Chapter 40 : Cinta yang terbalaskan.

963 44 3
                                    

Bismillahirrahmanirrahim

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh ...

Guys, apapun endingnya, terima aja, ya.

Kalau kalian bingung dan nanya bakalan sad atau happy. Aku selalu memilih keduanya.

–––––––––––––––

Bukan berdoa untuk meminta jodoh yang terbaik. Tapi meminta kepada Tuhan, untuk menjadikan diri menjadi lebih baik.

Revisi bab 40 : Selesai!

–––––––––––––––

(Selamat membaca)


Berada didekat Asrar, Halwa harus mempercayai bahwa ini memang benar-benar nyata. Asrar terus saja dilihat, dia begitu tampan dengan setelan jas hitamnya. Halwa terus saja tersenyum, mengingat Asrar sudah mencintai dan mempercayainya. Rasanya, Halwa lega, merasa bersyukur, atas takdir yang Allah tentukan.

"Udah, Halwa. Malu diliatin tamu." Akhirnya Asrar angkat bicara, karena sudah tak tahan. Bagaimana pun juga, Asrar belum terbiasa. Ralat! lebih tepatnya dia salah tingkah kalau Halwa terus saja menatapnya.

"Ih kenapa malu? kita itu suami istri sekarang, udah sah sayang ...," ucap Halwa, dia terkekeh geli karena memanggil sayang.

"Bukannya begitu–" Asrar gelagapan, perasaan beberapa tahun yang lalu, sudah terbuka. Dia tidak bisa menetralkan hatinya untuk tidak berdegup kencang.

"Kita itu bukan pacaran lagi, tapi lebih dari itu. Mau kita berbuat apapun, gak masalah bagi kita ataupun mereka," potong Halwa. Tangannya menggenggam tangan Asrar, di jari-jari mereka terpasang cincin yang sama.

"Oh ya, nanti rencananya kamu mau anak berapa?" tanya Halwa frontal tanpa malu.

Asrar yang sedang minum tersedak sampai terbatuk-batuk. Halwa ikut membantunya dengan menepuk-nepuk punggung Asrar layaknya anak kecil.

"Kalau minum tuh hati-hati, sayang."

"Kenapa kamu ngomong gitu." Nada tak suka dari suara Asrar terdengar. Pernikahan juga belum selesai, Halwa bisa-bisa akan berbicara sejauh itu.

"Yang mana? yang punya anak?" tanya Halwa lagi, entah kenapa membuat Asrar malu.

"Iya," desis Asrar.

"Ya gak papa, emang kenapa sih? atau kamu mau anak sepuluh, dua puluh," tambah Halwa. Menyenggol pelan lengan Asrar, kepalanya bersandar di pundak Asrar.

"Gila kamu!" seru Asrar.

"Nggak gila lah, kan wajar," balas Halwa.

"Sayang ..., kamu tuh cinta gak sih sama aku?" tanya Halwa, tak mau kehabisan bahan pembicaraan. Lagi pula, topik ini penting untuk dibicarakan dan ditanyakan.

"Kamu tahu jawabannya, ngomongnya jangan keras-keras, geli di dengar orang lain."

"Kok geli sih, aku tuh lagi bucin tahu sama kamu." Halwa cemberut seolah-olah merajuk, dan Asrar tak peduli itu.

Aku yang tak dipercaya [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang