Chapter 10 : Kesempatan untuk Kelancaran

697 40 6
                                    

Bismillahirrahmanirrahim

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh ...

–––––––––––––––

Bagaimana aku tidak bisa mencintai kamu. Kalau kamu saja yang selalu ada dalam pikiran ku.

–––––––––––––––

(Selamat membaca)

Revisi bab 10 : Selesai!


––––––


"Halwa!"

"Bukannya salam dulu, malah main teriak manggil nama orang aja," sindir Ibu Asrar, dia berjalan maju ke arah anaknya dan berjongkok membenahi barang-barang yang berjatuhan. Untungnya juga, tidak berbahan kaca yang mudah sekali pecah.

"Cepat pergi!" usir Asrar tiba-tiba. Menatap Halwa tajam. Rasa tidak sukanya sudah semakin banyak kepada Halwa. Apalagi ini menyangkut keluarganya.

"Loh kok gitu. Halwa ke sini baik-baik, lagi pula tadi bukan Halwa aja yang ke sini, ada Jauzi sama sepupunya juga," sahut Fitria. Dia yang menjadi penengah antara jarak Asrar dan Halwa yang berhadapan.

"Apa! Jauzi juga ada?" Kepalan tangan Asrar terlihat oleh Halwa. Asrar pasti juga kesal kepada Jauzi.

"Ada," jawab ibunya.

"Kamu bohong lagi?" Senyuman Halwa luntur karena Asrar berkata tentang 'kebohongan'. Apa lagi ekspresi Asrar yang nampaknya menahan emosinya yang akan keluar.

Halwa seketika diam, menyadari memang bahwa tadi ia melakukan kebohongan. Tapi sungguh diluar pikirannya, itu semua juga atas desakan Jauzi. Dia juga yang berbohong.

"T-tadi aku ... ."

"Bohong apa si? udah ah, kamu baru pulang langsung marah-marah. Cepat mandi sana, terus ke meja makan. Kita makan malam bersama." Bukan tubuh Fitria saja yang menjadi penengah, namun tentang obrolannya juga yang membuat Halwa menghela napas lega.

Kedua mata milik Asrar menatap tajam Halwa. Perlahan dia mulai meninggalkan dapur dengan perasaan dongkolnya. Niat hati ingin bersantai dan tidur nyenyak di rumah seketika hancur oleh Halwa. Sekarang hatinya begitu tidak tenang.

Apalagi untuk Halwa seorang perempuan yang bukan mahramnya. Asrar takut, kalau orang tuanya salah beranggapan tentang Halwa. Dia tidak ingin berhubungan dekat sedikit pun dengan Halwa, karena itu mungkin akan menghancurkan hidupnya.

Karena kedatangan Halwa juga, Asrar jadi mengingat tentang dirinya yang dulu, yang pernah menjadi seorang remaja pada umumnya yang merasakan hal cinta, dan jatuh cinta pada seseorang.

[•••••]

"Kamu cepat bisa, ya!" ucap Nek Rahmi kagum.

"Wawa kan belajar di kontrakan juga, supaya cepat bisa. Jadi ..., Wawa naik gak nih?" tanya Halwa.

"Untuk huruf-huruf Hijaiyah, kamu emang dari awal udah bagus, cuman perlu dilancarkan lagi agar membacanya lancar dan menyambung," jawab Nek Rahmi memberi tahu tentang perkembangan Halwa.

Aku yang tak dipercaya [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang