Chapter 13 : Curhatan

691 43 3
                                    

Bismillahirrahmanirrahim

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh ...

––––––––––––––––

Aku beruntung bisa bertemu dengan mu. Tapi aku tidak tahu, apakah ini keberuntungan atau kesialan.

Revisi bab 13, selesai!

–––––––––––––––

(Selamat membaca)

"Assalamualaikum," salam Halwa.

"Waalakumussalam, kenapa lama? baru diperiksa dokter?" Riyan bertanya dari menunggunya yang lumayan lama setelah setengah jam lalu mereka membuat janji lewat handphone.

"Ya, begitulah," jawab Halwa. Dia duduk di kursi taman yang ditempatinya kemarin. Mereka berdua memang sudah membuat janji atau kesepakatan, hanya di tempat ini mereka bertemu ketika keduanya di rumah sakit.

"Oh ya, gimana keadaan, lo?" Untuk hari ini, Halwa bertanya. Mungkin saja ada sesuatu yang harus dia ketahui.

Pertanyaan dari Halwa membuat Riyan berdesis. "Ssstt, gue rasa itu bukan pertanyaan yang bagus." Diingat, keadaan nya yang semakin hari semakin memburuk dan tidak ada perkembangan sedikit pun.

Halwa terhenyak, tersadar dengan kebodohan dari pertanyaannya. Dia menepuk jidatnya dan terkekeh kecil.

"Maaf, anggap aja basa-basi gitu," ucap Halwa. Basa basi yang tidak sesuai untuk didengar.

"Okelah." Riyan memakluminya.

"Hari ini orang tua lo ada datang?" tanya Halwa. Dari kemarin, Halwa hanya melihat Riyan sendirian saja.

"Mungkin malam nanti, soalnya mau ramai-ramai jenguk gue." Riyan tersenyum, setidaknya dia ada yang menguatkan.

"Udah biasa apa tumben?" Lagi, Halwa bertanya.

"Tumben. Tapi bukan sih, lebih tepatnya buat menghibur gue supaya gak sedih. Makanya mereka ramai-ramai ke sini sama kerabat yang lain," jawab Riyan. Hubungan antara Riyan dan keluarganya sedikit jauh, tapi kalau mereka semua ingin menjenguknya, Riyan dengan senang hati menyambut nya.

"Lo lagi sedih? kenapa?" Dari tadi, ekspresi Riyan murung. Halwa juga menyadari tentang keluarganya yang ramai-ramai menjenguk.

Bibir Riyan lagi-lagi tersenyum, tapi kali ini sedikit kekehan kecil dari mulutnya.

"Hari ini, pernikahan dia." Terdengar suara hembusan napas berat dari Riyan setelah menjawabnya.

"Siapa? calon istri yang lo tinggalin itu!" Mata Halwa semakin membulat seiring bertambahnya jawaban yang mengejutkan nya.

"Iya, gue denger dari temen-temen gue yang diundang." Riyan bisa saja ikut bersama teman-temannya. Tapi dia harus memikirkan tubuhnya sendiri, dan keluarganya yang tentu saja menolak Riyan untuk datang. Lebih parahnya, Riyan jangan berharap lebih, karena dia tidak diundang.

"Dan lo enggak?" tambah Halwa dan mendapatkan gelengan langsung dari Riyan.

Halwa menegakkan tubuhnya, dia nampak menggelengkan kepalanya. "Parah banget sih! gak ngundang lo lagi. Pasti dia nyesel tuh nantinya."

Aku yang tak dipercaya [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang