Sekarang mereka berada di rumah Aca, Bintang memutuskan untuk masuk menumpang mandi dia tak ingin mendengar omelan sang bunda nanti.
"Bibi coba liat Aca berhasil belanja di pasar "Ujar Aca berlari ke dapur ke arah bibinya
"Ya Allah kenapa bisa basah, non Aca hujan-hujanan nya?"
"Ish bukan nya di puji malah di omelin" Ujar Aca memutar matanya malas.
"Ututu kok malah ngambek" balas bibi menepuk pelan pucuk kepala Aca.
Aca sangat senang seminggu ini bibi Ana tinggal di rumah, kehadiran sang bibi bisa mengusir sedikit rasa sepi di rumah ini, setidaknya ada manusia yang bisa di ajak mengobrol di rumah ini. Mama Aca memang tak membiarkan bibi tinggal di rumah, karena dia tak suka melihat Aca dekat dengan sang bibi.
Tapi dua seminggu ini mamanya sepertinya kerja keluar kota, Aca memohon pada bibi untuk tetap tinggal bersamanya."Aca ganti baju dulu ya, nanti sakit. Abis itu bibi buatin matcha panas" Ujar bibi Ana.
"Bibi jangan terlalu perhatian sama Aca bi, nanti aca terbiasa" Senyum Aca kemudian dan pergi meninggalkan bibi
Di ruang tamu Bintang yang basah kuyup menunggu Aca membawa handuk untuknya. "Ini handuknya, mandi di kamar biasa ya" Ujar Aca kemudian naik menuju kamarnya
"Siap" Balas Bintang
Kemudian bintang masuk ke kamar tamu, kamar yang biasa di gunakan ya bahkan dikamar itu ada baju-baju miliknya.
***
Dikamar AcaAca selesai mandi kemudian berdiri di depan kaca mengangkat bajunya melihat ada sedikit memar di perutnya kemudian Aca menuju kotak obat dan memberi salep berharap bisa mengurangi biru dan nyerinya.
Kemudian Aca teringat bintang, pasti hansaplast bintang basah terkena hujan, kemudian dia melihat kotaknya obatnya cuma hansaplast bergambar ini yang ada.Setelah memakai baju dan menyisir rambutnya Aca memutuskan untuk membeli hansaplast ke apotik dekat rumahnya.
"Bi Aca keluar bentar ya, tolong buatin Bintang minum selain matcha Bi Bintang gak suka matcha" Teriak Aca dari arah pintu.
"Hujan non" Membalas teriakan Aca.
"Pakai payung kok" Ujar Aca meninggalkan rumah.
***
Sesampai di apotik
"Permisi kak"
"Ada yang bisa di bantu?"
"Hansaplast ada?"
"Ada bentar ya" Ujar apoteker tersebut.
Kemudian apoteker itu mengeluarkan hansaplast lucu, apoteker itu seperti nya sudah apal dengan Aca.
"Ada yang biasa gak kak? yang gak pake gambar"
"Tumben biasanya nanya yang bergambar"
Aca hanya tersenyum.
"Bentar ya" Ujar Apoteker itu mencari Handsplast yang dimaksud Aca.
Di balas anggukan oleh Aca.
Kemudian Aca memegang sekotak hansaplast bergambar itu, akhirnya dia memutuskan untuk membeli, jika malu untuk di pakai tidak ada salahnya jika hanya untuk disimpan.
Memegang sekotak hansaplast bergambar itu mengingatkannya pada kado yang di berikan Bintang saat dia duduk di sekolah dasar, Aca memang menyukai hal-hal berbau kesenian, dulu dia ingin sekali ikut les gitar, namun dia tidak berani mengatakannya pada orang tuanya.
Akhirnya dia meminta Bintang
mengajarkannya bermain gitar, dulu untuk berlatih mereka meminjam gitar milik sekolah, bermain gitar bukan lah suatu hal yang mudah, Aca belajar hingga jari-jarinya terluka, namun saat Bintang menyuruhnya berhenti dia akan menangis, dan tidak kehabisan akal Bintang memberi kado sekotak hansaplast bergambar untuknya saat ulang tahun, agar bisa di pakai di jari dan tidak melukai jarinya lagi saat bermain gitar."Maaf dek stoknya habis" Ujar apoteker membuyarkan lamunan Aca.
"Yaudah,i ni dulu aja kak"Aca membeli dua kotak dengan motif gambar berbeda.
Kemudian Aca keluar dan menuju minimarket di ujung jalan, berharap bisa menemukan hansaplast yang dia cari.
***
Sedangkan Bintang baru selesai mandi dan mengeringkan rambut Bintang pun keluar, tidak mendengar suara apapun Bintang memutuskan ke dapur mencari bibi"Bi"panggil Bintang.
"Eh nak bintang, mau apa biar bibi buatin"Ujarnya bibi sedang menyeduh matcha milik Aca.
"Aca belum turun ya bi?"
"Udah, non Aca lagi keluar katanya ada yang mau dia beli"
Bintang menatap ke luar disana hujan masih lebat.
"Dia pake payung kok, gak hujan-hujanan lagi" Jelas bibi seakan paham apa yang ada di pikiran Bintang.
"Yang ini buat non Aca, dan yang ini untuk Bintang" Ujar bibi memberi dua cangkir minuman itu pada Bintang.
"Gak jadi di samain Bi?
"Kata non Aca Bintang gak suka matcha"
"Yaudah, Bintang bawa ya Bi,makasi Bi"
"Sama-sama komandan"
"Non aca yang ngajarin" lanjut bibi Ani tertawa.
Bintang hanya tersenyum, kemudian membawa dua cangkir minuman didepannya itu.
Saat membawa minuman itu menuju ruang tengah, disaat bersamaan Aca masuk membawa plastik di tangannya segera bergabung bersama Bintang
"Lo udah selesai mandi? Tanya Aca.
"Udah" Balas Bintang meletakkan minuman itu di atas meja.
Kemudian bintang yang duduk di sofa pun menghidupkan tv agar rumah itu tak terlalu sepi."Sini ganti hansaplast lo" Ujar Aca agar binta mendekat kearahnya.
Bintang mengangguk melihat aca membuka kantong yang di bawa dan membuka satu hansaplast dan memasangkannya ke dahi Bintang.
"Jadi lo keluar cuma beli hansaplast?"
"Iya" Ujar Aca sambil mengambil meminum matchanya.
"Terus ini apa?"Ucap Bintang mengeluarkan isi belanjaan Aca.
Bintang kaget melihat hansaplast sebanyak itu 2 kotak hansaplast bergambar dan 3 kotak hansaplast biasa.
"Untuk apa lo beli sebanyak ini ca?"
"Gua gak tahan tadi pengen beli yang bergambar, gua janji kok gak bakal pakai ini lagi, emang kalau cuma simpan tetap malu-maluin ya ?" Ujar Aca menunduk melihat kotak-kotak handsplast itu.
"Tenang aja gua udah beli yang normal kok" lanjutnya memperlihatkan kotak handsplast biasa.
"Aca siapa bilang ini gak normal" Ujar Bintang membuka hansaplast bergambar itu dan memasangkannya ke dahi aca.
"Pakai apa yang lo suka, gak perlu dengarin orang lain"
"Bagus" Ucal Bintang mengusap hansaplast yang ada di dahi Aca.
Aca mendengar itu hanya tersenyum, walaupun bintang tak berani membelanya di depan orang yang dia maksud, setidaknya Aca bahagia mendengar bahwa Bintang tidak berfikir hansaplast bergambar itu aneh. Aca cuma mengangguk.
Seperti biasa mereka menghabiskan waktu mengobrol, bermain ps, hingga hujan reda dan akhirnya Bintang pamit pulang.
KAMU SEDANG MEMBACA
SIRIUS
Подростковая литератураTentang seorang gadis penyuka matcha,tak ada tempat yang bisa di sebut rumah,di bully,hanya punya satu sahabat yang menjadi poros hidupnya. Apa jadinya jika orang yang di sebut poros itu meninggalkannya karena mengetahui perasaan bodoh yang ia milik...