Chapter 31 : Luka

744 36 0
                                    

Bismillahirrahmanirrahim

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh ...

–––––––––––––––

Mengabaikan mu itu jelas sangat sulit ku lakukan.

Revisi bab 31 : Selesai!

–––––––––––––––

(Selamat membaca)

"Lo beneran gak papa. Udah, gak usah kerja aja." Ini sudah kesepuluh kalinya Deva melarang Halwa untuk berangkat bekerja.

Pagi ini, Deva tiba-tiba mengunjungi Halwa setelah kemarin malam tidak datang ditelpon oleh Halwa. Deva khawatir, Halwa terus saja disakiti seperti ini. Deva tak ingin menyalahkan siapa-siapa, tapi keduanya juga salah. Tapi, Deva juga tidak mau menyalahkan Halwa.

"Gue kerja di sana, dan gak bisa menghindar gitu aja cuman karena–"

"Bukan gitu. Hati lo harus istirahat. Lo gak cape makan hati, sakit hati, atau apalah yang bikin tindakan dan ucapan mereka sampai ke hati."

Karena ucapan Deva ada benarnya, Halwa akhirnya tak kuasa menahan, dan menangis memeluk Deva.

"Gue emang masih sakit hati. Gimana bisa Asrar mau ngelamar Resti ... ." Pagi ini di depan pintu kontrakan. Terjadilah tangisan yang begitu memilukan sampai terdengar sampai ke tetangga sebelah.

Mereka keluar untuk melihat Halwa, takut terjadi apa-apa. Tapi ketika di tenangkan oleh Deva, orang-orang yang melihat tadi, masuk kembali ke kamarnya.

"Resti itu perempuan sempurna, semuanya dia miliki. Sedangkan gue, gue malah penyakitan. Asrar bener, mana ada laki-laki yang mau sama gue ... ." Halwa melupakan Azriel yang menerima apa adanya.

"Ada, dan itu bukan si Astor. Udah ..., lo jangan nangis, katanya mau ngelupain si Astor." Elusan dipunggung Halwa oleh Deva membuatnya tenang.

Diikuti tangisannya yang belum reda, Halwa juga memaksakan untuk tersenyum setelah terlepas pelukannya dengan Deva.

"Iya dong, gue mau ngelupain Asrar mulai sekarang. Terserah, dia mau kawin sama siapa juga, gue gak peduli," tekad Halwa.

"Nah, itu baru Halwa!" Deva menyemangati. "Awas lo! janji sama gue!"

[•••••]

Halwa terus menormalkan dirinya seperti yang lain. Dia harus bekerja secara profesional dan hanya berfokus pada masak saja tidak dengan yang lain.

Semenjak kedatangan Asrar lima menit yang lalu, Halwa jadi ragu untuk ke depan mengantarkan pesanan yang belum pegawai depan ambil. Halwa takut, kalau dia tidak bisa menahan perasaannya lagi.

Tapi, setelah mengingat apa kata Deva, Halwa mulai menyadarkan dirinya lagi. Dia mengambil napasnya dalam-dalam lalu dibuang lewat mulut yang memburu.

Langkahnya mulai menjadi pusat perhatian para karyawan yang lain, karena di dekat meja pelanggan yang akan Halwa tuju, ada Asrar juga yang sedang melayani pelanggan. Awalnya juga Halwa terkejut, tapi dia mencoba bersikap biasa saja.

Aku yang tak dipercaya [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang