MAS ANGGA 17

2.3K 116 0
                                    

Dering ponsel di saku rok membuat Faza menghentikan langkahnnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dering ponsel di saku rok membuat Faza menghentikan langkahnnya. Gadis itu mengerutkan dahinya bingung saat melihat nama ayah tertera di sana. Namun, ia tetap mengangkat panggilan tersebut. Merasa takut menghalangi jalan orang-orang yang melintas, gadis itu menggerakkan kakinya untuk masuk ke dalam toilet yang berada tak jauh dari tempatnya.

“Halo, Ayah?” ucapnya setelah berada di dalam toilet.

Beberapa saat kemudian Faza tampak serius mendengar apa yang dikatakan ayahnya di seberang telepon. Hingga kemudian senyumnya perlahan muncul dengan kedua mata berkaca.

“Padahal Ayah nggak perlu repot-repot begini. Uangnya bisa Ayah simpan aja, aku nggak maksa Ayah buat daftarin aku di tempat les.” Serbulir air mata menetes tepat setelah gadis itu menyudahi ucapannya.

“Makasih, Yah. Aku malah jadi ngerepotin Ayah. Atau Ayah batalin aja pendaftarannya? Sayang uangnya Ayah, aku masih bisa ikut les di sekolah kok. Nggak perlu bayar juga.” Faza bisa mendengar penolakan tegas ayahnya akan ucapannya kali ini.

Pria itu bersikeras tetap ingin ia ikut les di tempat yang memang telah diinginkan Faza sejak awal kelas 12. Namun, ketika masalah utang ayahnya dengan Ranggadi ia ketahui, perlahan niat itu mulai ia singkirkan. Karena tidak mungkin dirinya tetap ingin ikut les di sana sedangkan keadaan ekonomi keluarganya sedang tidak baik-baik saja.

Lalu pagi ini, ayahnya tiba-tiba saja menghubunginya dan mengatakan jika pria itu telah mendaftarkan dirinya di tempat les tersebut. Faza rasanya ingin menangis saja sekarang. Setelah panggilan dengan ayahnya terputus, air mata yang sejak tadi ia tahan mulai berani keluar. Menetes melewati pipinya hingga meninggalkan jejak di sana.

Dalam hati ia menjadi berpikir. Apakah hal ini membuat beban ayahnya semakin bertambah? Meski tahu jika ayahnya berkata tidak apa-apa, tapi Faza jelas tahu jika dengan biaya les yang tidak murah ini jelas akan mengurangi uang tabungan ayahnya.

Berusaha menghapus air matanya dan membasuh wajahnya dengan air, gadis itu kemudian melangkah keluar keluar dari toilet. Ia juga sempat memperhatikan wajahnya melalui layar ponselnya. Beruntung karena matanya tidak menyisakan bekas seperti baru saja menangis. Jadi ia tidak khawatir temannya akan bertanya mengenai keadaan matanya nanti.

“Lo tumben baru dateng, Za.” Suara Tina menyambut Faza yang baru saja duduk di bangkunya.

“Gue ketinggalan bus tadi,” jawab Faza dengan senyuman kecil.

Ia bisa bernapas lega karena hanya pertanyaan itu yang dilemparkan oleh Tina. Itu berarti wajahnya memang tidak menunjukkan hal yang ganjil dari sisa tangisnya tadi.

Guys, minta perhatiannya sebentar ya! Gue mau bahas buat lomba peringatan ultah sekolah.” Suara Vina yang terdengar membuat seluruh siswa di kelas tersebut menatap pada si ketua kelas yang kini berdiri di depan kelas.

“Oke. Karena ini bakal ada beberapa lomba dan pasti butuh banyak orang, jadi nanti siapapun yang gue tunjuk harus bersedia ya. Kalo mau tuker bidang lomba boleh, tapi kalo mau mundur pake alasan gak mau atau gak bisa, gue gak mau denger.” Ucapan tersebut membuat semua warga kelas mengangguk.

Mas Angga✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang