Chapter 29 : Kesedihan Halwa

622 37 2
                                    

Bismillahirrahmanirrahim

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh ...

–––––––––––––––

Aku hanya ingin mereka percaya.

Revisi bab 29 : Selesai!

–––––––––––––––

(Selamat membaca)

Semenjak Reno yang membawa Halwa ke rumah sakit, sudah tidak ada lagi yang menemani disisinya. Jauzi tidak ikut mengantar waktu itu, rasa tidak suka nya berhasil mengalahkan rasa simpatinya kepada Halwa.

Sudah satu Minggu Halwa di sini. Beberapa kali dia meminta ingin pulang, tapi selalu tidak diizinkan. Keadaan Halwa semakin drop, atas permintaan Deva juga kepada sang dokter untuk bisa menahan Halwa agar tak kabur.

Satu-satunya yang selalu mengunjungi dia di sini hanya Deva. Itu juga kalau perempuan itu ada waktu atau kerjanya libur. Dalam satu minggu, Halwa cuman melihat Deva dua kali mengunjungi nya.

Mau berharap kepada siapa lagi. Halwa hanya menerima nasibnya. Sendiri dan terus sendiri, di umurnya yang sudah segini mungkin mereka diluar sana sedang menata hidupnya mencapai impiannya atau bisa jadi membangun rumah tangga yang baik. Semua, tidak ada yang Halwa bisa capai satu pun. Entah bagaimana jalan hidupnya, waktu dan waktu yang akan menjawab semuanya.

"Mau ke mana?" tanya perawat yang barusan datang ke ruangan Halwa. Perawat itu langsung membantu Halwa agar bisa turun dari ranjang dan berdiri.

"Saya sumpek, mau pergi keluar," jawab Halwa. Tangannya meraih tiang infus untuk dibawanya keluar.

"Badan kamu gak lemes? mendingan baringan aja," saran perawat itu mencoba terus mencegah.

"Gak kok, udah satu minggu loh saya di sini."

Perawat itu masih sama yang merawatnya satu hari waktu ada Rendi, dokternya pun sama. Mereka yang melihat Halwa kembali dilarikan ke rumah sakit hanya bisa menggelengkan kepalanya. Dugaan dokter dan perawat itu memang benar.

"Ya udah, saya antar." Tangan perawat itu akan memegang tangan Halwa.

Halwa langsung menghindar ke samping. "Gak usah, saya bisa sendiri. Lagian cuman sebentar kok."

"Okeh, nanti kalau ada yang dirasa sakit cepat-cepat kembali, ya, dan panggil saya."

"Siap delapan enam!" seru Halwa, tangannya terangkat, menghormat kepada perawat itu.

Mereka berdua keluar namun beda tujuan dan arahnya. Halwa melangkahkan kakinya tidak ragu dan terus berjalan. Dipikiran nya, yang terlintas adalah taman rumah sakit. Halwa ingin segera keluar dan menghirup udara segar.

Untuk ke bawah, Halwa harus menaiki lift dahulu, karena ruangannya yang berada dilantai atas.

Handphone yang ditaruh disaku bajunya bergetar tak bersuara. Tertera dilayar handphone Halwa, panggilan dari Nadhira. Halwa mengangkatnya tanpa berpikir.

"Halwa! astaga, orang tua lo udah sampai di sana belum?" Tiba-tiba suara yang bernada panik itu menyapa telinga Halwa tanpa salam.


"Maksud lo apa, Nad. Gue sekarang lagi di rumah sakit." Pintu lift itu terbuka, Halwa keluar dan terdiam sejenak di depan lift yang sudah tertutup di isi oleh orang lain.

Aku yang tak dipercaya [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang