“Berangkat bersama saya saja.” Faza tak menghiraukan Tama yang sejak tadi terus mengatakan hal yang sama padanya.
Meminta, atau lebih condong pada memaksa dirinya untuk berangkat ke sekolah bersama. Faza yang sudah lelah melayangkan penolakan pada akhirnya memilih untuk diam tak menanggapi ucapan suaminya. Lebih fokus pada masakannya yang belum matang di atas kompor.
Begitu masakannya matang dan telah dipindah ke dalam wadah, Faza lantas meletakkan sop ayam tersebut ke atas meja makan sementara dirinya beranjak menuju ke kamar. Begitu kembali dari kamar dengan membawa tas dan sweater, Tama langsung memandang pada istrinya itu.
“Tidak mau berangkat bersama saya?” Faza menghela napas panjang mendengar Tama yang seakan tak kenal lelah mengajaknya berangkat bersama.
“Nggak, Mas. Aku naik bus aja.” Gadis itu kemudian menarik kursi di meja makan untuk kemudian ia duduki.
Selama sarapan, tak ada perbincangan yang terjadi antara mereka berdua. Tama tak lagi mengeluarkan ajakan, atau lebih bisa disebut sebagai paksannya agar Faza berangkat bersamanya. Faza pun hanya diam sambil menyantap sarapannya.
Tama selesai terlebih dahulu saat Faza masih menyisakan beberapa suap lagi di piringnya. Laki-laki itu lebih dulu bangkit dari tempatnya duduk dan langsung meraih tas serta jaket hitamnya. Tatapannya mengarah pada Faza yang masih sibuk menghabiskan sarapannya.
“Saya duluan,” ucapnya sebelum melangkah meninggalkan meja makan menuju ke rak sepatu di dekat pintu.
Faza tak menjawab, tapi pandangannya terus mengikuti Tama hingga laki-laki itu menghilang di balik pintu. Setelah menyelesaikan sarapannya, gadis itu lantas membawa semua piring kotor ke wastafel dan langsung mencucinya. Begitu selesai barulah dirinya memakai sweater yang tadi ia ambil dari kamar dan menyampirkan tas miliknya di bahu.
Saat hendak menuju ke rak sepatu, pandangannya yang tak sengaja mengarah ke sofa mendapati benda yang cukup menarik perhatiannya. Saat mendekat, dugaannya ternyata benar. Almamater OSIS berwarna biru tua milik Tama itu tergeletak begitu saja di sofa ruang tengah.
Entah kapan laki-laki itu meletakkan barang tersebut di sana. Yang jelas, Faza tahu jika benda tersebut sangat diperlukan oleh Tama hari ini. Oh tidak, pagi ini lebih tepatnya. Karena upacara pelantikan pengurus baru akan dilaksanakan pagi ini. Bergegas Faza memasukkan almamater milik Tama tadi ke dalam tasnya dan segera berangkat setelah memakai sepatu.
***
Koridor lantai satu tampak ramai saat Faza berjalan menuju ke kelasnya. Tak sedikit siswa yang bergerombol bersama teman-temannya di depan kelas masing-masing dengan memakai atribut upacara yang lengkap. Bel masuk memang baru akan berbunyi sepuluh menit lagi, tapi memang kebanyakan siswa lebih memilih untuk duduk di depan kelas mereka sambil mengobrol untuk menunggu bunyi bel masuk.
Faza dengan langkah kakinya yang bergerak cepat mencoba melewati ramainya koridor dengan napas yang mulai tersengal. Tujuannya saat ini adalah bertemu Tama. Ia harus memberikan almamater milik laki-laki itu dengan segera. Yang pasti, jangan sampai ada orang yang tahu. Karena jika ada satu saja yang melihat dirinya memberikan barang tersebut pada Tama, maka tamatlah riwayat Faza.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mas Angga✔️
Teen FictionCERITA TENTANG PERNIKAHAN DINI, BAGI YANG TIDAK SUKA BOLEH UNTUK MENINGGALKAN CERITA INI. "Berikan dia padaku, maka semua utangmu akan kuanggap lunas beserta bunganya." "Dua hari lagi, kau harus sudah memiliki jawabannya. Anakmu, atau uangmu yang ka...