18. MENDEKATI HARI H

53 35 8
                                    


WELCOME TO MY STORY, I HOPE YOU LIKE IT. AND PLEASE KEEP YOUR WORDS IN THE COMMENTS...ಠ_ಠ

Kita sama-sama berjuang untuk saling melupakan, tapi seperti nya takdir tidak ingin seperti itu.

HAPPY READING❤

........................................................................


Beberapa hari berlalu, kini waktu pernikahan sudah dekat. Memang selama sebulan ini semuanya disibukkan oleh persiapan pernikahan, bahkan Devan harus beberapa kali menunda pekerjaan dan meminta bantuan pada sekretaris nya. Untungnya keadaan sang Mama tidak memburuk.

Saat ini ia tengah memilih tempat untuk pelaksaan hari sakralnya. Oh, ayolah kalian percaya bahwa Devan akan memilih tempat yang bahkan tak ingin ia tempati bersama gadis  yang akan menjadi pendamping nya. Tentu saja saat ini ia kembali 'menemani' sang Mama.

"Ma, gak usah mewah-mewah. Yang sederhana aja, udah." Jengah Devan pada akhirnya. Amara tentu tidak mempedulikan anaknya itu, dan terus berbicara kepada pengurus panggung nya.

Devan berdecak, dan menarik Mamanya itu sedikit menjauh, dari sang pemilik panggung pernikahan nya nanti.

"Kenapa sii? Mama belum selesai ngomong sama orang nya." Protes Amara sebal, dengan anak lelaki nya itu.

"Ma, gak usah yang terlalu mewah banget, yang sederhana aja... Gambar yang dikasi tadi bagus kan, ngapain pake ditambah-tambah?" Sungut Devan.

Amara memukul lengan anaknya itu dan berkata. "Ini pernikahan anak Mama satu-satunya yang keluar dari rahim, jadi harus perfect. Ditambah calon mantu Mama itu juga perfect orang nya."

Devan memberengut kesal, lihatlah saat ini. Devan seperti anak kecil yang merajuk, bukannya menggemaskan malah menyeramkan, karna muka dingin yang ia miliki.

Sekitar tiga puluh menit, Amara mengurusi panggung acara pernikahan bersama pengurus nya tadi, ia pun mendekati Devan yang tengah bersender  di dinding dengan memainkan ponselnya. Amara dapat melihat anaknya itu sedang kesal.

"Mama, udah selesai nih. Ayok langsung pulang, katanya mau pulang." Sindir sang, Mama yang melihat Devan sedari tadi fokus dengan benda pipih dan kecil itu.

Devan menatap sang Mama, dan berucap. "Ya udah ayok, Devan dah bosen." Lalu, putra tunggal keluarga Von itu berjalan duluan, meninggalkan sang Mama dibelakangnya.

Amara mendelik, tapi tetap mengikuti jalan anaknya itu. Selama dalam perjalanan, keheningan menyelimuti keduanya. Tapi, Amara tiba-tiba teringat sesuatu. "Oh, iya persiapan pernikahan kamu udah sembilan puluh persen selesai."

Devan menoleh cepat ke Amara, ia terkejut? Pasti. "Bukannya masi ada persiapan buat cattering dan lain-lain ya, Ma? Kok cepet banget?" Ujar Devan dengan nada kesalnya.

"Kenapa? Bagus dong kalau cepat, lagian di tempat tadi tuh, Mama bukan cuma ngurus panggung sama tempat doang. Mama juga ngurus cattering, undangan, dan lain-lain." Balas Amara santai, membuat Devan sedikit naik pitam.

"Pernikahan kamu ini, beberapa hari lagi loh bakal terlaksana, sayang. Mama gak sabar liat kamu ada di pelaminan nanti nak." Tambah Amara penuh harap dimatanya.

"Ya ampun, Ma.. Devan tuh belum siap buat semua ini, Devan gak--"

"Mama berharap sekali sama kamu, nak. Berharap agar kamu tidak menyakiti calon istri kamu itu, dan menyanyangi nya dengan penuh kasih." Potong sang Mama dengan menatap mata putranya itu.

Devan terdiam tanpa ingin membahas lebih lanjut, ia kembali fokus pada kendaraan nya. Bagaimana ia akan menyayangi gadis itu? Hingga dua puluh lima menit dalam keheningan mereka telah tiba di rumah besar itu.

DEVTA (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang