1

4.1K 315 81
                                    

"Katanya, manusia akan hilang akal ketika putus cinta. Sialnya, itu aku."

***

Apa arti cinta pertama bagimu?

Coba ceritakan secara singkat, bagaimana manisnya kisah cinta pertamamu dan bagaimana pula kisah cinta pertama bisa digantikan oleh cinta kedua, cinta ketiga dan lainnya?

Pertanyaan terakhir. Bagaimana cara menghapus luka dari si cinta pertama?

Rintik hujan yang turun, seolah menyambut kedatangan gadis belia di kota ini. Sebuah tempat yang asing, meski pemandangan sekitarnya bagus, namun malah dijadikan sebagai tempat pelampiasan rasa sakit.

Dia baru putus kemarin malam, dan paginya ia memutuskan untuk pindah sekolah plus pindah rumah.

Bodoh?

Bukan. Hanya saja, rasanya ini cara terampuh untuk move on. Menghilang, dan lupakan.

Greesa Alin. Panggil saja Alin. Dia pemeran utama yang kabur dalam kisah cinta pertamanya. Usianya baru menginjak tujuh belas tahun kurang dua bulan, namun sudah dikenalkan dengan pahitnya putus cinta.

Itulah alasan mengapa kebanyakan orang tua melarang anaknya berpacaran di masa sekolah. Selain bisa merusak konsentrasi belajar, hal itu bisa memecah suasana hati sang anak.

Lelaki itu memang tidak setampan Park Jimin, tidak pula secerdas Namjoon. Dia hanya laki-laki biasa yang mampu membuat Alin jatuh cinta karena kesederhanaannya.

Sederhana dalam tutur katanya, tingkahnya dan yang terpenting typingnya sesuai dengan eyd. Dari beberapa laki-laki yang sempat mendekatinya, hanya si mantanlah yang berhasil membuatnya jatuh hati ketika melihat cara lelaki itu mengetik pesan sesuai dengan bahasa Indonesia yang tepat. Tidak disingkat-singkat, namun tidak juga keliatan formal. Santai, namun berkelas.

Kisah cinta pertamanya hanya berlangsung selama dua minggu. Namun proses pendekatannya, sudah berlangsung sekitar sebulan yang lalu. Padahal semuanya terhitung singkat, namun lukanya seolah membekas untuk selama-lamanya. Padahal dia baru saja putus sehari lalu.

Alasan putusnya pun bisa dikatakan simpel. Semua berawal dari prank. Oke, jangan dibahas sekarang. Lukanya masih basah, dan sedang proses untuk memulihkan hati.

"Kenapa tiba-tiba kepikiran pindah sekolah? Padahal tanggung, setahun kedepan juga udah mau lulus," tanya Cakra, Abang kandungnya. Usia mereka hanya terpaut dua tahun, namun saat ini Cakra sudah berstatus sebagai suami orang. Dia nikah di usia muda, lebih tepatnya setelah lulus sekolah. Semuanya terjadi karena kecelakaan.

Alin menggeleng pelan. Ia memilih fokus menatap pemandangan luar jendela.

"Nah itu." Cakra tiba-tiba bersuara lagi. "Itu sekolah baru kamu besok. Nanti Abang daftarin secara online."

Alin hanya menatap bangunan sekolah itu dengan hampa. Rasanya yang ia inginkan saat ini adalah menenangkan diri. Ya paling tidak, berdiam diri di kamar selama seminggu. Namun sialnya, keberuntungan itu tak berpihak padanya. Mana mungkin Abangnya berbaik hati memberikan kesempatan itu padanya, mengingat sang Abang sangat protektif padanya.

Setelah beberapa saat, akhirnya mereka tiba di sebuah kediaman milik Abangnya. Alin menatap bangunan di hadapannya dalam diam. Rumah Abangnya lebih kecil dari rumah orang tua mereka, tentu saja. Tapi ngomong-ngomong, rumah ini adalah pemberian dari orang tua mereka.

"Lin..." panggil sang Abang. Alin menoleh. "Jangan nakal sama Kak Ara ya. Dia lagi hamil."

Ara itu istrinya Cakra. Wanita itu sedang mengandung tiga bulan. Sebelumnya, dia sempat hamil, namun keguguran. Tadinya mereka sudah mengikuti program untuk menunda kehamilan, namun takdir malah berkata lain.

