Dua puluh menit melintasi padatnya jalanan, Tama kini telah menghentikan mobilnya di basement apartemen. Laki-laki itu menoleh ke kursi di sampingnya. Terlihat Faza yang kembali tertidur dengan kepala yang terkulai pada sandaran kursi.
Untuk sesaat dirinya hanya diam memandangi wajah istrinya yang tampak sangat damai di dalam tidurnya. Entah apa yang sebenarnya terjadi pada gadis itu saat di rumah orang tuanya tadi. Ia tak berani bertanya untuk saat ini, karena meski hubungan mereka sudah lebih baik bukan berarti mereka akan bisa bebas bertanya mengenai apa yang terjadi pada diri masing-masing. Jadi, lebih baik ia menekan dulu rasa penasarannya untuk saat ini dan memindahkan gadis di sampingnya itu ke unit mereka.
Bahkan hingga tubuh Faza ia pindahkan ke atas ranjang di kamarnya pun gadis itu sama sekali tak membuka mata. Saat hendak keluar dari kamar tersebut, pandangan Tama tak sengaja tertuju pada sebuah figura di atas nakas. Di dalam foto yang tampak sudah sedikit pudar itu terlihat Faza yang masih mengenakan seragam putih biru dengan seorang perempuan yang wajahnya cukup mirip dengan Faza.
Saat hendak kembali meletakkan figura tersebut, tiba-tiba saja kepala Tama seakan teringat akan sesuatu. Lalu kembali ia pandangi foto tersebut, lebih tepatnya pada sosok perempuan yang tengah tertawa lebar. Ia merasa seperti pernah melihat wajah perempuan itu di suatu tempat. Entah di mana itu, yang jelas dirinya merasa tidak asing dengan wajah perempuan itu, tapi siapa?
Getar ponsel di saku celananya membuat Tama akhirnya benar-benar meletakkan kembali figura tadi ke tempatnya semula. Sebuah panggilan masuk yang langsung membuatnya beranjak dari kamar Faza untuk menerima panggilan itu.
“Halo, Ma.” Tama langsung menyapa orang di seberang telepon setelah menerima panggilan tadi.
Kini dirinya tengah duduk di kursi yang berada di balkon apartemen. Sambil mendengarkan ibunya yang balas menyapa dari seberang sana.
“Kenapa Mama tiba-tiba telfon?” tanyanya yang merasa cukup heran karena ibunya memang sangat jarang menguhubunginya melalui panggilan suara.
“Kamu lagi di mana, Sayang?” Suara lembut ibunya yang bertanya memasuki telinga Tama.
“Di apartemen, Ma. Kenapa?”
“Istri kamu juga ada di sana?” Meski sempat bingung dengan pertanyaan ibunya yang tiba-tiba menanyakan Faza, tapi Tama tetap menjawab jika gadis itu memang tengah berada di apartemen juga.
Namun, beberapa saat setelah Tama menjawab pertanyaan ibunya tadi wanita itu tak lagi bersuara. Bahkan Tama sempat melihat layar ponselnya untuk memastikan jika panggilan mereka masih terhubung.
“Ma, Mama kenapa diem? Mama mau cerita atau mau tanya apa sama Tama? Apa perlu Tama ke rumah aja?” Barulah setelah rentetan pertanyaan tersebut dilayangkan oleh Tama, suara ibunya kembali terdengar.
“Eh, nggak papa kok. Kamu nggak perlu ke sini, Mama cuma pengen tau keadaan kalian aja.” Setelah ucapan itu, Tama tak lagi mendengar suara ibunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mas Angga✔️
Teen FictionCERITA TENTANG PERNIKAHAN DINI, BAGI YANG TIDAK SUKA BOLEH UNTUK MENINGGALKAN CERITA INI. "Berikan dia padaku, maka semua utangmu akan kuanggap lunas beserta bunganya." "Dua hari lagi, kau harus sudah memiliki jawabannya. Anakmu, atau uangmu yang ka...