Suasana canggung menyelimuti keduanya yang kini tengah duduk di sofa. Faza yang sibuk mengoleskan obat pada telapak tangan Tama dan laki-laki itu yang sejak tadi hanya diam tanpa ada pergerakan apapun.
Semua ini memang bermula dari Tama. Ia yang mengira jika ceret di atas kompor tidak panas, dengan percaya diri mengangkatnya untuk ia tuangkan ke dalam gelas. Namun, ketika telapak tangannya menyentuh gagang ceret tersebut rasa panas langsung menjalar ke telapak tangannya. Hingga kemudian tanpa sadar rasa terkejut itu membuatnya tanpa sadar menyampar gelas hingga jatuh dan pecah.
Terlepas dari itu, Tama sampai sekarang masih merasakan debaran aneh itu di dalam dadanya. Sejak telinganya menangkap suara Faza yang memekik terkejut tadi, tubuhnya benar-benar tidak bisa tenang. Apa lagi sekarang istrinya itu malah sibuk memberikan pertolongan pertama pada tangannya.
Meski tanpa mengeluarkan suara apapun, laki-laki itu jelas tahu jika saat ini Faza tengah menahan gugup. Meski gadis itu akan selalu gugup di hadapannya, tapi kali ini suasana canggung yang ikut menyelimuti membuat mereka seakan menjadi dua orang yang tidak saling mengenal.
Tadi setelah adegan kontak mata yang tidak sebentar, Faza yang seakan tersadar langsung melepaskan tangan Tama. Ia kemudian mengambil kotak obat dan meminta laki-laki itu untuk mengikutinya duduk di sofa.
Faza memasukkan obat luka bakar yang baru saja ia gunakan ke dalam kotak obat sebelum beranjak dari sofa, meninggalkan Tama yang masih duduk di sana. Kepalanya terus saja menunduk hingga kini dirinya telah sampai di dapur. Tepat di samping pecahan gelas yang belum sempat dibersihkan. Gadis itu dengan cekatan mengambil sapu serta serok sampah di dekat pintu masuk dan langsung membawanya ke dapur.
“Biar saya yang bersihkan itu.” Suara Tama yang tiba-tiba terdengar di belakangnya membuat gerakan Faza terhenti. Namun, gadis itu tidak menoleh untuk menatap suaminya.
“N-nggak papa, Mas. Biar aku aja.” Setelah mengucapkan itu, Faza kembali memunguti pecahan gelas di lantai itu.
Tama yang mendengar itu hanya menghela napas. Keras kepala, batinnya berkata saat melihat Faza yang sama sekali tidak menoleh padanya.
Laki-laki itu baru saja membalikkan tubuhnya, berniat untuk duduk di kursi meja makan saat mendengar suara rintihan Faza. Dengan cepat langkahnya ia putar untuk melihat Faza yang kini berjongkok di lantai. Ketika melihat satu tetes darah di atas lantai, decakan dari mulutnya tak bisa ia tahan lagi.
“Berdiri. Biar saya yang bereskan itu.” Faza yang mendengar suara tegas dengan nada dingin itu sontak berdiri.
Membawa dirinya menuju wastafel untuk membasuh luka di jari telunjuknya dengan air mengalir. Dirinya tidak memperhatikan Tama yang kini sibuk membersihkan pecahan gelas tadi. Yang jelas, lantai tempat pecahan gelas tadi telah bersih ketika dirinya membalikkan tubuh.
Dilihatnya Tama yang tengah memasukkan pecahan gelas tadi ke dalam plastik hitam di dekat tempat sampah. Melihat apa yang dilakukan Tama tersebut, membuat pikiran Faza kembali melayang. Laki-laki itu sedikit berbeda akhir-akhir ini. Faza merasa jika Tama saat ini cukup berbeda dengan Tama saat pertama mereka tinggal bersama dulu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mas Angga✔️
Teen FictionCERITA TENTANG PERNIKAHAN DINI, BAGI YANG TIDAK SUKA BOLEH UNTUK MENINGGALKAN CERITA INI. "Berikan dia padaku, maka semua utangmu akan kuanggap lunas beserta bunganya." "Dua hari lagi, kau harus sudah memiliki jawabannya. Anakmu, atau uangmu yang ka...