Chapter 44 : Mengenang

1.1K 46 24
                                    

Bismillahirrahmanirrahim. Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh ...

Tolong baca catatan aku di akhir bab ini!

––––––––––

Kenangan kita tidak ada yang indah. Itu sebabnya untuk mengikhlaskan mu itu sulit.

–––––––––––

(Selamat membaca)

Asrar menatap sekitar rumah makannya di dalam. Sekejap, dia seperti melihat Halwa yang biasa berlalu lalang di sini. Melihat juga bagaimana tertawa dan senyuman Halwa, dan tingkahnya yang selalu gigih mendekati dirinya.

Kebahagiaan dan kesedihan Halwa berbekas di sini. Entah Asrar akan menganggapnya bagaimana, tapi yang dia tahu Halwa banyak menerima luka darinya, dan sudah sepantasnya dia akan menutup rumah makan ini. Asrar tidak kuat, kalau harus terus mengingat dirinya yang dulu.

"Makasih, ya, Srar buat kerjaannya selama ini. Gue harap lo di Aceh bahagia," ucap Jauzi, datang juga untuk mengambil beberapa barangnya yang tertinggal.

"Maaf, Zi, kamu jadi gak ada kerjaan sekarang."

"Siapa bilang," sela Jauzi cepat. "Gue udah keterima di perusahaan industri. Hebat kan gue," ucap Jauzi, menepuk-nepuk dadanya sebelah.

"Alhamdulillah, jaga diri baik-baik."

"Iya."

"Pak Asrar!" panggil Reno dari luar, dia berlari ke arah Asrar.

"Ngapain lo lari-lari!" tegur Jauzi sampai napasnya Reno tidak bisa diatur ketika sampai di depan mereka berdua.

"Saya buru-buru ke sini sebelum saya pergi dan pak Asrar juga pergi. Ini, saya cuman mau ngasih ini." Sebuah flashdisk ini kuning diberikan dari saku jaketnya.

"Flashdisk apa tuh? kok dikasih sama Asrar?" tanya Jauzi.

"Terima dulu, Pak." Reno semakin mendekatkan flashdisk itu ke Asrar.

"T–tapi ini apa?" Karena paksaan dari Reno, Asrar menerimanya.

"Halwa yang ngasih sama saya. Saya tau didalamnya gak mungkin ada tentang saya, itu semua khusus dibuat untuk pak Asrar. Jadi, saya gak ada hak buat nyimpen flashdisk itu. Apa lagi, pak Asrar suaminya dan saya bukan siapa-siapanya," jawab Reno.


Meskipun terlanjur mencintai Halwa, Reno memilih tidak meneruskan perasaan itu atau pun berjuang untuk memiliki Halwa. Dia tahu, dia hanya orang baru yang datang, jadi Reno sadar diri dan tak pantas kalau ada di antara mereka berdua. Perihal kematian Halwa juga, Reno jelas menangis dan tak percaya akan hal itu. Reno tak bisa membayangkan jadi Asrar, dia tahu Pria dingin itu juga terpukul hatinya dan mencoba ikhlas walaupun sangat berat.

"Srar ... ." Jauzi menepuk-nepuk pundak Asrar.

"Maaf pak Asrar saya baru ngasih sekarang. Kalau gitu saya duluan, saya juga mau pindah ke Jakarta. Terima kasih atas kerjaannya pak Asrar," ujar Reno.

"Makasih, Ren. Jaga diri baik-baik, ya. Maaf pekerjaan kita sampai di sini aja," ucap Asrar. Flashdisk itu di simpan ke saku kemejanya.

Aku yang tak dipercaya [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang