4 hari setelah dia dan Bara membeli rice cooker dan pemanggang roti, kotak makanan, dan botol minum, Kahaya mulai merutinkan untuk membuat roti panggang, sarapan mereka terlebih dahulu.
Dia mengeluarkan 1 lembar roti dan meratakannya di panggangan roti, memberikan selai coklat di atasnya, kemudian mengambil satu lembar roti lagi, dan meletakkannya diatas roti yang telah diberi selai.
Kahaya menekan roti dengan tangannya, menunggu sampai warna lampu di pemanggang roti berubah merah.
Dia memikirkan untuk mengganti selai dengan telur atau sosis, pisang, atau yang lain sebagainya sebagai toping.
Semakin bervariasi, maka dia dan Bara akan makin puas.
Lampu berubah menjadi merah, Kahaya membuka pemanggang roti, dan mengeluarkan isinya.
Kahaya meletakkan roti yang yang telah jadi kedalam wadah kecil yang telah Kahaya dan Bara beli sebelumnya. Wadah itu berbentuk kotak, panjang ke atas, serta lebarnya mencukupi untuk diisi dengan roti.
Kahaya membuat satu lagi roti isi selai cokelat untuk dirinya sendiri, yang ini dia membuat lebih kering dari sebelumnya.
Dengan menutup wadah berisi roti itu, Kahaya membuka rice cooker, mengambil 2 bungkus nasi sisa yang telah dia siapkan semalam, lalu menambahkan 6 siung bawang putih, 4 siung bawang merah, garam 1 sendok, dan Sasa setengah sendok.
Inilah masalahnya.
Dia mendapatkan bumbu-bumbu itu tetapi cara menumbuk mereka dengan apa, adalah yang Kahaya lupakan.
Dia turun kebawah dengan membawa bumbu-bumbu itu dan mulai mencari dirak penumbuk batu, dan kuali batu.
Kuali batu sangat besar, sangat berat, sehingga Kahaya tak kuat untuk mengangkatnya.
Hasilnya, dia mengambil wadah plastik, dan mulai menumbuk mereka disana.
Perlahan-lahan agar wadah plastik itu tidak pecah.
Tumbukkan bumbu yang Kahaya proses tidak halus, karena piring plastik ini sangat tidak nyaman sebagai wadah penumbuk, dan Kahaya takut piring plastik ini akan rusak jika terlalu kuat ditekan.
Dia mulai memikirkan untuk menumbuknya saat persiapan akan menutup warung, jika seperti itu dia harus mengatakan pada Bara dulu agar tidak datang sangat awal.
Kahaya memasukkan bumbu yang telah ditumbuknya itu kedalam plastik, sebelum mencuci piring plastik dan penumbuk batu. Dia meletakkannya ditempat semula.
Naik kelantai atas kembali, Kahaya bertepatan dengan Ratna yang sekarang keluar dari kamarnya.
Kahaya tersenyum, "Pagi Ratna"
"Hem, pagi" Ratna menjawab sambil lalu.
Melihatnya masuk kekamar mandi, Kahaya mengangkat bahu, sebelum kembali mengerjakan apa yang ingin dia kerjakan.
Memasukkan nasi itu kedalam penanak, dia menambahkan bumbu-bumbu, mengaduknya, lalu mengambil plastik lalapan yang berisi kecap yang telah Kahaya bungkus semalam dari warung juga.
Menambahkan sedikit Masako, Kahaya terus mengaduknya, sambil mencoba mencermati harum masakkannya sendiri.
Kahaya mengeluarkan kotak bekalnya, dan kotak bekal milik Bara yang telah dia cuci.
Dia merasakan nasi goreng buatannya sendiri sebelum mengangguk bahwa bumbunya pas.
Kahaya sendiri ingin menambahkan telur atau sayur kedalam masakkannya, tetapi menu sayur yang ada disini hanya ada cah kangkung, dan cah toge.
Dia tidak menyukai keduanya.
Sedangkan untuk telur sendiri..
Kahaya akan membelinya nanti, saat mereka telah memulai sekolah mereka.
Terlalu banyak uang yang harus dia keluarkan, dan sekarang dia sedang pusing untuk memikirkannya.
Dia mulai menata 3 kotak itu, lalu memasukkannya ke dalam kantong plastik, dilanjutkan dengan 2 botol minum yang telah terisi penuh untuk keduanya.
Bu Mustofa setiap harinya akan mengisi ulang 10 galon air untuk rumah makan dan para karyawan. Tentu saja dia meminta izin terlebih dahulu sebelum mengisi kedua botolnya untuk Bara yang bukan karyawan.
Walaupun dia sepertinya ditatap sedemikian rupa, karna menurut Bu Mustofa dia sangat banyak melakukan hal-hal untuk Bara. Tetapi Kahaya tidak terlalu memikirkannya.
Sekarang perbekalan telah siap. Kahaya pergi membawa handuknya untuk memasuki kamar mandi yang sekarang telah kosong.
Keluar dari kamar mandi dengan keadaan segar, Kahaya berganti pakaiannya menjadi hoddie.
Dia tidak menguncir rambutnya karna dia mencucinya tadi, dan sekarang masih basah
Ini masih pukul 07:25, janji pertemuan antara dia dan Bara adalah pukul 8 pagi, masih setengah jam lebih sebelum waktu pertemuan.
Kahaya mengambil handuk kecilnya yang di gantung dipintu dan mengeringkan rambutnya dengan itu. Menggulung, lalu mengikat dan membiarkannya supaya menyerap air.
Melihat handphonenya, dia berfikir, dan kemudian memutuskan untuk mengirim pesan pada Bara.
Kahaya: [Sudah berangkat?]
Tring!
Balasan Bara datang sangat cepat.
Bara : [Aku didepan]
Kahaya secara spontan melihat pintu kamarnya. Lalu mulai mengetik.
Kahaya: [?]
Kahaya : [didepan pintu ruko maksudnya?]
Bara : [ya, Kahaya]
Kahaya ingin membalas lagi, kenapa dia selalu begitu cepat, tetapi daripada membuat Bara menunggu lebih lama, lebih baik dia menanyakan secara langsung padanya.
Dia mulai menggosok-gosok rambutnya dengan handuk agar cepat kering. Setelah itu menyisirnya, dan menatanya.
Mengeluarkan kertas-kertas dari dalam tas nya, Kahaya mulai memasukkan soal-soal baru yang belum ada jawaban di dalamnya
Membawa uang 18 ribu dari uang harian nya, Kahaya memasukkanya kedalam tas juga.
"Kahaya"
Belum sampai dia keluar dari pintu kamarnya, suara Bu Mustofa yang memanggil, menghentikan dia dari menggantung tas itu di punggungnya.
"Iya, sebentar bu" Kahaya menjawab dari dalam kamar.
Mulai berjalan keluar menghampiri kamar Bu Mustofa, untuk melihat Bu Mustofa telah keluar dari kamarnya.
"Ada apa bu?"
Melihat gadis kecil itu yang sekarang telah berbenah, Mustofa balik bertanya, "Kau akan pergi nak?"
Kahaya mengangguk, "ya, Kahaya perlu pergi kewarnet untuk mendaftarkan nomor telephone di website sekolah"
"Oh benar, ibu lupa, jadi sekolah mana yang akan kau masuki Kahaya?"
"SMP 26 bu"
Mata Bu Mustofa terlihat kagum, "kau berhasil memasukinya?"
Kahaya mengangguk.
Bu Mustofa tersenyum dan menggosok puncak kepala Kahaya sebelum berkata, "kau sangat hebat Kahaya, ibu pergi mendaftarkan kedua anak ibu, tetapi tidak ada dari mereka yang berhasil memasuki SMP Negeri itu"
Kahaya hanya tersenyum menjawab pujian Bu Mustofa, dan malah mengganti topik pembicaraan. "Jadi kenapa ibu memanggil Kahaya?"
"Oh benar, belikan ibu kapas, kapas ibu sudah habis"
Bu Mustofa masuk kedalam lagi, lalu keluar untuk memberikan uang 50 ribu pada Kahaya
Kahaya mengambilnya, lalu pergi ke bawah.
Didepan pintu ruko, saat membuka pintu, Kahaya melihat Bara duduk di pot tanaman besar.
Mendengar pintu berdecit, Bara berdiri, dan menghampiri gadis yang keluar dari sana. Bara membantu menutup pintu ruko untuknya sebelum memegang tangannya seperti biasa.
Kahaya menggosok kepalanya, dan berkata perlahan padanya, "Bara, aku akan membeli sesuatu dulu di Market, tunggu disini, oke?"
Tanpa berkata-kata, Bara mengangguk, tetapi tidak melepaskan genggaman tangan mereka. Kahaya perlahan melepaskan genggaman itu, barulah tangan mereka tidak bertautan.
Kahaya menyeberangi jalan, lalu pergi ke Market, melihat beberapa kapas di rak yang tersusun rapi, Kahaya memilih yang biasa dipakai Bu Mustofa, pergi kekasir dan melakukan transanksi secara cepat.
Keluar dari pintu Market ini, dia bahkan bisa merasakan tatapan Bara di seberang jalan
Bara berdiri diseberang, sendirian, terlihat sangat kesepian, sampai mata mereka bertemu, dan Kahaya tersenyum padanya, barulah Bara tersenyum, dan udara kesepiannya mereda.
Seperti yang Kahaya katakan sebelumnya, dia tidak mengalami secara langsung kehidupan Bara didalam rumah itu, tetapi cukup mendengarkannya saja, mungkin jika dia menjadi Bara, dia akan menjadi gila.
Sudahlah..
Sesampainya didepan Bara, dia menggosok puncak kepala Bara lagi, dan berkata,"tunggu sebentar, aku akan membawa sarapan untuk kita berdua"
Melihat Bara yang tersenyum dan mengangguk, Kahaya baru memasuki pintu ruko.
"Ini bu" Kahaya memberikan kapas nya.
Tetapi saat dia memberikan uang kembalian pada Bu Mustofa itu ditolak darinya.
"Tidak usah, simpan saja untukmu, pakai untuk uang jajan mu nanti"
Mustofa tersenyum, dan hanya mengambil kapas.
Kahaya melihat uang kembalian sebesar 38.000 itu dengan tidak menolak, dia mengangguk dan mengucapkan, "terimaksih, Kahaya akan pergi dulu bu"
"Iya, baiklah, hati-hati"
Kemudian Kahaya memasuki kamarnya untuk mengambil tas dan bekal-bekal mereka, lalu turun kebawah menemui Bara.

KAMU SEDANG MEMBACA
Leave me, and I die (complete)
Romance"Ibu kahaya sebagai pasangan yang dari kecil telah bersama, Apa kebiasaan bapak Bara yang membuat anda takut?" Kahaya merenung, dan memikirkan, lalu membuka mulutnya. " ini. Cara dia menatapku. Tatapannya terkadang membuatku sedikit takut. Sebenarny...