Halo!
Makasih buat 1.53K vote dan 3.49K komen nya 🤩
Terkhusus, aku berterima kasih banget buat yang suka kasih komen di tiap baris, ada beberapa belas orang, aku lupa catet nama akun nya. Tapi aku bener2 makasih banget ya! ❤
Target nya aku naikin ya, harusnya sih bisa karena rata2 vote udah sampai 1.8K
1.7K votes dan 2K komen buat next chapter depan, semangat! 🤗
Happy reading...
***
Shaga masuk ke area lapang futsal dengan sebelah tangan menuntun Hazel sementara tangan yang lain menjinjing kantung belanja minimarket. Dia edarkan pandangan ke sekitar tribun kiri untuk menemukan teman nya dan ternyata mereka ada di sisi kanan. Shaga berdecak, dia harus memutar terlebih dahulu ke arah gawang untuk sampai sana, kembali ke luar dan masuk lewat kanan juga percuma, mereka sudah berada di tengah-tengah.
Shaga rasakan tangan yang dia genggam perlahan menjadi dingin, dan sedikit lembap, menoleh, Shaga dapati wajah Hazel menjadi pucat. Shaga perhatikan mata gadis itu, sama seperti di sekolah tadi, kosong dan abai terhadap sekitar. "Hazel," serunya namun agaknya tidak terdengar oleh gadis itu.
"Hazel!" lagi, Hazel seolah tidak mendengar apapun. Gadis itu hanya diam, menatap lurus ke depan dan berjalan pelan. Shaga berhenti berjalan, membuat Hazel terkesiap, dia tatap gadis yang kini tampak kebingungan.
"Kenapa berhenti, Ga?"
"Kamu kenapa?"
"Kenapa apa?"
Shaga angkat tangan mereka yang masih saling tertaut. "Tangan kamu dingin, kamu juga ngelamun. Kayak orang linglung. Kamu takut?" tebak Shaga.
"Nggak."
"Nggak nyaman karena semua orang lihatin kamu?" tebak Shaga lagi, dan kali ini cowok itu yakin tebakan nya benar karena Hazel diam. Shaga menatap ke arah tribun, pada bangku yang terisi penuh oleh banyak cowok dan beberapa perempuan. Mereka semua memang secara terang-terangan menatap pada Hazel. Tapi, terlihat seperti tatapan kagum dan terpesona. Mengapa Hazel justru terlihat tidak nyaman?
"Kamu cantik banget, makanya mereka lihatin." Shaga berujar sambil melanjutkan langkah di ikuti Hazel. "Jadi, kamu nggak usah ngehindari tatapan mereka. Kalau nggak nyaman, pelototin aja. mereka auto kabur, wajah kamu kan judes," canda nya.
"Mereka lihat nya begitu?" tanya Hazel tampak tidak percaya.
"Iya, lihat aja sama kamu sendiri."
Hazel langsung menggeleng, membuat Shaga gemas. "Lihat, coba." Cowok itu perhatikan Hazel yang melirik pelan ke arah tribun, terlihat kaku dan canggung.
"Kenapa kamu nggak mau lihat orang di sekitar kamu, sih?" tanya Shaga.
"Kenapa kamu kepo?"
"Karena aku peduli," sahut Shaga di detik yang sama.
"Aku sedikit takut sebenarnya," ungkap Hazel membuat langkah kaki Shaga berhenti seketika, cowok itu menoleh dari balik bahu, mendapati Hazel tengah tersenyum. Senyum yang entah kenapa membuat hati Shaga lagi-lagi tidak nyaman.
"Aku selalu di pandang buruk sama orang lain yang bahkan nggak kenal aku. Tatapan mereka seolah jijik lihat aku, atau nggak mereka seolah lagi lihat orang terjahat di dunia kalau lihat aku. Dan itu..., bikin aku kadang takut, walaupun benar aku memang jahat, tapi tetap aja rasanya nggak nyaman. Yah intinya, aku jadi keinget masa kecil aku, nggak nyaman banget." urai Hazel lagi masih dengan senyum. "Jadi, abai adalah satu-satu nya cara yang bisa aku lakukan. Dan itu cara teraman buat aku."
KAMU SEDANG MEMBACA
SHAGA (SELESAI)
Teen FictionJUDUl AWAL HAZEL. *** Shaga Putra Mahatama, menyesal karena menyetujui perjodohan nya dengan gadis asing, enam bulan lalu. Kemudian, karma datang menghampirinya. Dua bulan menghabiskan waktu dengan Hazel, Shaga jadi menyesal karena selalu mengangga...