Assalamu'alaikum...
Nungguin nggak?
Bantuin koreksi typo ya
Happy Reading...
***
Shaga duduk di kursi penunggu dengan kepala di topang tangan yang ia tekuk dan simpan di lutut. Sudah lebih dari setengah jam Hazel di periksa Dokter jaga di dalam sana. Dan sudah terhitung empat puluh menit Hazel tidak sadarkan diri usai menangis hebat dalam pelukannya.
Tadi, begitu Hazel tidak sadar, seluruh anggota keluarga Shaga segera menghampiri setelah mereka hanya diam karena Shaga menyuruh mereka untuk diam mengingat Hazel yang enggan di dekati. Mereka semua panik, namun beruntunglah karena Riko segera bergerak cepat menyiapkan mobil dan mereka menuju Rumah Sakit.
Lebih beruntung lagi karena Rumah Sakit yang mereka kunjungi ternyata Rumah Sakit yang Hazel sering datangi. Shaga tahu hal ini, karena begitu mobil mereka menepi di lobi, beberapa perawat sudah siap dengan brankar sementara salah satunya adalah Dokter yang langsung mengenali Hazel.
Hazel juga tidak di bawa ke Instalasi Gawat Darurat melainkan langsung masuk kamar inap Anyelir yang seminggu lalu Hazel tempati dan segera di tindak di sana.
Hal itu justru menjadi pertanyaan besar bagi Shaga dan keluarga, mengapa bisa sebagian Dokter dan suster di sini mengenal Hazel dengan baik? Dan terlihat sangat khawatir?
"Sudah saya duga, Hazel nggak baik-baik aja. Wajah dia semakin pucat setiap harinya, badannya kurus, matanya kosong, beberapa kali juga saya lihat dia kesusahan bergerak," ucap Riko pelan. "Dia pasti sakit."
Shaga, Ranti, Rima dan Oma Shaga terdiam mendengar itu. Shaga teringat kembali pada kejadian di mana dia pernah melihat Hazel kesusahan mengambil tas dan justru marah saat Shaga membantunya. Sama persis seperti kejadian tadi hanya kini Shaga tahu, bukan tangan Hazel yang tidak bergerak melainkan kakinya.
"Dia itu selalu pandai menyembunyikan sesuatu dari kita. Kita kayak orang bodoh, saya merasa gagal ngejaga Hazel, saya nggak tau harus bilang apa sama Emilly kalau tahu anaknya menderita begini."
Ranti menunduk, terang-terangan menangis sampai Shaga harus berlutut untuk menenangkan Mamanya itu. "Hazel pasti baik-baik aja, Ma," gumamnya.
"Harus, dia harus baik-baik aja, Mama gak tahu lagi harus gimana kalau misal Hazel kenapa-napa, Ga," sahut Ranti sengau.
"Dok, gimana cucu saya, dia udah sadar?"
Perhatian ke kelima orang itu langsung tertuju pada Dokter yang baru saja keluar dari ruangan. "Dok, gimana Hazel?" tanya Shaga tak sabaran.
"Apakah Tuan Elang sudah di hubungi?"
"Elang?" Riko membeo bingung.
"Kenapa dengan Elang, Dok?" timpal Shaga.
"Wali Nona Elysia adalah tuan Elang. Apakah dari kalian bisa menghubungi beliau? Ada hal peting yang ha—"
"Apa bisa di bicarakan dengan saya?" sela Shaga putus asa. "S-saya tunangannya. Apa bisa di bicarakan dengan saya saja?"
Dokter itu menatap Shaga sebentar, merasa tersentuh hatinya karena Shaga terlihat memohon lewat sorot matanya yang hancur. Akhirnya Dokter wanita itu mengangguk. "Temui saya di ruang sebelah sepuluh menit lagi, anda bisa membawa satu keluarga lain untuk masuk."
Shaga mengangguk. "Apa saya udah bisa lihat dia?"
"Silakan, tapi harap jangan menganggu karena Nona Hazel butuh istirahat."
Dokter pergi dan Shaga langsung masuk di ikuti keluarga lainnya. Berdenyut sakit hati Shaga melihat Hazel terbaring lemah di brankar. Tangan gadis itu terpasang selang bening, yang biasa di gunakan cairan infus. Namun yang mengalir ke dalam tubuh Hazel bukanlah cairan infus melainkan darah. Shaga melirik tiang infus tersebut, tergantung labu yang masih penuh oleh darah. Dan Shaga bisa rasakan, bahwa kondisi Hazel ternyata lebih buruk dari dugaannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
SHAGA (SELESAI)
Teen FictionJUDUl AWAL HAZEL. *** Shaga Putra Mahatama, menyesal karena menyetujui perjodohan nya dengan gadis asing, enam bulan lalu. Kemudian, karma datang menghampirinya. Dua bulan menghabiskan waktu dengan Hazel, Shaga jadi menyesal karena selalu mengangga...