bab 25 : membuka celengan

3.7K 570 39
                                    

Kahaya membuka 4 celengan yang telah dia kumpulkan selama 1 setengah tahun lebih ini, menghitung bahwa semua rupiah yang dia kumpulkan adalah 4. 685 ribu.
 
Itu adalah 20 ribu harian yang terkadang ditambah dengan Bu Mustofa yang memberinya uang tambahan, dan uang-uang tambahan dari lomba-lomba Kahaya dan Bara lainnya yang mereka dapatkan.
 
Hampir 5 juta jika ditambah beberapa ribu lagi, rencana Kahaya membeli baju lagi untuk dia dan Bara mungkin diurungkan, Kahaya hanya ingin membeli apa yang akan dibutuhkan, tadi sore Kahaya dan Bara kehujanan lagi saat Bara mengantarnya pulang.
 
Kahaya berencana untuk membeli jas hujan yang bukan dari plastik yang mudah robek, biasanya saat hujan datang dan langit sudah menjadi abu-abu, Kahaya akan menyuruh Bara berhenti dan membeli jas hujan sekali pakai seharga 10 ribu di Market, tetapi saat ada uang seperti ini, Kahaya ingin membeli yang tahan lama, jas hujan mungkin sekitar 80 ribu, jadi jika untuk 2 orang adalah 160 ribu.
 
Untuk baju sepertinya tidak diperlukan sekarang, mungkin saat kenaikan kelas tiga Kahaya akan memikirkannya lagi, lagipula waktu mereka habis disekolah, dan saat sepulang sekolah mereka juga malas berganti pakaian
 
Jadi baju sekolah adalah yang sering mereka pakai dalam sehari-harinya.
 
Dia dan Bara hanya sendirian, uang untuk biaya masuk tingkat SMA mungkin lebih besar lagi, Kahaya hanya bisa menghemat sebanyak-banyaknya tanpa mengeluarkan uang untuk hal-hal yang tidak perlu demi menunjang keperluan mereka dimasa depan.
 
Seperti yang dia katakan, tabungan Kahaya di rekening junior yang dia buat dan Bara adalah 45 juta lebih beberapa ratus ribu, Kahaya tidak ingin memakai mereka dan fokus untuk menyimpannya, jika memungkinkan 4. 685 ribu ini akan Kahaya tabung juga, sehingga uang yang dimiliki Bara dan dia bisa mencapai 50 juta banyaknya.
 
Jujur Kahaya tidak pernah berfikir bahwa dia bisa menyimpan uang sebanyak ini dalam hidupnya, jika tidak ada tambahan gaji dari Bara, uang yang Bara dapatkan dari lomba dan juara umum pertama, dia tidak akan pernah berhasil mengumpulkan ini meskipun selama 3 tahun lamanya, menurut Kahaya mengenal Bara adalah keputusan terbaik yang pernah dia ambil dalam hidupnya.
 
Kahaya menyusun semua uang itu, dan membuang 4 celengan plastik tipis itu ke kotak sampah didepan kamarnya, sebelum kembali masuk kekamar membuka penanak nasi, dia memasukan nasi goreng yang telah dia masak, dan roti yang telah dia panggang di kotak makan masing-masing, mengisi kedua botol minum itu dengan air mineral, Kahaya melihat- lihat lantai 2.
 
Bu Mustofa dan Pak Suroto sedang berada dirumah, masih pukul 5 pagi lewat 5 menit saat ini, tadi rumah makan tutup pukul 12 malam, dia dan Bara berkumpul dilapangan untuk makan hanya selama 1 jam kurang.
 
Kahaya sampai diruko dan mandi sebelum tidur, istirahat selama 3 jam lebih dan dia sudah merasa sangat segar
 
Ujian akhir semester kurang 3 bulan lagi, tahun lalu Bara yang mendapat juara umum 1 sedangkan dia di urutan 2, Kahaya yang terbiasa mendapat nomor satu disekolah dasarnya menjadi sedikit tidak puas.
 
Tetapi otak Bara memang sangat-sangat tidak bisa dikalahkan, Kahaya yang harus mengulangi berulang-ulang, dan bersaing dengan Bara yang hanya sekali cukup untuk belajar tentang apapun merasa memang angkat tangan darinya.
 
Belum lagi lomba provinsi itu hanya berjarak 2 minggu lagi dari sekarang, Kahaya melihat bertumpuk-tumpuk kertas didalam kamarnya yang harus mereka hafal dan merasa sangat kewalahan.
 
Lantai 3 bisa Kahaya bersihkan sekarang karena para karyawan jam 12 malam tadi memutuskan untuk langsung pulang, Kahaya tidak tahu apa masalahnya, mungkin mereka memutuskan untuk berkumpul bersama diluar.
Karna mereka juga membawa 3 karyawan wanita itu, kak Sugito menawarkan Kahaya untuk ikut, tetapi Kahaya menolak, menurutnya itu bukan tempatnya untuk mengikuti.
 
Sekarang tugasnya hanya tinggal membersihkan lantai 2 dan mencuci baju, tetapi ini masih sangat pagi dan Bu Mustofa dan Pak Suroto masih berada dalam kamar mereka dan mungkin masih tidur, Kahaya mengurungkan niatnya membersihkan lantai 2 ini, dan fokus pada mencuci pakaian dan menjemurnya di balkon.
 
Pukul 6: 30 pagi masuk sekolah SMP 26, setelah menyelesaikan cucian dan menjemur, entah kenapa Kahaya ingin mengecek lantai bawah dari atas balkon. Ini sudah menjadi kebiasaan untuknya.
 
Dan benar saja, Kahaya melihat Bara sudah berdiri disana, kepalanya menengadah ke lantai dua ini, saat mata mereka bertemu, perasaan terkejut Kahaya masih sangat dia rasakan walau kelakuan Bara ini sudah sangat sering dia lakukan.
 
Entah sudah berapa lama dia berdiri disana dan mendongakkan kepalanya ke atas sini, membayangkannya saja Kahaya sudah..
 
Langit masih agak gelap, karna saat ini masih pukul 5 : 35 pagi, melihat Bara yang tersenyum saat ini dan Kahaya merasa sangat tidak berdaya.
 
Kahaya membuat isyarat tangan padanya untuk menunggu sebentar, dan dengan cepat masuk kedalam kamarnya untuk mengganti pakaian. Dia sudah mandi saat bangun tidur tadi, dan sekarang Kahaya hanya tinggal menyiapkan buku-buku yang perlu dibawa.
 
Ada PR dari Pak Budiyono, sains yang harus dikumpulkan dimata pelajaran pertama nanti. Mata pelajaran Bara untuk pertama adalah olahraga, Kahaya bergerak membuka lemarinya dan mengambil baju olahraga yang terlipat didalam.
 
Baju-baju Bara, Kahaya yang mencucinya, uang Bara ada padanya, sabun dan semua peralatan keperluan masing-masing mereka, mereka sama-sama membelinya di Market, Kahaya sempat berfikir mereka seperti layaknya seorang keluarga saat ini.
 
Bara sudah membawa semua barang-barangnya ke warnet, ada sofa digudang untuk berbaring, tetapi sayangnya tidak ada lemari untuk menyimpan barang Bara disana, sehingga saat ini pakaian Bara masih terletak dalam kardus, karena hanya sedikit sekali barang-barang Bara, dua kardu kecil saja cukup untuk semua itu.
 
Kahaya sempat bertanya pada Bara karena penasaran, seperti apa kamarnya di rumah kedua orang tua Bara, tetapi Bara menggambarkan bahwa itu seperti ruang kecil yang kosong dan tidak memiliki apapun. Bahkan Bara biasanya tidur dilantai. Apalagi lemari yang tentunya tidak ada. Jika begitu, bukankah gudang warnet lebih baik dari kamar Bara sendiri?
 
Betapa hebatnya kedua orang tua Bara itu. Kahaya ingin memaki mereka. Tetapi dia juga takut bertemu mereka.
 
Sungguh keadaan yang membingungkan.
 
Kahaya memasukan baju olahraga, dan mengepak 2 buku fotocopy besar untuk 2 mata pelajaran hari ini, pakaian olahraga Bara dalam tas nya, dan turun kebawah dengan membawa beberapa kertas yang bertumpuk ditangan kanan, dan tas wadah makan ditangan kirinya.
 
Semua buku Kahaya adalah fotocopyan, karena dia mempunyai hobby mencoret-coret, sedangkan Bara sangat bersih, bahkan lipatan buku tidak terdeteksi disetiap buku yang Bara punya, maka dari itu, karena buku-buku itu bisa dijual kembali Kahaya memutuskan untuk memberikan buku-buku asli untuk Bara saja.
 
Saat dia membuka pintu ruko, dia disambut dengan keberadaan Bara yang sudah ada tepat di depannya.
 
Bara melihat beberapa tumpuk kertas yang Kahaya peluk dan meraihnya untuk diambil alih, Kahaya menggosok kepala Bara dengan jinjitan kakinya, hari demi hari dan Kahaya merasa Bara tumbuh semakin tinggi
 
"Berapa lama berada disini Bara?" Kahaya bertanya dengan sepintas.
 
"1 jam Kahaya" Bara menjawab, seperti apa yang dia lakukan adalah hal yang lumrah.
 
"..Bara kenapa tidak menelpon atau mengirim pesan padaku untuk itu?" Menoleh untuk menatap Bara, Kahaya ingin memberinya kata-kata untuk sekian kalinya dengan lembut, tetapi nadanya yang sedikit marah membuat semuanya tidak terasa halus.
 
Bara menata beberapa tumpuk kertas itu ditangannya, mendengar nada marah Kahaya untuk beberapa saat Bara terdiam, Kahaya menunggunya untuk berbicara, dan setelah beberapa saat barulah Kahaya mendengar Bara berbicara.
 
"Jangan marah. Aku merindukanmu Kahaya, tadi pagi sangat singkat tidak lebih dari 1 jam, saat aku pulang aku merasa seperti orang bingung, aku tidak bisa tidur, sangat kosong dimanapun aku melihat, kenapa ya?"
 
Kata-kata marah Kahaya yang sudah disiapkan menjadi tidak berarti saat Bara mengungkapkan isi hatinya. Bara tidak pernah berbohong padanya, apapun yang Kahaya tanyakan Bara akan menjawab semuanya dengan jujur, termasuk perasaannya sendiri, maka dari itu Kahaya merasa hatinya sakit setiap kali Bara berkata seperti ini.
 
Menghela nafas berat, Kahaya memeluk Bara untuk menenangkannya, tubuh Bara meringkuk dipelukannya, Bara sangat takut dengan suasana hatinya, apalagi saat dia marah, Bara menjadi sangat takut. Karena itu Kahaya semaksimal mungkin untuk tidak mengungkapkan kemarahan didepannya supaya tidak menakut nakuti Bara lebih lagi.

Leave me, and I die (complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang