SHAGA || SIXTEEN

91.5K 13.1K 3K
                                    

Halo!

Yeay, vote nya nyampe 1.5K! 🤩🥳

Makasih banyak pren, komen nya juga melampaui batas 🤧

Sesuai rencana, aku baka double UP. Tapi satu bab lagi, untuk nanti malam ya, jam 7! 🥰

Karena nggak aku edit ulang, tolong tandai kalau ada typo ya 😆

Happy Reading...

Jangan lupa vote dan penuhi setiap baris nya dengan komentar 🤩

***

"Jangan..., jangan di lepas." Shaga tak berani menatap mata Hazel yang ia yakini sedang menatapnya bingung. Jangankan Hazel, dia juga sendiri bingung, kenapa rasanya tidak rela sekali melihat cincin yang pernah ia sematkan enam bulan lalu di lepas.

Pertahanan tangan Shaga dalam mencegah tangan Hazel melepas cincin itu amatlah kuat. Cukup kuat sampai Hazel meringis di buat nya. "Shaga," suara Hazel tetap tenang seperti biasa. Tidak ada emosi sema sekali yang terbaca. Baik di nada suara, pun dengan wajah nya yang kini Shaga tatap.

Shaga tidak pernah mengerti, apa yang ada di pikiran Hazel dan bagaimana perasaan gadis itu hingga saat melepas cincin pun, Hazel terlihat sama sekali tidak masalah.

"Shaga."

"Kamu mau selesai?" tanya Shaga memperlonggar cengkeraman tangan nya pada Hazel. "Fine, kita selesai."

Hazel tersenyum dan mengangguk, hendak coba melepas tangan nya dari kuasa Shaga namun justru terlonjak ketika cowok itu menariknya semakin dekat. Cukup dekat sampai ujung hidung mereka hampir bersentuhan.

"Dan kita nikah sekarang juga," sambung Shaga.

Baru kali ini, Shaga bisa melihat wajah tenang Hazel sedikit terusik, mata nya membelalak sebentar meskipun kembali normal. "Jangan bercanda, Shaga."

"Aku nggak bercanda, Elysia. Menurut kamu, aku langgar janji, 'kan? Fine, dan aku akan ikuti sanksi yang kamu kasih. Menikahi kamu."

Hazel menatap Shaga datar, sedikit dingin, membuat Shaga tidak nyaman. "Udah aku bilang, aku nggak serius dengan sanksi itu."

"Tapi aku menganggap nya serius. Surat perjanjian itu juga di tanda tangani sama kamu dan aku. Nggak ada poin yang menyebutkan sanksi itu tidak serius. Di sana justu tertulis baik aku dan kamu sama-sama menandatangani nya dengan keadaan sadar tanpa tekanan," urai Shaga dalam satu tarikan napas.

Senyum miring Shaga terbit melihat keterdiaman Hazel. Cowok itu merogoh saku celana, mengeluarkan handphone dari sana. Menekan beberapa angka sebelum kemudian mengangkat benda pipih itu ke telinga menggunakan sebelah tangan sementara tangan lain masih mencekal tangan Hazel.

"Halo, mama." Shaga menyapa seseorang di telepon dengan mata tetap menatap lurus pada manik Hazel. "Mama di mana? Ada yang mau aku bicarain, Mam. Tentang aku sama Hazel."

"Jadi aku sama Hazel rencana nya mau nik—" Shaga tersenyum mengejek ketika handphone nya di rebut Hazel.

"Halo, Mama," ujar gadis itu. "Nggak, kok. Lagi bercandaan sama Shaga. Hmm, iya. Nggak, nggak serius. Ya udah, aku masuk kelas dulu istirahatnya udah selesai. Iya, Ma. See you."

Shaga terima handphone itu saat Hazel memberikan nya. "Mau nikah di Gedung mana?" tanya Shaga semakin menjadi.

Terdengar helaan napas lelah dari lawan bicara nya membuat Shaga menatap Hazel setelah sebelum nya sibuk dengan handphone. "Aku booking sekarang."

SHAGA (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang