33. Pertikaian
***
"Saya bikin teh dulu, Pak," izin anggota PMR.
"Tidak usah, air hangat saja." Anak itu mengangguk sedangkan Dokter tadi sudah pergi.
"Baik, Pak." Reynand masih menatap Reza yang tak juga bangun dari pingsannya, kenapa adiknya itu sering sekali pingsan.
Reza mengerjabkan kedua matanya dengan pelan, membuka matanya pelan agar tidak terlalu kaget jika pening itu terasa.
"Ini airnya, Pak," ucap anak itu dan menyimpan air hangat itu dinakas.
"Makasih ya, biarkan dia sama saya." Anak itu mengangguk dan melenggang pergi dari hadapan Reynand.
Reza menatap atap ruangan UKS dengan heran, ruangan ini memang sangat asing untuknya. Reza menoleh kepada Reynand yang juga masih menatapnya.
"Udah pingsannya?" tanya Reynand.
Reza tak menjawab, mau menjawab bagaimana jika Reynand saja sudah tau jawabannya.
"Minum dulu," ucap Reynand dan membantu Reza untuk bersandar namun ditepi pelan oleh Reza, Reza hanya tak mau kembali berharap karena perhatian kecil dari Reynand.
"Lemes gitu gak mau dibantu?" Reza menggelengkan kepalanya, dengan pelan Reza mengambil air hangat itu sendiri dan meminumnya pelan. Reynand meringis pelan, takut air itu tumbah dan membasahi tubuh Reza untuk itu Reynand menahan gelas yang sedang Reza minum.
Reza tak berkutik, membiarkan Reynand menahannya dari pada air itu tumpah karena tangannya yang masih lemas. Reza menyudahi meminum air hangat itu dan Reynand kembali menyimpanny dinakas.
"Kalau gak mampu jangan senggan meminta pertolongan orang lain," tutur Reynand.
"Iya, lo orang lain, ya?" Reynand terdiam mendengar pertanyaan Reza.
"Lupain." Reza berdecih pelan.
"Tau mau pertandingan kenapa gak makan dulu? Udah tau punya badan ringkih, perhatiin sekali-kali," tutur Reynand mengomelinya.
"Gak papa, urusan badan gua," lirih Reza. Reynand menatap Reza dengan lekat, ada tatapan khawatir yang Reza tangkap dari sana namun Reza menepisnya bisa saja Reynand khawatir karena takut ia tak bisa mengikuti pertandingan, bukan?
"Makan sama gua yuk? Dikantin sebelum pertandingan," ajak Reynad berharap Reza mau mengikutinya.
Reza menggelengkan kepalanya. "Jangan so baik kalau ujungnya lo kembali sama Reynand yang gak kenal sama gua, udah gua tegasin gua gak mau kembali berharap," jelas Reza terkesan tegas namun dengan suara rendah, namanya juga orang baru bangun dari pingsan.
"Apa lo gak bisa ngerti bahwa ini perhatian seorang guru kepada muridnya?" Reza menggelengkan kepalanya.
"Karena tetap, gua lihat lo sebagai Kakak gua bukan guru gua," tukas Reza dan memalingkan wajahnya.
"Mau sampai kapan?"
"Boleh gua tanya juga, mau sampai kapan lo kayak gini sama gua, Kak?" Reynand kicep, Reza selalu punya cara untuk membuatnya terdiam tak bisa menjawab.
"Yaudah." Reza turun dari brankar UKS dan mengambil sepatunya yang mungkin sempat dibuka untuk pertolongan pertama tadi.
"Mau gua kayak gini atau enggak, bukannya tidak bisa merubah hukum alam bahwa gua sama lo saudara?" Reza terdiam dan memberhentikan kegiatannya yang sedang mentalikan sepatunya.
Reza menoleh. "Tapi lo gak mau anggap gua adik lo, lo udah nentang hukum itu sendiri, so?" Reynand kembali kalah.
Reza berdiri dan melangkahkan kakinya untuk keluar dari UKS sekola Merah Putih ini. Berduaan dengan Reynand hanya akan muncul-muncul pertikaian kecil yang keluar dari mulut mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Alvrenza Shaqeel || END
Teen FictionBertemu seolah tak saling kenal, nyatanya ada rindu yang saling bersuara ~ AlvrenzaShaqeel Kecewa dalam tatap dan rindu dalam diam ~ ReynandAkbar Start = 19 Desember 2021 Finis = 31 maret 2022