Sekarang Aca berada di dalam ruangan Bintang.
Bintang yang tengah berbaring bermain hp langsung memusatkan atensi pada sosok yang baru saja masuk ke ruangannya.
Aca menelan kasar air ludahnya dia takut, namun ada rasa bahagia dia bisa melihat keadaan Bintang secara langsung.
Hanya ada Bintang di ruangan itu.
"Gimana keadaan lo?" ujar Mahesa memecah keheningan itu.
"Aman" ujar Bintang.
"Maksud gua ada yang serius gak luka lo goblok ?"
"Gak udah baikan, palingan dua hari lagi pulang" ujar Bintang.
Kemudian ruangan kembali sunyi.
"Lo gak mau ngomong gak ca?" tanya Mahesa.
Tak ada balasan dari Aca, dia hanya diam.
Padahal banyak hal yang ingin dia katakan pada Bintang.Mengatakan kalau dia marah karena Bintang tak berhati-hati.
Mengatakan betapa khawatirnya dia.
Mengatakan kalau dia benar-benar merindukan Bintang.
Atau sekedar mengadu bahwa beberapa hari belakangan ini sangat berat buat Aca.
Dan ingin memberi tahu Bintang, bahwa ada yang menjahati dirinya.
Rasanya ingin aca memeluk dan menumpahkan itu semua pada Bintang namun lidahnya kelu dan badannya terasa kaku.
Dia hanya diam menatap ke arah Bintang.
"Nih, sahabat lo kayaknya lagi ngambek, dia yang ngajak kesini sampai depan ruangan lo malah gak mau masuk,malah suruh gua masuk buat liat keadaannya lo"
"Mode ngambek tapi tetap aja peduli" Lanjut Mahesa.
"Lagian ngapain pakai acara berantem segala sih,ingat lo udah gede" ujar Mahesa.
Aca hanya menarik dalam nafasnya Aca gelisah mendengar perkataan Mahesa tak mengerti apa yang sebenarnya terjadi, ini bukan sekedar berantem biasa.
"Eh ada kak Esa" ujar Rahma yang baru masuk kedalam ruangan.
"Iya gua liat keadaannya Bintang, gua kira dia sendirian" lanjut Mahesa.
"Gua habis dari kantin beli makan"ujar Rahma.
Rahma sama sekali tidak menyapa Aca.
"Sebentar ya kak, waktunya Bintang minum obat" ujar Rahma berjalan ke arah Bintang.
Menaikan sandaran kasur Bintang, mengambil segelas air kemudian meletakan pil obat satu persatu ke tangan Bintang.
Semua itu tidak luput dari penglihatan Aca.
"Rahma menjaga bintangnya dengan sangat baik"batin Aca sambil tersenyum."Gua balik dulu ya, cepat sembuh" ujar Aca pada Bintang.
"Makasi ma" ujar Aca pada Rahma.
Namun tak ada balasan dari Bintang maupun Rahma. Kemudian Aca memutus untuk keluar.
"Gua pamit ya" ujar mahesa menyusul Aca yang meninggal ruangan itu.
"Aca" panggil Mahesa sedikit berlari mengejar Aca yang agak jauh darinya.
Aca hanya diam hingga mereka berada di parkiran.
"Makasi ya kak, lo duluan aja" ujar Aca.
"Gak, naik gua antar"ujar Mahesa.
"Gua mau sendiri kak"
"Tapi..."
"Plisss!"potong Aca.
Mahesa yang melihat mata Aca mulai berkaca-kaca kemudian hanya bisa mengangguk pasrah.
Menerka-nerka apa yang membuat gadis itu tampak ingin menangis, bahkan saat dia di permalukan dan di bully di sekolah dia tak menangis, tapi liat sekarang matanya berkaca-kaca.
Mahesa yakin jika dia memaksa sekali lagi maka air mata itu akan membasahi pipinya.
Kemudian Aca meninggalkan mahesa diparkiran rumah sakit itu
Aca sebenarnya senang bisa masuk melihat keadaan Bintang, namun tak bisa di pungkiri dadanya sesak saat posisi nya digantikan oleh seseorang, ditambah dia seperti tak mengenal Bintang membuat itu dadanya sesak.
Biasanya saat sakit, Aca akan selalu disisi Bintang bahkan Aca akan tidur di rumah sakit hingga Bintang keluar di rumah sakit begitu pun sebaliknya.
Merasa asing dengan orang yang biasanya 24/7 selalu bersamanya membuat dada Aca sesak.
***
Hari ini Aca terpaksa sedikit lembur karena banyak pakaian yang harus selesai besok pagi.
Aca yang tengah menggosok bertumpuk pakaian mendengar ibu pemilik laundry memanggilnya.Setelah mematikan setrika Aca segera menghampirinya
"Aca"panggil ibu.
"Iya Bu?"
Di sana sudah ada seorang wanita paruh baya sepertinya pelanggan.
"Kamu yang cuci baju ini kan?"ujar ibu menunjukkan sebuah baju pada Aca.
"Iya bu, Aca yang cuci baju itu"
"Kalau begitu pasti kamu menemukan sebuah cincin"
"Cincin pernikahan saya, seperti ini" ujar wanita itu menunjukan sebuah foto pada handphonenya.
"Gak, Aca gak nemuin cincin"ujar Aca.
"Saya yakin kalau cincin itu di dalam saku baju ini" ujar wanita itu kekeh.
"Tapi Aca beneran gak nemuin cincin Bu"ujar Aca.
"Sebentar ya Bu, coba saya cek kebelakang mana tau ketinggalan" ujar pemilik laundry itu meninggal aca berdua dengan wanita itu.
"Saya tau kamu butuh uang, tapi bisa gak kamu kembalikan?"
"Itu cincin pernikahan saya berharga buat saya, saya bisa kasih berapa yang kamu mau"
Aca hanya tersenyum tipis mendengar ini itu, Aca memang butuh uang tapi Aca tak pernah sedikitpun berniat mengambil barang yang bukan hak dia.
"Maaf bu, Aca benar-benar tak menemukannya"ujar Aca.
"Cihh, mana ada maling yang ngaku" ujar wanita itu remeh.
Aca hanya diam.
Tak lama akhirnya ibu pemilik laundry itu keluar.
"Maaf bu, saya benar-benar tidak menemukan cincin itu" ujar pemilik laundry itu.
"Benar-benar tidak bertanggung jawab" ujar wanita itu.
"Cukup sekali ini saya laundry di sini"lanjutnya.
"Sekali lagi maaf bu"ujar pemilik laundry itu.
"Setidaknya saya di beri kompensasi, atau sekurang-kurangnya dia harus di pecat" ujar ibu itu.
"Tapi sumpah Aca beneran gak nemuin cincin itu"ujar Aca.
Tak menghiraukannya wanita itu melanjutkan perkataannya"beri saya kompensasi atau pecat karyawan tidak bertanggung jawab ini" ujar wanita.
"Baik, maaf atas kelalaian kami"ujar pemilik laundry itu.
Kemudian wanita itu menyelonong keluar dari tempat itu.
"Aca maaf ya sepertinya hari terakhir kami kerja disini" ujar ibu.
"Tapi bu aca beneran gak ngambil cincin itu bu"ujar aca.
"Baiklah kalau kamu bersikeras bukan kamu yang ngambil anggap saja saya setuju, tapi kamu di pecat anggap saja sebagai tanggung jawab atas kelalaian kamu. Bukannya saya sudah bilang lakukan cek barang sebelum di cuci" ujar ibu itu.
Tak ada yang bisa Aca lakukan sekarang, dia hanya mengangguk.
"Baik bu, Aca selesaikan pekerjaan Aca malam ini kemudian Aca pergi" ujar Aca.
Dibalas anggukan oleh ibu itu.
Aca kembali ke belakang melanjutkan tanggung jawabnya malam ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
SIRIUS
Teen FictionTentang seorang gadis penyuka matcha,tak ada tempat yang bisa di sebut rumah,di bully,hanya punya satu sahabat yang menjadi poros hidupnya. Apa jadinya jika orang yang di sebut poros itu meninggalkannya karena mengetahui perasaan bodoh yang ia milik...