Alin tak menyaut. Abangnya berkata demikian seolah ia tak mengenal bagaimana sifat adiknya. Jelas-jelas Alin ini memang tidak banyak tingkah!

"Eits! Satu lagi!" ujar Cakra saat Alin baru saja melepas safety belt-nya. "Apapun permasalahan yang ada di rumah Abang nanti, jangan bilang ke Mama-Papa ya."

***

SMA Purnama, sekolah baru Alin saat ini. Ada rasa sesak kala ia baru menginjakkan kaki di tempat ini. Alin merasa seperti ada yang kurang. Alin tahu apa itu. Ia merasa sendiri. Ini kali pertama ia berpergian jauh, tanpa dampingan dari orang dekat. Ya walaupun dia masih tinggal dengan Abang kandungnya, tapi tetap saja Abangnya tak bisa menemaninya sepanjang waktu seperti yang dilakukan mantan sahabatnya dulu.

Beberapa menit berlalu, setelah puas berdiri lima belas menit di depan kantor guru, akhirnya bel masuk berbunyi, dan Alin diajak masuk ke kelas oleh sang guru.

Alin kini sedang berada di depan kelas, menatap teman-teman yang juga sedang menatapnya.

"Perkenalkan, saya Greesa Alin," ucapnya dengan nada pelan.

Hening. Alin menundukkan pandangannya. Perasaannya sejak tadi memang campur aduk.

"Sudah?" Bu Fau selaku wali kelas akhirnya angkat bicara memecah keheningan. Alin mengangguk canggung. Bu Fau mengangkat pandangannya berusaha mencarikan tempat duduk untuk murid barunya. "Sadam," panggilnya.

Alin ikut mengangkat pandangannya. Jujur, kesan pertama Alin pada kelas barunya ini adalah aneh. Sebenarnya semuanya normal. Murid-murid duduk terpisah satu sama lain. Hanya saja, di kursi bagian depan, tepatnya di hadapan Alin saat ini, ia mendapati kejanggalan. Sepasang murid malah menyatukan meja mereka dan duduk seolah hal itu memang lumrah.

"Sadam!" panggil Bu Fau sekali lagi. Sampai saat ini Alin bahkan tak tahu siapa yang dimaksud oleh gurunya itu. "Pindah ke kursi belakang sekarang!" titah sang guru.

Seorang perempuan yang duduk di hadapan Alin akhirnya menyenggol lelaki di sebelahnya. Ia lantas membisikkan sesuatu pada lelaki itu. Sementara si lelaki malah bersikap ogah-ogahan.

"Sadam!!!" bentak Bu Fau ketiga kalinya. Suasana kelas yang tadinya hening digunakan untuk sesi perkenalan bagi Alin, kini berganti tegang.

Akhirnya, lelaki yang duduk dengan meja menyatu di hadapan Alin kini berdiri dengan terpaksa hingga membuat kursinya berdecit ngilu. Ternyata dialah yang bernama Sadam. Lelaki itu mengambil ranselnya secara kasar dan beralih duduk di kursi belakangnya.

"Naumi, pisahkan mejanya," titah Bu Fau, dan langsung dikerjakan oleh gadis yang tadinya duduk semeja dengan Sadam. Bu Fau lantas kembali menatap Alin. "Kamu duduk di sebelah Naumi," ujar Bu Fau, dan langsung diangguki oleh Alin.

Dengan langkah kikuk, Alin berjalan menuju tempat duduk barunya. Kini, Alin merasa bahwa kelasnya sudah normal dan tidak janggal lagi. Masing-masing murid kini duduk satu-persatu. Alin duduk di sebelah Naumi, dan di belakangnya ada lelaki bernama Sadam. Ya, setidaknya baru dua orang itu yang Alin ketahui namanya sekarang.

***

TBC!

HI! I'M COMEBACK!!!

Bagaimana perasaan kalian setelah membaca part 1 dari cerita SEKAT ini?

Apakah tidak sabar untuk menunggu part selanjutnya?

Apa? Biasa saja?

Hmm, kalau gitu tinggalin jejak aja boleh deh ya.

Okay, see you next part👋

Na♥️

SEKAT (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang