Helo!
Kalau mau update besok pagi, aku target 6K komen ya ^^
Kalau keberatan, nggak apa, aku update 3-4 hari sekali sambil nunggu vote 🥰
Happy Reading...
Vote, komen, Share.
***
"Sayang." Shaga berdiri dari duduknya di tempat tunggu khusus wali/pengantar. Hari ini, dia menemani Hazel untuk memenuhi panggilan karena Hazel di panggil sebagai salah satu saksi atas kematian Natasya.
Bukan Hazel saja, Shaga sendiri kemarin di panggil untuk di mintai keterangan. Dan dia berusaha semaksimal mungkin menjawab jujur pada setiap pertanyaan yang di ajukan.
Selain Shaga dan Hazel. Anthon dan Mbak Nur juga di panggil. Mbak Nur di panggil pada hari pertama saat Riko melaporkan kasus ini, sedangkan Anthon, sepertinya belum di panggil.
"Are you okay?" tanyanya Shaga khawatir. Dia mendekat, merangkum wajah Hazel yang pucat dengan tangan besarnya. "Kita pulang, ya? Kamu pasti capek."
Lelah dan stress pasti Hazel rasakan, karena Shaga sendiri merasakannya. Di todongkan banyak pertanyaan yang sama namun dengan pernyataan yang berbeda sungguh membuat para saksi kadang stress sendiri. Kuncinya, selama kita jujur, bagaimanapun pertanyaan yang sama di ajukan, jawabannya pasti akan tetap sama atau konsisten dengan jawaban sebelumnya pasti jadi penyelamatnya.
Kemarin, Shaga menghabiskan waktu dua jam lamanya di ruangan pemeriksaan. Berbeda dengan Hazel yang sedikit lama sampai memakan waktu empat jam.
"Aku nggak apa, Ga," ucap Hazel saat Shaga hendak menggendongnya.
Shaga berdecak, tidak apa bagaimana? Wajah Hazel pucat sekali, belum lagi kondisi Hazel yang baru saja keluar dari rumah sakit tadi pagi dan langsung datang ke Polda demi memenuhi panggilan.
Karena Hazel keras kepala tidak ingin di gendong, alhasil Shaga hanya merangkulnya saja. Mereka berjalan beriringan keluar setelah sebelumnya pamit pada penjaga.
"Kamu nggak nanyain hasil kesaksianku?"
Shaga yang hendak menutup pintu mobil setelah Hazel masuk ke kursi penumpang, menghentikan gerakan tangannya. Dia tersenyum tipis. "Nanti aja kalau kamu udah lebih baik, baru cerita." Shaga tutup pintu mobil lalu memutari depannya kemudian masuk dan duduk di balik kemudi.
"Shaga..., apa kamu bakal benci sama aku kalau ternyata salah satu keluargaku adalah orang yang kasih uang sama tante Lilian buat mencelakakan anaknya?"
Shaga langsung menoleh pada Hazel, terdiam menatap gadis itu yang tampak rapuh. Sorot mata datar dingin yang biasa Shaga lihat, kini tidak dia dapati. Hanya ada sorot penuh harapan yang bisa Shaga lihat di sana.
"Aku nggak akan benci, hanya mungkin lebih ke..., nggak habis pikir aja. Ada manusia yang tega membayar orang lain demi mecelakakan manusia lainnya," ucap Shaga membuat Hazel menunduk.
"Tapi, balik lagi seperti yang aku bilang kemarin, bahwa semua manusia bertindak karena suatu alasan. Perasaan, pola pikir, dan isi hati manusia itu berbeda, Sayang. Ada manusia baik yang tidak pernah menyimpan dendam, tapi juga ada manusia yang karena terlalu banyak terluka jadi menimbulkan dendam. Kita nggak tahu seberapa besarnya rasa sakit mereka sampai nekat membalas kejahatan dengan kejahatan. Kita wajib mengingatkan, tapi kita gak bisa maksa mereka untuk berpikiran sama dengan kita bahwa dendam itu nggak baik.
Mereka melakukan itu dengan sadar, dan aku hanya berharap, setelah semua ini selesai mereka menyesal dan mau menerima hukuman karena bagaimanapun mereka salah." Shaga tutup ucapannya dengan senyum yang sengaja dia buat agar Hazel berhenti murung. "Jadi, mana mungkin aku benci sama kamu, Hazel."
KAMU SEDANG MEMBACA
SHAGA (SELESAI)
Teen FictionJUDUl AWAL HAZEL. *** Shaga Putra Mahatama, menyesal karena menyetujui perjodohan nya dengan gadis asing, enam bulan lalu. Kemudian, karma datang menghampirinya. Dua bulan menghabiskan waktu dengan Hazel, Shaga jadi menyesal karena selalu mengangga...