Chapter 15

8.5K 904 63
                                    

15. Tumbangnya seorang Reza

***

Sudah ketiga kalinya dalam sehari, Reza memuntahkan isi perutnya. Reza berjalan tertatih dari kamar mandinya dan sedikit tersentak melihat Chaka dan Ravin yang sudah ada didalam kos-nya.

"Lo pada ngapain kesini?" tanya Reza duduk ditepi tempat tidurnya.

"Nganterin makan buat lo." Itu jawaban dari Ravin. Reza menoleh pada nakas yang terdapat kantung kresek diatasnya.

"Gua bisa nyari makan sendiri padahal," jelasnya singkat.

"Lo gak bisa nyari makan sendiri, jalan aja lo kayak kesakitan. Kenapa gak keklinik aja sih?" cerocos Chaka yang kini sedang menuangkan air untuk ia minum.

"Ngapain? Gua baik-baik aja kali," balasnya.

"Terus bibir lo kenapa? Kena tonjok dimana lo?" tanya Ravin dengan nada yang tidak enak didengar, agar Reza jujur ceritanya mah.

"Lah iya, bibir lo kenapa pren? Sialan, lo ditonjok siapa? Gak terima gua," tanya Chaka memperhatikan sudut bibir Reza yang sedikit membiru.

Reza memegang sudut bibirnya pelan. Apa mungkin itu gara-gara pukulan Abrial tadi?

"Kejedot pintu kamar mandi." Reza memilih berbohong, tentu saja.

"Gak bohong? Bohong dosa lo, mau nambahin dosa lagi lo?" tanya Chaka.

"Ngapain gua bohong, lagian yaudahlah luka dikit doang." Chaka mengangguk.

"Yaudahlah terserah lo. Tuh makan dulu, gua sama Ravin ngantri tau beli nya, awas aja gak lo makan, siap-siap aja lo gua santet," jelas Chaka.

"Nanti dulu." Ravin menghela nafas memperhatikan wajah Reza yang terlihat pucat dan sayu.

"Muntah berapa kali lo dalam sehari?" tanya Ravin dengan datar, Ravin kesal karena Reza terus seperti ini.

Reza membaringkan tubuhnya dengan sangat pelan, sudah sangat lemas mungkin. Chaka duduk dipinggir tempat tidur Reza dan mulai memijit kaki Reza.

"Chak, gak usah," balas Reza tak enak hati.

"Udah diem, gua tau lo sakit." Ravin menatap nyalang Reza.

"Gak lo jawab pertanyaan gua, Za," sindir Ravin. Ayolah, Ravin gak sama dengan Damar yang bisa bertutur lembut, namun Ravin juga bukan Ardan yang ngomong selalu seenaknya.

"Cuma sekali doang, Vin. Udahlah," lirih Reza memejamkan matanya.

Ravin bangkit sembari mengambil handphonennya yang ada disaku celana hitamnya.

"Gua telpon dokter dulu." Mendengar pernyataan Ravin, Reza reflek bangun.

"Awhss... gak us-

Ravin berjalan keluar tanpa memperdulikan Reza yang terlihat akan melarangnya. Reza menunduk memegang perutnya yang sangat sakit.

"Za.." panggil Chaka yang kini memegang bahu Reza yang nampak bergetar.

"Chak.. sshhh sakit," lirihnya.

Alvrenza Shaqeel || ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang