Chapter 42 : Cinta yang hilang

546 29 4
                                    

Bismillahirrahmanirrahim

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh ...

–––––––––––––––

Menjadi wanita mu, sudah ku capai. Tapi, Tuhan tak membiarkan kita bersama lama.

–––––––––––––––

(Selamat membaca)


Mereka masih belum menerima kenyataan ini. Jasat sopir yang mengantarkan Halwa ditemukan, walaupun banyak luka bakar dan wajah yang sedikit tak dikenali karena kobaran api yang melahap mobil.

Asrar meraung di lokasi, menerobos garis polisi dan mencari jejak keberadaan Halwa di mobil yang sudah menghitam dan sedikit tak terbentuk itu. Dia begitu frustasi, apalagi melihat banyak korban yang luka-luka baru dibawa ke rumah sakit. Korban-korban dengan luka serius sudah dilarikan terlebih dahulu.

Sebelum datang ke sini, Asrar lebih dulu ke rumah sakit, dan tidak menemukan keberadaan Halwa. Hanya ada informasi tentang barang-barang Halwa yang jelas Asrar kenali. Dari sana, Asrar langsung datang ke sini.

"Sabar, Pak. Kita akan cari istri bapak," kata polisi yang menahan tangannya untuk tidak bertindak jauh lagi.

"Kenapa cuman istri saya yang gak ada! ke mana istri saya!" bentak Asrar. Dia tak malu menangis dan marah-marah seperti ini. Pikirannya hanya tertuju kepada Halwa, hanya dia yang Asrar pikirkan.

"Tenang, Pak. Kita akan cari lagi."

"Saya gak tenang! sebaiknya katakan dengan  jelas!"

Banyak warga yang menonton, mereka menatap iba kearah Asrar. Beberapa polisi juga nampak menenangkan Asrar dan berusaha menjauhkan Asrar dari lokasi kejadian.

"Istri bapak mungkin terbakar oleh api yang membakar mobil," kata polisi itu.

Asrar diam, yang membuat mereka lebih takut dan khawatir lagi. Mereka tahu, bukan hal yang mudah untuk menerima kabar buruk seperti itu.

"Gak masuk akal! kenapa cuman istri saya!" Asrar masih belum menerima. Dia tahu Halwa belum pergi meninggalkannya, Asrar akan menerima kalau dia sudah ketemu Halwa dengan keadaan apapun, sekalipun itu jasat nya.

"Asrar, Ya Allah ..., sabar sayang," ucap Fitri memeluk anaknya setelah ditarik paksa keluar dari lokasi kejadian.

Asrar terduduk di aspal, menatap kosong ke arah mobil itu dengan air mata yang terus keluar.

"Halwa gak ada ..., aku harus cari dia, Bu ...," kata Asrar lirih–juga memeluk ibunya.

"Biar kepolisian aja yang tangani itu, Asrar. Kita hanya bisa berdoa aja."

"Asrar! gimana? mana Halwa!" Murni datang, mengguncang tubuh Asrar.

"Pak Rudi! mana anak saya!" Halgan juga bertanya.

"Asrar jawab ...!" teriak Murni, tangisannya pecah dan memilukan.

"Saya juga gak tahu! kenapa kalian khawatir, hah! bukannya kalian yang mengusir Halwa gitu aja!" berang Asrar, berdiri menunjuk-nunjuk kedua orang tua Halwa.

Aku yang tak Dipercaya [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang