2 tas berukuran sedang, dia masukan kedalam lemari yang kosong. Lemari Kahaya berbahan plastik, bewarna merah, dan didepannya terdapat poster sepak bola. Sepertinya Pak Suroto, suami Bu Mustofa, membeli lemari secara acak.
Ada banyak lemari seperti ini di lantai 3, itu diperuntukkan untuk loker para karyawan yang mungkin ingin menginap, atau istirahat sebentar.
Suami Bu Mustofa, menimbang keluar masuknya mereka dan mengemukakan fakta takutnya pencurian dirumah ini, makadari itu, ada 3 cctv dilantai 3, serta 2 cctv dilantai 2, dan 4 cctv di lantai bawah.
Tetapi, selama Kahaya bekerja disini, karyawan Bu Mustofa jarang berhenti, seluruh karyawan adalah orang lama, sehingga mereka merasa cukup nyaman dan menganggap pekerjaan ini lebih prioritas dari pekerjaan lainnya, sehingga tidak ada yang cukup berani untuk melakukan hal-hal itu.
Mengeluarkan dua kotak sepatu dari dalam plastik, Kahaya menempatkan mereka bersama dengan tas, di loker paling bawah.
Sedangkan untuk buku-buku tulis, Kahaya menyusunnya di lantai, disebelah kasur nya.
Dia sudah memberikan satu handphonenya pada Bara tadi malam, sehingga itu mudah untuk bertemu saat ini. Tapi mungkin dia belum bangun, karna saat ini masih terlalu pagi.
Dia menekan tombol panggil pada kontak yang tidak ada wallpaper. Kahaya memikirkan harus mengambil foto Bara nanti untuk dijadikan foto profil.
Secara mengejutkan, panggilan itu dijawab. Ada bunyi diujung sana, seperti teriakan, lalu menutup pintu, barulah suara Bara terdengar. "Kahaya.."
Kahaya,"Ya, Bara, ada apa disana, kenapa ribut sekali?"
"Tidak ada, mereka hanya sedang bertarung"
Nada suara Bara sangat tenang, anehnya, itu membuatnya merinding.
"Kau mendengarkan mereka sepanjang waktu?" Kahaya bertanya karna suara menutup pintu yang tadi terdengar.
Kenapa Bara membukanya? bukan menutupnya agar suara itu hanya samar-samar terdengar ditelinganya?
"Aku hanya ingin tahu, alasan mereka bertengkar untuk hari ini"
Kahaya mendengar suaranya yang terdengar lirih, dan tau bahwa Bara mengetahui perubahan suaranya yang Kahaya lakukan saat dia sedang sedikit marah.
"Tidak perlu untuk itu Bara. Mereka bertengkar bukan urusan kita, tidak ada pentingnya untuk mencaritahu apa yang mereka pertengkarkan. Coba keluarkan kabel panjang yang aku berikan padamu tadi malam"
Terdengar suara risleting ditarik, lalu gemerisik.
Bara, "sudah.."
"Bagus, pakai keduanya ditelinga, lalu tambahkan volume panggilan ini"
Bara, "sudah Kahaya"
"Nah, bukankah lebih baik mendengar suaraku daripada mendengar suara teriakan mereka?"
Diam sejenak, lalu Bara bersuara lagi, "ya, ini lebih baik.. sangat baik."
Kahaya tersenyum. Bayinya tidak boleh bertambah trauma karna kedua orang tua itu,
"apa yang Bara kita lakukan sekarang?"
Bara mengatakan dengan senang, "berbicara denganmu"
Tertawa, " Tidak maksudku, sebelum aku menelponmu, atau sebelum orangtuamu datang bertengkar Bara"
Bara, "aku sedang tidur, lalu mereka membangunkanku"
"Jam berapa mereka bertengkar?"
Setelah menyuruhnya memakai headset sepertinya teriakan itu tidak terdengar lagi, nada suara Bara sangat santai saat ini. "Pukul 4 pagi, biasanya ibu pulang saat itu, dan mereka akan bertengkar"
4 pagi, lalu dia tahu mereka akan bertengkar, dan malah ingin mengetahui alasan pertengkaran? Kahaya tidak tau cara berfikir Bara.
Setelah memikirkannya, Kahaya berbicara dengan lembut. "Bara, bisakah nanti jika orang tuamu bertengkar lagi kau menelponku?"
"Ya, aku akan Kahaya"
Suaranya terdengar lebih senang dari sebelumnya.
Kahaya ragu-ragu sebelum berkata lagi. "Apakah mereka masih bertengkar? Coba lepaskan headseat nya, aku ingin dengar"
Suara gemerisik lagi, dan Kahaya masih mendengar suara-suara pertengkaran.
"Hanya dua botol yang kau berikan padaku!"
Lalu ada jeritan kasakitan. "Ahhh! Hanya sedikit yang mereka berikan! Aku sudah bermain dengan 6 orang hari ini, aku lelah! sakit! Lepaskan rambutku!"
Lalu suara benturan.
... Ya, Tuhan.
"Masih"
Suara Bara kembali ke nada tenang, suaranya sangat tenang, membuat Kahaya takut.
"Bara, pakai headseat mu lagi, kita akan menutup telephone saat mereka selesai bertengkar" lalu Kahaya mengganti topik. "Pertemuan nanti jam 7, kau ingat?"
"Ya.. em, Kahaya.."
Suara ragu-ragunya membuat Kahaya mendesak dengan lembut. "Bara, katakan saja, ada apa?"
"Apakah kita bisa bertemu lebih awal?"
"Oh, itukah yang ingin kau katakan? Sepertinya, bisa.. sebentar aku akan membereskan kertas-kertas soal dulu. Kita baru mengisi nomor 40, masih banyak soal lagi yang belum di cari jawabannya. Benar Bara, bawakan buku Bahasa inggrismu nanti, nilaimu sempurna semua, tapi di Bahasa inggris itu sangat kurang, aku akan mengajari sedikit, agar kau bisa paham, oke?"
Terdengar gemerisik, lalu seperti benda jatuh diujung sana. "Bara?"
"Bukunya jatuh, sebentar.. ada dua buku Bahasa inggris Kahaya"
"Bawa saja keduanya"
Mereka berbicara lama, tentang pelajaran. Sambil berbicara dengannya Kahaya juga melihat soal-soal dikertas untuk menanyakan beberapa hal. Melihat jam. Sekarang sudah pukul setengah 6, dia agak ragu, sudah 30 menit berlalu, bukankah mulut dan tenaga mereka habis saat bertengkar.
Kahaya bertanya pada Bara. "Apakah mereka masih bertengkar diluar?"
"Sudah, mereka sudah berhenti"
Gemerisik, lalu terdengar suara pecahan-pecahan, seperti diseka. "Apa yang mereka lakukan?"
Bunyi pintu dibuka. Lalu suara Bara lagi, "ibuku sedang membersihkan botol yang pecah dilantai"
Kahaya tidak bisa berkata apa-apa, sepertinya ini waktunya. "Bara, mandilah sekarang, aku akan mandi juga, sampai bertemu setengah jam lagi"
"Sampai jumpa"
Suara Bara terdengar senang.
Kahaya mematikan telephone dan mengambil handuk. Airnya sangat dingin saat pagi hari, tetapi menyegarkan. Itu membuat tubuhnya seakan terisi oleh semangat.
Sebelumnya dia tidak bisa membayangkan, tetapi sekarang setelah mendengarnya sendiri. Dia menjadi berfikir, jika dia yang ada diposisi Bara, mungkin dia sudah menjadi gila, gangguan mental atau semacamnya.
Kehidupan seperti itu..
Guyuran air dingin membuat fikirannya melayang.
Kahaya mengambil handuknya, dan membuka pintu kamar mandi, baju masih tertumpuk di bak samping mesin cuci, dia akan mencuci mereka disiang hari. Kahaya memakai hoddienya, baju paling praktis yang ada. Dia lebih nyaman memakai baju bebas, lagipula nanti dia tidak perlu naik angkutan umum, hanya berjalan ke lapangan saja.
Memasukan kertas-kertas kedalam tas, dia mengecek pena dan pensilnya, meletakkan potongan kuku, dan cottonbud kembali ke lemari, dia mengambil 40 ribu uang yang ada di atas lemari.
Kahaya mengunci kamarnya, dan pintu ruko.
Dia menyebrang, dan memasuki Market untuk mengambil roti. Kahaya membeli rasa cokelat, dan rasa kacang untuk dirinya dan Bara, serta sebotol air mineral.
Melewati rak permen karet, Kahaya menimbang-nimbang. Sepertinya belajar dengan mengunyah lebih nyaman. Dia mengambil satu, dan membawa mereka semua ke meja kasir.
Semuanya 14.500. Roti 4 ribu dan kahaya mengambil 2, jadi 8 ribu, lalu mineral 3 ribu, dan permen karet 3.500.
Sisa uang Kahaya masih 25.500. Lihat, sebelum dia merawat Bara, sehari 20 ribu sudah cukup untuk dirinya sendiri. Tetapi sekarang, uangnya berkurang lebih banyak dari masa lalu, dan itu hampir mendekati 50 ribu, hanya kurang 10 ribu.
Jika seperti ini, dia menjadi tidak sabar untuk masuk sekolah dan mengajukan bantuan kartu KIP. Jika dihitung selama sebulan, sehari-hari makan dia dan Bara, 40 × 30 = 1.200.000.
Jika mereka mendapat 750.000 ribu dari bantuan. Uang Bara, dan uang Kahaya digabungkan mereka bisa mendapat 1.500.000. Selama 2 bulan. Itu masih bisa diatur, tetapi jika ditambah pembayaran mereka untuk uang SPP, maka itu masih sangat kurang. Akan tetapi, Kahaya masih bisa menambahkan dari uang harian yang dia kumpulkan nanti.
Kahaya menyebrangi jalan kembali, sebelum memasukan kantong makanan dari Market itu kedalam tasnya.
Memasuki lapangan Kahaya melihat Bara telah duduk di kursi penonton. Rumput masih basah karna embun. Jika tidak, Kahaya yakin Bara akan lebih memilih untuk duduk di tengah lapangan.
Dia menghampiri Bara, dan melihat leher baju Bara basah dari jauh. Yah, tentu saja, lapangan ini lebih dekat dari ruko Bu Mustofa, sedangkan rumah Bara sedikit lebih jauh dari sini.
Apakah dia selalu berlari?
Itu bagus juga untuk jantung, Kahaya tidak akan menghentikannya. Olahraga pagi baik untuk kesehatan.
Kahaya mengeluarkan tisu, dari dalam tasnya.
Sebagai mantan penjual tisu, Kahaya mengakui sangat bermanfaatnya benda ini. Di rumah makan, Bu Mustofa memiliki pelanggan sendiri untuk mengantar stok tisu setiap harinya. Bu Mustofa akan membeli 2 kotak kardus penuh berisi tisu, untuk menghabiskan mereka dalam sehari. Terkadang ada sisa, dia akan bertanya pada Bu Mustofa, dan mengambil sebagian.
Bara sedang duduk dan membaca buku Bahasa inggrisnya. Hari ini dia memakai baju bergaris-garis hitam putih, salah satu baju yang dibelikan Kahaya untuknya, serta celana jins warna gelap. Jika saja, sepatu, dan tas itu tak merusak pemandangan, semuanya akan sempurna. Bara tumbuh menjadi anak laki-laki yang tampan setelah dibersihkan. Jika wajah memang tampan, apapun yang dipakai pasti akan enak dipandang.
Mungkin karena Kahaya berjalan sangat pelan dan dia sedang fokus ke bukunya Bara tidak menyadarinya. Biasanya, Bara akan mengetahui walaupun dia baru masuk digerbang.
Kahaya meletakkan tas disebelahnya, dan barulah Bara mendongak. Melihatnya, Kahaya menatap Bara yang sekarang tersenyum, meletakkan buku Bahasa inggrisnya, lalu memegang tangan Kahaya dengan lembut.
Kahaya telah mengeluarkan tisu, dan melihat dahinya, dia mengelap butiran keringat Bara, dan berkata. "Berlari kesini?"
Bara mengangguk secara jujur, mengatakan. "Aku ingin cepat bertemu denganmu"
Mengelengkan kepala menyerah, Kahaya duduk disebelah Bara, mengambil buku Bahasa inggris Bara yang baru diletakkan.
Bara melepaskan genggamannya dan mengeluarkan buku satu lagi dari dalam tasnya, "ini buku latihannya"
Buku LKS Bahasa inggris dari sekolah Bara lebih tebal dari buku di sekolahnya. Kahaya membalik-balik dan seperti yang dia duga, ini sedikit berbeda dari bukunya dan lebih maju. Tetapi Kahaya masih mengerti.
Mereka mulai belajar, Kahaya mengeluarkan kertas soal itu, dan mulai mengajari Bara cara menyelesaikan soal-soal Bahasa inggrisnya.
"Aku tidak tau yang ini, kita lewati saja"
Ada satu atau dua soal yang tidak bisa Kahaya pahami, dan dia dengan tak tahu malu melewatinya.
Setelah memberikan contoh penyelesaian, Kahaya melampirkan 20 soal untuk dikerjakan Bara sendiri. Sementara Bara mengerjakan itu, dia akan beralih untuk belajar matematika.

KAMU SEDANG MEMBACA
Leave me, and I die (complete)
Lãng mạn"Ibu kahaya sebagai pasangan yang dari kecil telah bersama, Apa kebiasaan bapak Bara yang membuat anda takut?" Kahaya merenung, dan memikirkan, lalu membuka mulutnya. " ini. Cara dia menatapku. Tatapannya terkadang membuatku sedikit takut. Sebenarny...