"Semua orang itu egois, tak peduli semeringis apa orang lain karenanya."
***
Tak peduli apakah Cakra akan memarahinya ketika tahu ia berkunjung ke rumah laki-laki di malam hari, intinya Alin sudah panik dan kalang kabut melihat Cakra yang pulang tanpa motornya.
"Bang Cakra kenapa?" tanya Alin begitu ia tiba di halaman rumah.
Cakra tampak bingung menjelaskannya. Namun tiba-tiba Sadam datang menyusulnya. Tampaknya ia mendengar ucapan Alin saat di depan pintu perihal Cakra.
"Motor Alin mana bang? Bang Cakra kenapa?" tanyanya sekali lagi.
"Lin..." Cakra mengembuskan napas pasrah. "Ayo masuk, Abang jelasin di rumah." Cakra menarik pergelangan tangan adiknya pelan untuk segera masuk ke dalam rumah. Ia bahkan menghiraukan Sadam yang sedari tadi berdiri tanpa mengatakan apapun.
Sebelum masuk seutuhnya ke dalam rumah, Alin sempat menoleh ke belakang. Dilihatnya Sadam juga sudah berbalik menuju rumahnya.
"Motornya Abang jual. Abang minta maaf..." Ucapan Cakra barusan benar-benar membuat tubuh Alin melemas. "Kalau Abang udah punya uang nanti, Abang ganti beliin motor secara kredit."
Sesak. Alin bahkan tak bisa menahan rasa sakit di hatinya, hingga air matanya terjatuh. "Tapi kenapa abang gak minta izin sama Alin dulu?"
"ABANG BUTUH UANG, LIN! Buat makan, uang bensin, keperluan harian. Abang juga pusing cari kerjaan di luar!" Cakra mengucapkan kalimat itu dengan nada tak santai.
Tak mau memperburuk suasana hatinya, Alin berlari memasuki kamar, dan membanting pintunya dengan keras.
Abangnya yang dulu, kini benar-benar sudah berubah.
***
Paginya, mata Alin terasa berat. Posisinya masih berbaring di ranjang. Sepuluh menit lagi bel masuk berbunyi, tapi Alin tak akan masuk hari ini. Biarlah dia di cap Alfa oleh gurunya. Intinya hari ini niatnya untuk berangkat sekolah benar-benar tak ada.
Cakra juga tampaknya bersikap bodo amat. Lelaki itu tak membujuknya, atau meminta maaf kedua kalinya. Apalagi Ara. Mustahil jika wanita itu tak mendengar perdebatan mereka tadi malam. Semua orang tampak tak acuh. Alin benci akan hal itu.
Alin paham jika Cakra sedang pusing menghadapi masalah ekonominya. Tapi apa lelaki itu memikirkannya? Lantas bagaimana nasib Alin jika tanpa motor itu? Bagaimana dia bisa berangkat sekolah? Astaga, Alin benar-benar tak abis pikir.
Samar-samar, Alin mendengar deru motor tak asing yang semakin dekat. Alin mengintip di balik jendela. Itu Sadam. Lelaki itu sempat menoleh ke pelataran rumahnya, sembari terus melajukan motornya.
Setelah Sadam benar-benar pergi, Alin mengembuskan napas pasrah.
Tak ada yang benar-benar peduli padanya.
***
Nyaris seharian, Alin benar-benar tak keluar rumah. Rasa lapar pada perutnya bahkan tak ia hiraukan karena masalah itu.
Yang ia lakukan hanyalah tidur. Kadang juga menangis. Entahlah, Alin kadang juga muak pada dirinya sendiri yang terlalu lemah dengan air mata.
Alin sontak terbangun dan mengintip di balik jendela kala mendengar deru motor yang berhenti di pelataran rumahnya. Itu Naumi. Gadis itu berkunjung ke rumahnya tanpa mengabari lebih dulu.
Ah iya, Alin lupa jika ia memang mematikan data ponselnya sejak pagi.
Alin bergegas merapikan rambut serta pakaiannya sebab Naumi sudah mengetuk pintu. Alin kalah cepat, sebab pintu tampaknya sudah lebih dulu dibuka oleh Ara.
![](https://img.wattpad.com/cover/300039000-288-k510100.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
SEKAT (COMPLETED)
Teen FictionDinding berguna untuk membatasi beberapa ruangan dalam sebuah bangunan yang kokoh. Dinding adalah sekat di antara ruangan satu dengan lainnya. Sebuah ruangan tak akan diberi dinding jika lingkupnya masih sama. Sama halnya seperti sebuah hubungan. Se...