chapter 55

8.3K 962 123
                                    

55. Kerinduan Reza

***

"Gua pengen lihat Kakak gua, Kak," ucap Reza dengan  nada memaksa.

"Gak denger kata dokter gimana?" Reza menghela nafas kasar.

"Persetan sama kata Dokter, gua cuma pengen lihat Kakak gua. Ada hak apa Dokter itu larang-larang gua?" tanya Reza.

"Za.. lo masih sakit, gak kuat jala-

"Gua gak lumpuh. Kalau lo gak mau bantu, gua bisa sendiri." Reza akan turun dari brankarnya namun dengan sigap Rio memegang tubuh itu.

"Gak usah pecicilan, gua bantu," kesal Rio. Adik sahabatnya itu sangatlah keras kepala.

Dengan pelan-pelan Rio membantu Reza berjalan untuk menjenguk Reynand yang belum sadarkan diri.

"Gua gak percaya ada diposisi kayak gini, Kak," lirih Reza menatap kosong kedua kakinya.

"Kenapa? Apa?" Reza menghela nafas.

"Gua rasa gua akan terus sendiri, tetapi Tuhan ngasih orang baik buat nemenin gua," kata Reza.

Rio yang merangkul Rezapun menyernyitkan dahinya. "Siapa?" tanya Rio.

"Lo." Rio tersenyum tulus.

"Gua gak bisa bayangin, gimana gak ada lo gak ada sahabat gua, dan mau jadi apa gua sekarang, Kak," ucap Reza.

"Za, kan lo orang baik. Jangan khawatir gak ada yang nemenin," balas Rio.

Reza mengangguk pelan. "Lo tau keadaan Reynand gak, Kak? Apa dia baik-baik aja? Atau bahkan?"

"Reynand pasti baik-baik aja, lo tenang aja."

"Gua pengen tenang, Kak. Tapi pikiran gua aneh-aneh," lirih Reza.

"Tepis dong. Jangan buat pikiran lo keganggu terus, kalau lo kayak gini terus kapan mau sembuh?" tanya Rio.

"Iya, Kak."

Mereka sudah sampai depan ruang rawat Reynand, ruangannya terlihat sepi.

Reza tertenggun melihat tubuh sang kakak yang terbaring lemah dibrankar rumah sakit, beberapa alat kesehatan yang Reza tidak tau fungsinya untuk apa kini menjadi penopang hidup Reynand.

"Mau masuk?" tanya Rio yang menyadari bahwa Reza masih tertenggun hanya melihat Reynand lewat jendela.

"Mau.."

"Tapi jangan sedih, kasian Reynand. Percaya sama gua, Reynand pasti nyadari keberadaan lo disini." Reza mengangguk pelan.

"Mau ditemenin?" Reza menggelengkan kepalanya.

"Gak usah, bisa sendiri." Rio tersenyum tipis.

"Yaudah, gua nunggu disini."

Rio pun membukakan pintu ruang rawat Reynand, dan dengan lamgkah pelan Reza memasuki ruang itu dengan rasa sesak dan perih melihat keadaan Reynand.

Reza duduk dikursi yang  berada disebelah brankar Reyband. "Kakak.." panggil Reza dengan suara pelan.

Tak ada jawaban, tentu saja Reynand masih berada dibawah alam sadarnya. Bahkan dokter tidak bisa memprediksi kapan Reynand akan sadar dari komanya.

"Ayo bangun, katanya mau baikan? Bangun dulu,  kalau udah bangun ayo baikan, katanya mau ngisi lembaran baru seperti adik kakak pada umumnya.."

Reza hanya bisa tersenyum tipis. "Gua lebih suka muka datar dan dingin lo, Kak. Kayaknya gua kangen dapat sinisan maut sama lo, ditatap datar pas gua latihan gak bener, tapi lo selalu terlihat khawatir ketika gua kecapean. Iya kan? Atau gua yang terlalu kegeeran?" tukas Reza.

Alvrenza Shaqeel || ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang