ngatur lah anjir," ketus Chaka.

"Heh, kalau kedenger sama dia habis lo, Chak," ucap Damar.

"Bodo amat."

"Ih Chaka diem, nanti Pak Rey kesini lagi," rengek Naren.

"Udah lo pada diam susah banget sih," ucap Reza yang sudah kesal dengan mereka yang tidak bisa diam padahal Reynand sudah menyuruhnya diam. Reza kesal melihat wajah Reynad.

"Giliran lo yang angkat bicara langsung diam," bisik Ardan.

Diam-diam Reynand mendengar pembicaraan itu. Emang anak-anak klub volly B itu pada bandel, tidak bisa ditegur satu kali.

Reynand sedikit terkekeh mendengar Rezalah yang angkat bicara dan mereka langsung diam.

"Lo udah sedewasa itu, Za?" batin Reynand.

Alvrenza Shaqeel || ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang