Faza merasa bahagia, atau bahkan sangat bahagia. Tama yang semakin hari semakin memperlihatkan perhatian padanya membuatnya merasa sangat bahagia. Belum lagi laki-laki itu akan memperhatikan hal-hal kecil yang kadang membuat Faza merasa sangat diperhatikan oleh suaminya itu.
Terhitung sudah memasuki bulan kelima sejak mereka resmi menyandang status sebagai suami istri. Semester satu di kelas dua belas telah berlalu, dan kini mereka akan dihadapkan dengan rangkaian ujian yang menanti di depan mata. Masih cukup lama memang, tapi Faza rasa waktu empat bulan menuju ujian kelulusan bukanlah waktu yang akan berjalan dengan lambat.
Memasuki semester dua saja Faza sudah merasa ingin menyerah. Semua materi yang ia terima dari setiap mata pelajaran seakan membuat kepalanya penuh dengan hal tersebut dan ingin meledak. Tidak hanya Faza saja sebenarnya, karena teman-temannya pun mengatakan demikian juga sewaktu mereka di kelas. Ujian yang akan mereka hadapi seolah menjadi akhir yang tidak ditunggu oleh siapapun hingga orang-orang merasa takut jika membahas hal tersebut.
Berlebihan memang, tapi itulah adanya. Tak sedikit orang yang memilih untuk mengalihkan pembicaraan ketika ada temannya yang membahas mengenai ujian. Mereka sudah cukup lelah dan muak dengan semua materi yang diterima. Jangan ditambah lagi dengan pembahasan mengenai ujian, kata mereka.
Sekarang saja Faza merasa jika kepalanya sebentar lagi akan pecah dan mengeluarkan semua materi yang ia terima, tapi tak bisa ia cerna di otaknya. PR matematika dengan rumus yang sama sekali tak ia pahami itu sudah coba ia kerjakan sejak lima belas menit yang lalu. Namun, lima soal yang ada masih belum juga ditemukan jawabannya. Entah soalnya yang terlalu sulit, atau memang Faza yang tidak bisa mengerjakan soal tersebut.“Sudah selesai?” Pertanyaan Tama dari belakang tubuhnya membuat gadis itu menggelengkan kepalanya.
Kepalanya ia tolehkan ke belakang untuk menatap Tama yang saat ini juga tengah menatap dirinya. Raut wajah putus asa Faza membuat seulas senyum tipis tercipta di bibir laki-laki itu. Ia yang sejak tadi mengerjakan laporan tugas biologi sesekali memperhatikan istrinya yang tampak sangat kesulitan mengerjakan tugasnya.
Setelah pertanyaan dari Tama, Faza kembali fokus pada tugasnya. Meski dengan memaksakan otaknya untuk terus berpikir, perlahan gadis itu mulai mengerti rumus mana yang harus ia gunakan. Sudah merasa cukup senang, nyatanya rasa senang itu harus kembali pupus saat hasil yang ia dapatkan tak ada di dalam pilihan jawaban.“Mau saya bantu?” Pertanyaan dari Tama yang tiba-tiba sudah berada di sampingnya seakan menjadi malaikat penolong bagi Faza.
Gadis itu dengan senang hati mendorong buku tugasnya ke hadapan Tama yang saat ini sudah duduk di sebelahnya. Entah kapan laki-laki itu pindah dari sofa dan duduk di atas karpet tepat di sampingnya.
“Cara kamu sudah benar, hanya di bagian ini kamu salah memberi tanda. Harusnya minus dua puluh lima, bukan plus dua puluh lima. Lalu di sini bilangannya disederhanakan dulu, baru kamu bisa mendapatkan hasilnya.” Faza hanya diam dan memperhatikan saat Tama menunjuk bagian dari cara kerjanya yang salah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mas Angga✔️
Teen FictionCERITA TENTANG PERNIKAHAN DINI, BAGI YANG TIDAK SUKA BOLEH UNTUK MENINGGALKAN CERITA INI. "Berikan dia padaku, maka semua utangmu akan kuanggap lunas beserta bunganya." "Dua hari lagi, kau harus sudah memiliki jawabannya. Anakmu, atau uangmu yang ka...