Assalamualaikum...
Masya Allah, kaget banget lihat target komen ternyata terpenuhi 😂
Ku kira nggak akan sampai, tapi ternyata ternyata aku salah 😆
Makasih banyak buat kalian yang udah spam komen, sesuai janji, aku punya hadiah buat kamu yang spam komen terbanyak, ada novel bekas punyaku yang masih layak baca. Siapakah orang itu? Aku spill nanti siang di story instagram ku, bagi pemilik akun wp yang nanti aku sebutkan, tolong dm aku ya 🤗
Aku update kalau bab 46,47,49, dan 50 udah 4k votenya ya <3
atau seperti biasa, di ganti target komen, aku kurangi deh jadi 8K.
Pilihan ada di kalian, aku nggak maksa, mau nunggu vote penuh ya monggo, atau mau kerja sama buat spam komen, ya syukur. Okay, semangat 🤗🥰
***
"Hari ini, perjanjian kita selesai, Shaga." Hazel sedikit mendongak, maniknya bersirobok dengan sepasang mata hitam Shaga yang kosong. "Udah dua bulan, Ga. Udah saatnya aku pulang."
Perjanjian? Dua bulan? Selesai?
Dada Shaga begitu sesak mendengar bagaimana entengnya Hazel menyebutkan tiga hal itu. perjanjian dua bulan mereka yang bahkan Shaga lupakan. Entah sejak kapan, Shaga lupa dengan perjanjian itu, dia mungkin tidak akan ingat jika Hazel tidak mengungkitnya hari ini.
"Aku udah bilang Mama mau pulang hari ini, barang-barangku juga udah di beresin." Hazel berujar sambil menunjuk sebuah koper sedang yang berisi bajunya. Koper yang baru kemarin Shaga bawa namun sekarang sudah harus kembali ke tempatnya.
"Hari ini, supirku jemput, Ga. Aku pulang ke rumah dulu baru ke sekolah, udah ijin juga. Jadi kamu bisa pergi duluan," ujar Hazel sambil membuka ransel Shaga lalu memasukan bekal yang sudah siap ke dalamnya.
"B-biar aku yang antar kamu."
Hazel menggeleng. "Supir udah di depan," katanya sambil mengecek jam di tangan. "Aku pergi sekarang ya?"
Shaga bergeming, tenaga nya seolah hilang, bahkan untuk mengangguk pun rasanya dia tidak sanggup. Sementara tidak mendapati respons apapun dari Shaga, Hazel menatap heran. "Ga..., Shaga!"
Shaga mendongak, dan Hazel baru sadar lelaki itu tampak tidak fokus. "Kamu kenapa?"
"Bisa bantu aku ke kamar? Kayaknya aku nggak enak badan."
Hazel menyentuh kening Shaga, aman, tidak hangat apalagi panas. Gadis itu sedikit kaget ketika tangannya diambil lalu di simpan dekat dada. "Sakit, di sini, dada aku sesak," lirih Shaga. Demi Tuhan, dia sama sekali tidak berbohong, Shaga rasakan jantung, hati, atau apalah itu di dalam sana bermasalah, seperti terhimpit sesuatu dan membuatnya sesak.
Tanpa kata, Hazel bantu Shaga untuk berdiri dan memapahnya ke kamar. Dia baringkan Shaga di kasur dan sekali lagi mengecek suhu tubuhnya. "Mau aku panggil Dokter?"
Shaga menggeleng lalu memejamkan mata, dia rasakan kepalanya di usap berulangkali, kadang usapan itu menjadi pijatan kecil yang sedikit membuatnya lebih baik. "Sakit?" tanya Hazel.
Shaga menggeleng, lalu membuka mata, mendapati wajah Hazel tepat ada di depannya, dan sesak itu kembali datang. Tidak mau hatinya terus berdenyut, Shaga putuskan untuk memejamkan mata lagi, lelaki itu diam menikmati usapan Hazel di kepalanya. Ya, lebih baik begini, dia memejam mata lalu kembali tidur, kemudian dia akan bangun dengan keadaan baik-baik saja 'kan?
***
Shaga terbangun ketika mrasakan sesuatu yang basah dan hangat berulang kali menyentuh pipi nya, Panpan, begitu nyaman menjilati sekitar wajah Shaga membuat lelaki itu mengerang dan segera bangun dari tidurnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
SHAGA (SELESAI)
Teen FictionJUDUl AWAL HAZEL. *** Shaga Putra Mahatama, menyesal karena menyetujui perjodohan nya dengan gadis asing, enam bulan lalu. Kemudian, karma datang menghampirinya. Dua bulan menghabiskan waktu dengan Hazel, Shaga jadi menyesal karena selalu mengangga...