SHAGA || SEVEN

91.4K 13K 3.3K
                                    

Hai, nungguin, ya?

Maaf ya baru update, baru sempet ngetik karena draft nya habis wkwk.

Ayok, ramaikan lagi lapak ini preeen! ❤

Mungkin aku baka double UP, tapi nanti malam soalnya masih di ketik.

Dengan syarat Vote kalian jangan sampai lupa, dan 2K komen ya. Bisa nggak kira-kira?

Kalau nggak bisa nggak apa-apa, besok aja aku update nya 🥰

Happy Reading...

***

Shaga turun dari mobil nya setelah beberapa saat terdiam, tepat ketika dia memijak kaki di tanah, saat itu juga semua perhatian anak panti tertuju padanya. Shaga tersenyum kaku, dia kemudian mulai berjalan, namun sesaat kemudian matanya melotot begitu puluhan anak itu berlari ke arahnya sambil merentangkan tangan.

Shaga merasakan hatinya menghangat, jadi dia rentangkan tangan juga untuk bersiap menyambut pelukan puluhan anak itu. Cowok itu bahkan sudah bersimpuh, berdiri di atas lutut tanpa peduli celana seragamnya akan kotor. Namun, naas, puluhan anak itu ternyata berlari melewatinya. Shaga melongo, dia putar badan dan saat itulah dia melihat seorang cowok berperawakan tinggi sedang di kerubuni puluhan anak panti tersebut.

Shaga mengumpat dalam hati. Kampret! Jadi, mereka tidak berniat memeluknya? Malah memeluk cowok bule yang kini menatap nya datar. Shaga mengernyit, coba mengingat-ingat wajah cowok bule itu. "Dia, 'kan alumni Candra Asih," gumamnya menyebutkan nama sekolah SMA nya. Shaga ingat, itu adalah Elang, alumni yang baru lulus tahun kemarin. Jarak mereka berbeda dua tahun, saat Shaga kelas satu, Elang sudah kelas tiga.

Jadi..., ini Elang selingkuhan Hazel?

Shaga mendecih sinis dalam hati. Elang itu keturunan bule. Kulit putih pucat dengan rambut coklatnya yang alami. Cowok itu memang lebih tinggi dari Shaga, tapi soal wajah? Tentu saja Shaga tetap pemenangnya.

"Kamu ngapain berlutut kayak gitu?" teguran dengan nada geli dari Hazel, membuat Shaga cepat-cepat berdiri sambil berdeham.

"Betulin tali sepatu," alibi Shaga. Namun agaknya Hazel tahu itu hanyalah kebohongan konyol karena Shaga mendengar gadis itu mendengkus.

"Elang," Hazel menyapa datar, dan berniat mendekat pada Elang, namun tertahan karena Shaga mencekal pergelangan tangan nya. "Apa, sih?" ketus Hazel.

Shaga ubah cekalan itu menjadi genggaman. Ah tidak, dia lah yang menggenggam sedangkan Hazel beberapa kali meronta, coba melepas genggaman tangan namun tidak berhasil. "Aku takut nyasar, nggak tahu jalan. Jangan lepas tangan aku." Sungguh, itu adalah alasan paling bodoh yang pernah Hazel dengar.

Takut nyasar? Gak tahu jalan? Cih, Shaga bukanlah anak usia lima tahun!

Hazel yang kesal karena Shaga masih bersikukuh, akhirnya pasrah saja. Dia berjalan menuju Elang di temani cowok itu di sisinya. Shaga tersenyum miring tipis sekali, dia menatap songong pada Elang yang memerhatikan tautan tangan nya dengan Hazel. Kenapa? Cembokur lo?!

"Lang, kita langsung masuk aja, gue nggak bisa lama juga, sih. Keburu banyak orang, males," ujar Hazel.

Elang mengangguk, dia menaap Shaga datar. "Dia..., ikut?" tanya nya.

"Hm. Gue kut, anter tunan—"

"Ya, dia maksa ikut," sela Hazel membuat Saga langsung menoleh gadis itu. Woy! Kok gitu, sih?!

SHAGA (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang