Chapter 15 : Takut Mati

795 44 2
                                    

Bismillahirrahmanirrahim

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh ...

–––––––––––––––

Untuk sekadar tidak memikirkan mu di situasi  sekarang saja aku tidak bisa.

Revisi bab 15 : Selesai!

–––––––––––––––


(Selamat membaca)

Bayang-bayang tentang Riyan menghantui dirinya. Sangat didorong oleh rasa takut, sehingga Halwa memutuskan untuk keluar dari rumah sakit. Keadaan nya sedikit membaik, dokter juga menyarankan agar tetap mengurangi kadar gula dari makanan atau minuman. Obat pereda nyeri dan segala obat lainnya telah diresepkan oleh dokter untuk Halwa bawa pulang ke kontrakan.

Kemarin, ketika dirinya benar-benar sudah melihat Riyan sudah tak bernyawa. Perawat yang merawat Riyan berlari mengejarnya.

Flashback

"Halwa," panggil perawat itu. Dia duduk di samping Halwa di lorong yang begitu sepi.

"Kenapa gak bilang?" Tangisan Halwa sudah mereda, namun dia begitu kehilangan walaupun mengenal Riyan hanyalah sebentar dalam dua hari. Sepenggal kisah mereka sudah terbagi.

"Kamu udah ngantar barangnya?"

Terdapat gelengan kepala oleh Halwa, kepalanya langsung tertunduk menatap sebuah kotak yang diberikan Riyan untuk diantarkan ke tempat tujuan. Permintaan Riyan sudah menjadi amanah yang wajib Halwa lakukan.

"Belum, bahkan makanan nya belum Riyan makan."

"Halwa, disaat-saat terakhir kamu pergi keluar rumah sakit, Riyan kambuh di situ juga. Para perawat dan juga dokter berusaha semaksimal mungkin untuk menolong nyawa Riyan. Tapi mungkin ini waktunya Riyan untuk pergi." Perawat yang sudah lama merawat Riyan, dia juga menitikkan air matanya. Mengingat, di mana di saat-saat Riyan kambuh yang membuat tangisan membuncah kala itu juga.

"Keluarga nya menemukan ini di saku jaket abu yang dia pakai." Tangan perawat itu memberikan sebuah kotak kecil berwarna merah. Di depannya juga tertulis nama Halwa.

"Ini juga, ada Vidio di handphone, Riyan. Khusus dibuat untuk kamu lihat." Handphone Riyan diberikan kepada Halwa sementara untuk melihat Vidio.

"Apa?" tanya Halwa. Kapan Riyan membuat Vidio dan menyiapkan barang untuknya.

"Mungkin ini buat kamu. Riyan gak sempat ngasih ini. Jadi, keluarga nya menitipkan sa saya, mereka gak mau mengecewakan Riyan di sana kalau gak memberikan barang ini kepada orang tujuannya," jawabnya.

Tangan yang sudah lemas itu menerima kotak yang diberikan perawat itu. Untuk memberikan ruang dan waktu Halwa, perawat itu pergi dan menepuk pelan pundak Halwa.

Jarinya menekan tombol pause untuk berubah menjadi play. Saat itu juga, Riyan tengah tersenyum menghadap kamera sambil duduk di sofa ruangannya.

"Hai, gue gak akan lama buat Vidio ini. Gak usah bilang gue alay, gue paling males nulis surat, lagian tangan gue juga lemes." Kekehan itu terdengar dari suara yang tak bisa Halwa dengar lagi secara langsung.

"Lo alay!" ejek Halwa sambil menangis.

"Intinya, gue mau bilang sama yang namanya Halwa. Hidup ini masih panjang, berusaha dan perjuangan kan kalau sekiranya lo masih bisa dan kuat. Tapi, ada kalanya lo juga harus istirahat, dan gak selamanya sesuatu yang lo ingin dapatkan dipaksakan begitu aja. Lo harus bisa memilih, sama halnya seperti gue ..., lo pasti tahu," tutur Riyan.

Aku yang tak dipercaya [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang