Chapter 17 : Antara Aku, Kamu dan Dia

582 38 5
                                    

Bismillahirrahmanirrahim

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh ...

–––––––––––––––––

Crush : Penghancur.

Ya, kamu adalah penghancur hatiku. Hancur dalam jatuh cinta kepada mu.


Revisi bab 17 : Selesai!

––––––––––––––––

(Selamat membaca)

Dulu ketika masa SMA, mungkin Halwa tidak peduli siapa saja yang dekat dengan Asrar, apalagi yang berjenis kelamin perempuan. Mengingat hubungannya dulu tidak baik dengan Asrar, Halwa meringis sendiri. Sekarang, lihatlah seorang perempuan cantik tengah berada di tengah-tengah perjuangan Halwa mendapatkan Asrar.

Di Kejauhan, Halwa terus meremas-remas lap yang dipegangnya. Seolah kekesalannya  ditumpahkan ke lap yang setengah kotor. Matanya terus menatap nyalang, kadang berubah sendu seperti menangis kecil. Entahlah Halwa juga tidak tahu, mau mundur sayang, mau maju saingannya terlalu sempurna menurut Halwa. Tentu saja semua orang akan mengatakan, Halwa pasti akan kalah.

Satu kata untuk Resti dari Halwa. Cantik. Bahkan kesempurnaan nya diceritakan oleh Jauzi yang membuatnya benar-benar down semalaman dan tidak bisa tidur.

Dengan Senyum manis Resti, keanggunannya bertambah. Kerudung besar berwarna hitam tak memperlihatkan Resti mirip seperti ibu-ibu, malah kebalikannya. Aura Resti semakin bertambah sebagai perempuan muslimah, yang lemah lembut.

Bisa dikatakan, Resti adalah seorang Ning dari anak Pak Kiai pemilik pesantren di kota asalnya, Jawa timur.  Apalagi, satu-satunya perempuan yang dekat dengan Asrar waktu SMA adalah Resti. Ya, setelah Jauzi menceritakan itu juga, Halwa baru teringat.

Resti cukup berpengaruh waktu itu dengan prestasinya di bidang ilmu biologi dan Pendidikan Agama Islam. Salah satu peserta olimpiade yang memenangkan Juara umum satu di Jakarta.

Cantik, Pintar, Sholehah, kaya, anggun, baik, sopan. Semua itu ada dalam diri Resti. Halwa merasa sangat dibawahnya yang tidak apa-apa nya seperti Resti. Malahan, Halwa harus memikirkan penyakit nya yang semakin lama menyebar ke organ lain.

"Masih mikirin kak Resti, Wa?" tanya Wirda yang tiba-tiba ada disebelah Halwa.

Halwa tak menjawab, seolah memang benar apa yang dikatakan Wirda.

"Emang sih, Pak Asrar itu cocoknya sama kak Resti," ucap Wirda tanpa dosa. Sengaja mengejek.

"Mulut lo mau gue gampar," sengit Halwa. Wirda tersenyum, dan meletakkan kedua tangannya di depan dada yang menempel.

"Maaf, astaga."

"Gue mau ke sana." Lap itu dilemparkan tepat mengenai wajah Wirda, setelahnya Halwa berjalan tergesa-gesa.

"Anjir lo, Wa!" umpat Wirda, merasa tak suka.

Pelanggan seperti biasa sedang banyak-banyak nya di siang hari seperti ini. Kesibukan Halwa seharusnya justru makin banyak di dapur. Namun demi masa depannya, dia harus menyelesaikan ini semua. Asrar, Prianya tak boleh satu perempuan pun yang mendekatinya.

Aku yang tak dipercaya [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang