Tama baru saja menutup pintu kamarnya dan berniat untuk menuju ke dapur saat pandangannya tak sengaja melihat pintu balkon yang terbuka. Kakinya kini malah melangkah menuju ke balkon, bukan lagi menuju ke dapur untuk mengambil minum seperti niat awalnya.
Sampai di pintu yang terbuka tersebut, bisa ia lihat istrinya yang tengah duduk di atas kursi di sana. Kepalanya menengadah ke atas dengan kedua mata yang tertutup. Melihat Faza dari posisinya berdiri saat ini, Tama menduga jika istrinya itu kembali memikirkan suatu hal. Maka dengan langkah pelan, laki-laki itu akhirnya memutuskan untuk mendekati Faza.
Faza yang merasakan seseorang lantas membuka kedua matanya dan menatap Tama yang saat ini telah berdiri di sampingnya. Gadis itu memperbaiki posisi duduknya dan menyandarkan punggungnya pada kursi yang ia duduki dengan nyaman. Pandangannya yang semula tertuju pada Tama, kini beralih lurus ke depan.
“Apa ada sesuatu yang sedang mengganggu pikiran kamu?” Tama bertanya sesaat setelah Faza mengalihkan pandangan darinya.
Beberapa saat hening menyelimuti, karena Faza tak langsung menjawab pertanyaan tersebut. Gadis itu masih memaku tatapannya pada suasana malam ini.
Pada akhirnya gadis itu menggelengkan kepalanya. “Enggak ada kok, Mas. Aku cuma lagi capek aja,” balasnya dengan senyuman di akhir kalimat.
Tama menghela napas pelan mendengar jawaban tersebut. Sepertinya Faza kembali pada sifat awalnya dulu, enggan untuk membagi apa yang tengah dirasakan padanya.
“Kalau memang sedang lelah, lebih baik istirahat. Bukan duduk di luar seperti ini. Sudah malam, di sini dingin.” Faza menoleh pada Tama saat mendengar perkataan suaminya itu.
Tama memang berkata dengan bahasa formal meski kalimat yang diucapakannya terkesan seperti memberi perintah untuknya. Tapi, bukan itu yang membuat Faza menoleh. Nada bicara Tama tadi terkesan seperti khawatir. Jelas saja hal itu membuat Faza menoleh dengan cepat, cukup terkejut sebenarnya.
“Masuk. Di sofa saja jika kamu bosan di kamar. Jangan di luar seperti ini.” Kembali laki-laki itu berkata yang jika di telinga Faza tertangkap nada khawatir di sana.Berusaha menuruti apa yang dikatakan sang suami, Faza akhirnya bangkit dari duduknya. Berjalan masuk ke dalam unit dan berakhir duduk di sofa. Tama menyusul tak lama kemudian, laki-laki itu memilih duduk di sofa yang sama dengan Faza.
Faza kemudian meraih remot televisi di atas meja untuk menyalakan layar persegi panjang tersebut. Namun, sebelum itu dirinya sempat melirik jam di dinding atas televisi yang kini telah menunjukkan pukul sepuluh lebih lima belas menit. Ternyata memang sudah malam.
“Saya ingin membuat cokelat panas, kamu mau?” Faza menoleh pada Tama saat laki-laki itu bertanya padanya.
Merasa tertarik dengan minuman yang hendak dibuat Tama, gadis itu akhirnya mengangguk. Setelahnya Tama langsung berjalan meninggalkan ruang tengah menuju ke dapur. Meninggalkan Faza yang masih memilih saluran yang menarik untuk ia tonton.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mas Angga✔️
Teen FictionCERITA TENTANG PERNIKAHAN DINI, BAGI YANG TIDAK SUKA BOLEH UNTUK MENINGGALKAN CERITA INI. "Berikan dia padaku, maka semua utangmu akan kuanggap lunas beserta bunganya." "Dua hari lagi, kau harus sudah memiliki jawabannya. Anakmu, atau uangmu yang ka...