Halooo!
Triple UP nih wkwk
Udah di masukin perpus belum?
Happy reading...
Jangan lupa vote dan komentar 😍
***
Setelah dua puluh menit berkendara dengan motornya, Shaga akhirnya sampai di rumah besar bergaya Eropa. Rumah yang sebelumnya tidak pernah sudi Shaga kunjungi kecuali ketika sedang terpaksa karena tuntutan orang tuanya. Dan lihat, dia ke sini sekarang karena ada mau nya. Ingin segera membicarakan persyaratan yang Hazel ajukan tadi. Persyaratan yang akan membawanya dalam kebebasan dari gadis itu.
Shaga melepas helm full face nya, lalu menyugar rambut tebal nya ke belakang dengan gerakan acak. Setelah melepas jaket nya, cowok itu berjalan dengan langkah lebar kemudian menekan bel sesampainya di pintu utama.
Pintu terbuka, ada Mbak Susi yang keluar dari sana. Memberikan senyum segan pada Shaga. "Den Shaga, masuk, den." Wanita itu mempersilakan Shaga masuk, dan menyuruhnya langsung ke lantai atas saja. Di mana kamar Hazel berada. Jangan heran. Hazel memang tinggal berdua saja dengan Mbak Susi, asisten rumah tangga nya. Setahu Shaga, Ibu gadis itu sudah meninggal, dan ayah nya kembali menikah. Hanya itu. Selanjutnya Shaga tidak tahu lagi karena tidak peduli.
Shaga ketuk pintu itu dengan tekanan cukup kuat, tidak lama, pintu terbuka dan munculah sosok Hazel. Gadis cantik bersurai coklat yang memiliki kulit putih lembut seperti susu. Gadis semampai dengan badan ramping. Gadis pemilik bola mata coklat terang yang tajam. Gadis berwajah jutek yang tampak sekali sombong dan menyebalkan. Well Shaga tidak heran, Hazel adalah semacam perempuan antagonis dalam novel. Sudah seharusnya wajah songong itu terpasang.
"Masuk." Hazel membuka pintu lebih lebar, Shaga masuk kemudian duduk di sofa single berwarna ungu yang terletak di sudut ruangan. Di tatap nya sosok Hazel yang berjalan tertatih menuju meja belajar. Kaki gadis itu masih pincang akibat kecelakaan minggu lalu.
"Baca ini, dan tanda tangani," suruh Hazel selagi memberikan selembar kertas pada Shaga. Walau kebingungan, Shaga terima kertas itu. Seketika matanya berubah tajam, membaca deretan kalimat yang tertulis di kertas itu.
Itu adalah perjanjian antara dirinya dan Hazel mengenai syarat yang gadis itu ajukan. Mengapa harus di buat janji di atas kertas begini? Apa gadis itu tidak percaya padanya?
"Gue nggak butuh kertas perjanjian ini. Gue cowok yang nepatin janji dan bertanggung jawab. Nggak usah khawatir gue bakal ingkarin syarat ini," ucap Shaga sambil melayangkan tatapan sinis pada Hazel.
Gadis itu menatap datar, "Tapi gue tetap nggak percaya. Mengingat lo yang beberapa kali ninggalin gue demi Natasya. Lo jelas tahu, 'kan, syarat yang gue ajukan adalah gue pengen habiskan waktu sama lo tanpa ada Natasya selama dua bulan. Gue sangsi, lo bisa tahan, Shaga. Makanya, gue bikin surat perjanjian itu." ucapnya tenang tanpa ekspresi. Dan itu membuat Shaga kesal.
Shaga terdiam. Apa yang Hazel katakan memang benar adanya. Sudah puluhan atau bahkan ratusan kali, Shaga meninggalkan Hazel demi Natasya. Tidak pernah sekalipun, Shaga mengabaikan panggilan Natasya jika sedang bersama Hazel. Dan untuk dua bulan ke depan, Shaga mungkin tidak punya waktu untuk bertemu Natasya. Berat memang, tapi akan Shaga lakukan.
"Gue nggak akan ingkar. Gue bakal terus sama lo selama dua bulan dan ninggalin Natasya," ujar Shaga meyakinkan lewat sorot mata.
"Sekalipun kalau Natasya sakit? Lo bisa janji ke gue, nggak bakal samperin dia, Shaga?"
"Itu beda lagi urusannya! Harus ada tolerans—"
"Gue nggak akan kasih toleransi sekalipun Natasya sekarat!" Hazel menyela dengan dingin, "Itu persyaratan nya. Silakan tanda tangani kalau lo setuju, dan silakan keluar dari sini kalau lo nggak mau."
KAMU SEDANG MEMBACA
SHAGA (SELESAI)
Teen FictionJUDUl AWAL HAZEL. *** Shaga Putra Mahatama, menyesal karena menyetujui perjodohan nya dengan gadis asing, enam bulan lalu. Kemudian, karma datang menghampirinya. Dua bulan menghabiskan waktu dengan Hazel, Shaga jadi menyesal karena selalu mengangga...