SHAGA || THIRTY EIGHT

83.7K 11.4K 3.1K
                                    

Halo!

Aku update cepet, harap vote nya jangan bolong-bolong. Kalau nggak keberatan, cek ulang bab sebelumnya sambil baca ulang. Thankyou.

***

"Jadi..., kenapa mbak bisa di kurung?" tanya Shaga sesaat dia selesai membersihkan semua luka yang ada di wajah Mbak Nur. "Mbak di siksa?"

Mbak Nur tidak menjawab, dia menunduk, memerhatikan tangannya sendiri yang gemetar memegangi mug berisi teh hangat. "Mbak udah aman. Mbak nggak akan di kurung atau di siksa lagi. Aku yang bakal nolong mbak, dengan syarat mbak mau cerita semuanya."

Mbak Nur mengangguk, perlahan dia menatap wajah Shaga. "Hari itu malam sebelum Non meninggal, mbak masuk ke kamar non Natasya buat mastiin kondisi dia baik-baik aja, Den. Karena non udah di kurung selama tiga hari, tanpa di kasih makan sama Ibu."

"Di kurung?"

"Iya. Hari Minggu tepatnya, entah mereka pulang dari mana, non Natasya di pukul sama Ibu, sampai akhirnya non pingsan. Besoknya, non Natasya coba buat kabur tapi ketahuan dan berakhir di kurung. Mbak khawatir karena non nangis terus, mbak juga masuk beberapa kali ke kamar non buat pinjamin hape mbak biar bisa hubungi den Shaga supaya bisa nolongin non keluar dari rumah, tapi katanya den Shaga nggak mau jawab.

Di malam sebelum meninggal itu kondisi non udah bener-bener lemas, den. makanya mbak masuk ke kamar buat mastiin non baik-baik aja. Mbak keluar seudah minjamin hape mbak, beberapa menit kemudian, mbak balik lagi ke atas karena mau ambil hape itu. Tapi ternyata di dalam ada Ibu. Lagi marahin non habis-habisan. Kedengeran ada suara yang kebentur beberapa kali, jadi mbak nekat buat intip dari celah, dan ternyata Ibu yang lagi benturin kepala non ke meja belajar tanpa ampun. Seudah itu mbak nggak berani intip dan mutusin buat sembunyi di kamar mandi luar samping kamar non.

Gak lama dari situ, Ibu keluar dari kamar. Mbak masih di dalam kamar mandi posisinya, dan nggak sengaja dengar suara Ibu lagi teleponan sama orang, den."

"Teleponan? Sama siapa?"

Mbak Nur menunduk lagi, memainkan gelas di tangannya. "Mbak nggak tahu, siapa orangnya. Tapi yang mbak dengar itu. Ibu bilang udah lakuin apa yang orang itu suruh, sekarang transfer uangnya," jelas Mbak Nur. "Cuma itu, mbak nggak dengar lagi."

Kepala Shaga pening sekarang. Rasanya ingin meledak, tidak cukup penyesalan sekarang malah menambah kerumitan tentang kematian Natasya yang kemungkinan besarnya bukan bunuh diri.

"Nah seudah Ibu pergi ke lantai bawah, baru mbak Nur keluar dari kamar mandi, dan buru-buru masuk ke kamar non Natasya, tapi ternyata mbak terlambat. Karena non udah nggak ada."

"Kenapa mbak nggak lapor polisi saat itu juga?"

"Niatnya gitu, den. Tapi pas mbak keluar, ternyata Ibu udah balik ke atas, dan tiba-tiba semuanya jadi gelap, pas ibu mukul mbak pakai tongkat. Seudah itu mbak nggak tahu apa-apa lagi, dan pas bangun, mbak udah di Gudang dalam keadaan di kunci."

"Mbak nggak ngarang, kan? Mbak nggak lagi bohong?"

"Sumpah Demi kehidupan anak-anak mbak. Mbak nggak bohong, den."

"Terus, cara mbak bisa keluar dari Gudang ini gimana?"

"Mbak loncat dari jendela pentilasi yang mbak hancurin, Den. makanya baru bisa keluar tengah malam begini, kalau siang, mbak pasti bakal ketahuan."

Shaga mengangguk, lalu mengusap wajah gusarnya. Dia tidak bisa menangani kasus serumit ini, dia harus bicara pada Riko dan membiarkan orang yang lebih paham menyelesaikan semuanya.

SHAGA (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang