Jika ada kata yang bisa mendeskripsikan keadaan Faza saat ini, kata itu adalah takut. Sepulang sekolah, saat dirinya sedang sendirian di halte tiba-tiba saja Tama berhenti tepat di depannya lalu menyodorkan helm. Faza yang awalnya terkejut tak lantas menerima helm yang diulurkan Tama. Gadis itu malah memperhatikan sekelilingnya untuk memeriksa apakah ada orang di sekitar mereka atau tidak.
Setelah memutuskan untuk menerima helm yang diberikan Tama, Faza akhirnya membonceng motor suaminya itu tanpa bertanya ke mana laki-laki itu akan membawanya. Jalanan yang mereka lalui terasa asing hingga kemudian Faza menyadari jika mereka telah memasuki sebuah kompleks perumahan elit dengan bangunan rumah yang semuanya terlihat sangat megah dan mewah.
Begitu motor berhenti, Faza lantas menatap rumah yang menjadi tujuan Tama hari ini. Sebuah rumah mewah dua lantai dengan halaman yang cukup luas dan terlihat asri menyambut pandangan mata Faza. Setelah sempat berpikir selama beberapa saat, akhirnya gadis itu menyadari di mana dirinya berada saat ini. Tidak salah lagi, rumah orang tua Tama.
Entah sudah berapa kali Faza menelan ludahnya kasar sejak Tama mengajaknya berjalan memasuki rumah besar tersebut. Bahkan kini telapak tangannya telah basah oleh keringat yang tiba-tiba saja keluar. Jantungnya pun berdetak dengan sangat cepat serta tubuhnya yang mendadak merasa tegang ketika Tama mengajaknya duduk di sofa ruang tamu rumah tersebut.
“Tenang, tidak akan ada orang yang mengganggu kamu di sini. Kamu boleh menggenggam tangan saya jika takut.” Faza tidak terlalu memperhatikan apa yang diucapkan Tama karena gadis itu masih sibuk dengan usahanya untuk menghilangkan rasa takut.
Hingga kemudian saat Tama tiba-tiba menggenggam kedua tangan Faza yang berkeringat dingin, gadis itu terkesiap dan langsung memandang Tama yang dibalas laki-laki itu dengan senyum teduhnya. Kontak mata itu terjadi selama beberapa saat. Iris cokelat terang milik Tama benar-benar mampu menenggelamkan Faza ke dalam pandangan laki-laki itu.
“Kamu yang tenang, ada saya di sini.” Faza mengerjapkan matanya pelan saat genggaman Tama di tangannya semakin erat.
Perhatian keduanya beralih saat terdengar suara langkah kaki mendekat. Secara bersamaan kepala mereka menatap kapada wanita paruh baya yang berjalan mendekati mereka dengan senyum mengembang sempurna di wajahnya. Wanita itu langsung mengambil posisi duduk tepat di samping Tama.
Faza hanya bisa diam melihat saat tubuh Tama ditarik oleh wanita itu sebelum direngkuh dengan erat. Genggaman tangan laki-laki itu terlepas begitu saja begitu tubuhnya berhadapan dengan wanita di sampingnya. Senyum tipis terukir di wajahnya melihat dua orang yang saling mengeratkan pelukannya itu.
Setelah pelukan yang penuh kerinduan tersebut terlepas, Faza langsung menundukkan kepalanya begitu kedua orang tadi beralih menatap dirinya. Bisa ia rasakan tangan Tama yang kembali melingkupi kedua tangannya hingga membuat kehangatan pada tangannya yang dingin karena keringat.
“Faza, benar kan nama kamu Faza? Maaf Mama lupa.” Faza sedikit mengangkat kepalanya begitu namanya terdengar disebutkan.
“Iya, Ma benar.” Tama yang menjawab pertanyaan tadi karena Faza masih saja terdiam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mas Angga✔️
Teen FictionCERITA TENTANG PERNIKAHAN DINI, BAGI YANG TIDAK SUKA BOLEH UNTUK MENINGGALKAN CERITA INI. "Berikan dia padaku, maka semua utangmu akan kuanggap lunas beserta bunganya." "Dua hari lagi, kau harus sudah memiliki jawabannya. Anakmu, atau uangmu yang ka...